KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 18 Januari 2011

OH! SHINTA

Semula Sinta memang perempuan yang sederhana dan berasal dari keluarga sederhana.Orang tuanya adalah petani utun di desa.

Meskipun Sinta sederhana,aku sangat mencintainya sehingga kemudian mengajaknya menikah,dan aku cukup bangga sebagai suaminya. Sepuluh tahun silam Sinta memang perempuan yang sederhana dan polos.Semua busananya tanpa merek, bahkan sebagian dibelinya di kaki lima yang berharga murah atau obralan.

Sehari-hari wajahnya tak pernah dipoles bedak.Alisnya asli dan tak pernah dipertebal dengan pensil. Bibirnya tak pernah dipoles lipstik.Ketiaknya tak pernah diolesi deodoran.Rambutnya dibiarkan panjang lurus dan hanya dicuci dengan sampo murahan yang dibelinya di warung dekat rumah.

Di mataku, wajah Sinta yang polos dengan kulit kuning langsat itu sangat cantik dan manis, bahkan memesona. Bau ketiaknya yang kecut-kecut segar khas perempuan, karena tak pernah diolesi deodoran, justru sering membangkitkan gairahku untuk mencumbuinya. Namun kini Sinta sudah banyak berubah dan suka bermewah-mewah. Cuci muka dan rambut serta potong kuku selalu dilakukannya di salon. Belanja busana dan kosmetik harus di mal. Setiap akhir pekan selalu mandi kembang dan lulur di spa. Setiap pagi dan sore pasti latihan senam dan renang di hotel berbintang. Bukan biaya besar yang harus dikeluarkan untuk semua kemewahan itu yang kurisaukan,karena kini aku memang sudah tergolong sebagai pengusaha cukup sukses.

Aku sering risau karena Sinta seolah- olah menjadi perempuan yang semakin asing di mataku.Gairahku pun sering kacau manakala mengajaknya bercumbu mesra, karena aku sulit berkonsentrasi menikmati kecantikannya yang telah berubah. Sering aku sangat merindukan penampilan Sinta yang sederhana, seperti ketika ia kunikahi dulu. Sering aku tiba-tiba teringat Wati dan Nina,dua sekretarisku di kantor yang suka tampil glamor dan wangi, ketika aku sedang mencumbui Sinta, karena Sinta kebetulan menggunakan parfum dan kosmetik yang sama dengan mereka. Begitulah. Sebagai pimpinan perusahaan, setiap hari aku harus berada di kantor dengan dibantu dua sekretaris pribadi, Wati dan Nina yang manis-manis.

Mereka berdua masih gadis dan sering bersikap terlalu manis kepadaku. Maklumlah, aku memang bosnya. Aku pun sering menduga,seandainya aku mengajak mereka bercinta, mungkin mereka tidak menolak. Atau, kalau aku mengajaknya menikah, mereka mungkin juga tidak akan keberatan dimadu. Namun aku adalah suami yang setia.Tak ada keinginan di hatiku untuk berselingkuh atau menikah lagi. Bagiku, punya istri satu sudah cukup, apalagi Sinta sangat cantik dan memesona. Aku masih ingat ketika pertama kali aku jatuh cinta kepada Sinta. Saat itu aku dan Sinta samasama lulus SMA. Sehabis acara perpisahan, kami berdua saling berjabatan tangan dan berpelukan. Pada saat berpelukan itulah aku melihat senyumnya yang menawan.

Aku pun mencium aroma ketiaknya yang kecut-kecut segar. Aroma ketiaknya itu begitu khas dan menggairahkan. Senyuman manisnya yang begitu polos serta aroma ketiaknya yang khas itulah yang membuatku langsung jatuh cinta,kemudian aku semakin gigih mendekatinya, sampai kemudian kami sepakat untuk menikah.

***
Setelah menikah denganku Sinta tetap saja tampil sederhana dan polos. Suatu ketika aku pernah menyuruhnya untuk mencoba memakai lipstik karena aku tibatiba ingin melihat bibirnya dipoles lipstik.Maka dengan berat hati dia beli lipstik lalu dia pakai.Tapi sungguh mati,bibirnya justru tidak menarik setelah dipoles lipstik. Garis-garis bibirnya yang indah seperti lenyap dilibas polesan lipstik.Lalu dia pun kapok untuk memakai lipstik lagi, setelah aku berkomentar bahwa jika ia memakai lipstik justru tidak menarik. Lain kali aku pernah menyuruhnya memoles pipinya dengan bedak. Hasilnya justru seolah-olah menghapus sebagian kecantikannya. Pori-pori pipinya yang begitu lembut dan segar seolah lenyap tertindih polesan bedak.

Maka kemudian dia pun kapok untuk memakai bedak lagi. Lalu pada suatu kesempatan aku juga pernah menyuruhnya untuk mempertebal alisnya dengan pensil.Tapi setelah alisnya dipertebal dengan pensil, justru tidak menarik.Ujung-ujung rambut alisnya yang lembut memesona seolah-olah hilang didalam goresan warna hitam pensil. Maka kemudian dia pun kapok untuk mempertebal alisnya. "Kamu justru memesona jika tampil polos,"pujiku dengan penuh kebanggaan. Sinta pun kemudian selalu tampil polos, seolah-olah pujianku itu dijadikan pedoman hidupnya. Sejak usahaku berkembang pesat dan bercabang-cabang, Sinta tiba-tiba berubah.

