Pada suatu hari pohon ek berkata kepada rumpun buluh, "Kamu buluh, mengapa kamu selalu menunduk setiap kali angin bertiup? Berdirilah tegak betapapun kencangnya angin bertiup!" "Oh pohon Ek yang perkasa, " jawab rumpun buluh dengan rendah hati, "Kami ini hanya kecil semampai, dan bila kami harus melawan angin, kami tentu harus menanggung akibatnya."
"Jangan pernah kalah!" tegas pohon ek dengan sikap dingin dan kembali sibuk dengan urusannya. Jelas rumpun buluh tidak mau mendengarkan nasihatnya.
Pada suatu malam datanglah badai besar. Angin bertiup kencang, menggoyangkan rumpun buluh hampir sampai ke tanah, dan rumpun buluh itu tidak marah. Akan tetapi, pohon ek berjuang keras melawan angin, meskipun kali ini angin terlalu keras baginya.
Daalm sekejap pohon ek berderak-derak patah. Ia tergeletak di tanah dalam keadaan menyedihkan. Sementara rumpun buluh terus tunduk kepada angin dan tidak patah.
Pagi harinya, ketika badai telah berhenti, keadaan rumpun buluh tetap baik seperti semula. Akan tetapi, pohon ek yang dulu kokoh dan rimbun kini tinggal sebatang kayu hutan yang patah dan telah mati.
Lebih bijaksana bersikap rendah hati dan berserah dengan sepenuh hati, daripada berkeras kepala tetapi akhirnya hancur bila mendapat kesulitan. [Dina Kwek / Ternate / Tionghoanews]