"Silakan," jawab Xiao Ling seraya menggeser tas ke tubuhnya.
Begitu duduk, pria itu mengambil sesuatu di sela kursi mereka, "Apakah ini milik Anda?" Ia memberikan sisir warna merah kepada Xiao Ling. "Terima kasih, mungkin jatuh dari tas saya."
Beberapa saat kemudian si pria mengambil sebuah biskuit dari tas. Xiao Ling sedikit terkejut. Pria itu tersenyum padanya. Xiao Ling menatap mata si pria, seakan bertanya berani benar kau. Xiao Ling kemudian merogoh tas dan mengambil biskuit juga, lantas kembali membaca bukunya. Mudah-mudahan ini akan mengakhiri "pencurian" biskuit yang dilakukan orang ini, pikir Xiao Ling.
Begitu biskuit di tangan habis, pria tersebut mengambil lagi. Xiao Ling mulai jengah melihat semua ini. Memang perkara sepele. Cuma biskuit yang nilainya tak seberapa. Namun itu amat menjengkelkan. Cewek ini nyaris tak tahan untuk memaki atau setidaknya menegur pria tersebut. Kemudian pria tersebut kembali merogoh tas, mengeluarkan sebungkus roti lalu menyerahkan kepada Xiao Ling, "Silakan lo, masih sisa satu."
Perbincangan mereka terhenti oleh suara loudspeaker ruang tunggu yang meminta para penumpang masuk pesawat. Xiao Ling segera membereskan bawaannya, mengambil tas lalu berjalan menuju boarding gate. Betapa terkejutnya ketika memasukkan buku ke dalam tas, ia melihat bungkusan biskuit marienya masih utuh belum dibuka sama sekali. Nah lo. Jadi biskuit yang ia makan tadi milik siapa? Raut muka cewek cantik ini memerah. Ia teringat niatnya untuk memaki-maki, sekaligus menyadari betapa baiknya orang itu.
Pelajaran hidup senantiasa bertebaran di mana-mana, kapan saja, dan dari siapa saja. Itulah yang dialami Xiao Ling. Benar ucapan Sang Bijak Buddha. Apa pun alasannya, menyalahkan orang baik itu laksana meludah sambil menengadah ke langit. Ludah kita tidak akan mengotori langit, tapi berbalik mengotori diri kita sendiri. [Dina Kwek / Ternate / Tionghoanews]