Aku anak pertama dari dua bersaudara yang keduanya adalah perempuan. Aku sekarang berumur 21 tahun dan Lani adikku berumur 18 tahun. Sebenarnya keluarga kami adalah keluarga yang cukup berbahagia jika Ayah sedang tidak kumat. Ayah dapat menjadi kawan diskusi yang baik, bahkan seringkali Ayah memasak untuk kami serumah.
Namun ada kepribadian Ayah yang menurutku aneh, Ayah tak bisa tersinggung sedikit saja, dan biasanya Ayah langsung main tampar. Bahkan Ayah tak perduli kemarahannya bisa saja meledak sewaktu-waktu dimuka umum, misalnya di mall atau dijalan. Ayah juga tak takut jika ada orang lain ingin membantu meleraikan kemarahan Ayah, maka orang tersebut akan dimaki-makinya pula.
Justru Bunda yang kasihan, karena seringkali lebam-lebam mukanya akibat tamparan Ayah. Tapi Bunda terus menerus membiarkan dirinya disakiti Ayah karena menurut Bunda pernikahan itu untuk pertama dan yang terakhir. Aku dan lani tak dapat berbuat banyak untuk membantu Bunda karena Bunda tak ingin masalah berlarut, jadi Bunda selalu mengalah dan membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan Ayah jika Ayah sedang marah.
Dulu, Bunda kerap mengurung kami berdua dikamar agar kami tak melihat kelakuan Ayah, bahkan beberapa kali Bunda meminta dirinya saja yang dipukul untuk menggantikan tamparan Ayah ke aku atau Lani. Dan kemudian Ayah malah menampar Bunda sekaligus kami anak-anak kandungnya.
Ayahku memang temperamental, dan itu yang membuat aku dan Lani serta Bunda takut berbuat kesalahan. Aku dan Lani selalu mengurung diri dikamar agar tak membuat kesalahan yang berakibat tamparan keras dipipi. Bunda juga begitu, tak ingin membuat kesalahan sedikitpun dimata Ayah agar Ayah tak meninjunya.
Sekarang rasanya aku tak bisa membiarkan kelakuan Ayah berlarut seperti itu, hingga aku belajar sungguh-sungguh agar segera selesai sekolah kemudian mencari kerja dan menampung Bunda dan Lani untuk tinggal bersamaku saja. Aku sudah muak dengan kelakuan Ayah. Tapi karena secara materi kami tergantung oleh Ayah, kami mencoba bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk pergi meninggalkan Ayah. Aku sungguh-sungguh muak dengan sikap Ayah, aku menginginkan mempunyai Ayah yang tak keji kepada kami keluarganya sendiri.
Aku juga tak mau merawat Ayah jika Ayah sudah renta nantinya, aku benci mempunyai Ayah sadis. [Aprilda Bong / Makassar] Sumber: Kisah Nyata
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com