Tak ingin dia tampil polos, meski setiap hari praktis hanya menjadi ibu rumah tangga yang tinggal di rumah.Kedua anak kami diasuh oleh dua orang baby sitter. Semua urusan dapur dan rumah sudah ditangani oleh dua orang pembantu. "Kenapa kamu selalu sibuk merias diri? Apa kamu merasa masih kurang cantik?" tanyaku pada suatu malam ketika Sinta sedang sibuk memoles wajahnya, menjelang tidur. "Aku tidak bisa tampil polos lagi,Mas. Apa kata orang kalau aku tetap tampil polos? Jadi aku memang harus berubah, menyesuaikan diri. Rasanya lucu kalau istri pengusaha sukses kok tampil polos seperti perempuan tolol," jawabnya tegas. "Tapi kamu justru lebih memesona jika tampil polos,"tukasku. "Kata-katamu itu tidak jujur, Mas.Kalau aku menjadikannya pedoman, suatu saat aku pasti akan menyesal."

"Menyesal bagaimana?" "Ya,kalau aku tetap selalu tampil polos, kemudian kamu tergoda oleh sekretarismu yang glamorglamor itu kamu pasti akan menyalahkan aku,bukan?" "Jadi kamu mau ikut-ikutan glamor karena cemburu?" "Aku tidak cemburu,Mas. Lagipula, kalau aku cemburu pasti sudah terlambat." "Kamu sudah menuduhku berselingkuh?" "Jangan salah paham,Mas. Aku selalu percaya bahwa kamu adalah suami yang setia, sampai kapan pun. Tapi aku bisa mengerti jika suatu ketika kamu bisa tergoda oleh perempuan lain jika aku tetap selalu tampil polos." Setelah perbincangan itu aku kemudian mencoba mengerti kenapa Sinta berubah menjadi perempuan yang serbaglamor dan mewah.

Tapi, seleraku sebagai suaminya rasanya sulit untuk berkompromi dengan perubahan penampilan Sinta. Justru Sinta sekarang semakin asing di mataku dan aku semakin tidak bangga menjadi suaminya. Gairahku juga sering kacau ketika sedang bercumbu mesra dengannya. Pada suatu malam, misalnya, gairahku benar-benar kacau sehingga aku gagal menunjukkan keperkasaanku di depan Sinta. "Kamu pasti kurang konsentrasi, Mas. Ada yang dirisaukan ya?" Sinta tampak curiga,ketika melihatku seperti wayang kulit Arjuna tanpa gapit. Dengan jujur aku mengaku kurang berkonsetrasi, gara-gara mencium aroma parfumnya yang sangat wangi. Aroma parfum itu sama dengan parfum yang dipakai oleh kedua sekretarisku di kantor.

"Sebaiknya kamu menjalani aroma terapi,Mas,"saran Sinta ketika gangguan gairahku semakin parah di malam-malam berikutnya, padahal ia sudah berkali-kali mencoba mengganti parfumnya. Bagiku, semua aroma parfumnya sama saja: merusak konsentrasi dan gairahku. "Mungkin kamu akan normal kembali setelah menjalani aroma terapi,Mas." Dengan berat hati aku kemudian mencoba menjalani aroma terapi secara intensif, tapi tidak ada hasilnya. Aku seolah-olah justru mengidap alergi terhadap semua aroma parfum, bahkan alergi terhadap semua jenis aroma bunga asli. "Cobalah kamu minum obat kuat yang paling mahal,Mas,"Sinta menyodorkan saran yang kemudian langsung kulaksanakan. Tapi semua obat kuat dari yang paling mahal sampai yang paling murah ternyata tidak membuatku ber-gairah lagi.

Lalu aku pun mencoba menjalani terapi alternatifdenganbantuanbeberapa paranormal kondang. Semuanya nihil. Gairahkutetapkacau, bahkan semakin parah. Sinta sangat prihatin melihatku menjadi suami yang tak lagi bisa menunjukkan keperkasaan. Semua upaya sudah kulakukan, tapi tak ada hasilnya. "Semuanya gara-gara aku berubah, kan, Mas?" Sinta kemudian menyadari kekeliruannya, meskipun aku tidak pernah tega menyalahkannya. "Aku akan pulang ke desa,Mas.

Aku akan mencoba lagi hidup seperti dulu, ketika kita sedang pacaran." Sinta melontarkan gagasannya yang kuanggap sebagai sebuah bentuk keputusasaan. Kubayangkan Sinta pulang ke rumah orang tuanya,disambut oleh kedua mertuaku dengan isak tangis karena mereka menduga kami sedang cekcok dan hendak bercerai.

Kubayangkan tetangga-tetangga mertuaku menuduhku telah berselingkuh sehingga Sinta pulang ke desa. "Mungkin gairahmu akan kembali normal jika aku bisa tampil sederhana dan polos seperti dulu lagi, Mas." Sinta semakin mantap untuk segera pulang ke desa. Dengan berat hati aku pun mengantarkan istri dan anak- anakku ke rumah mertuaku di desa.

Kujelaskan kepada mertuaku bahwa Sinta dan anak-anakku akan berada di desa saja untuk mengisi liburan karena kebetulan memang sedang musim liburan sekolah. Setelah itu aku kembali ke kota, mengurus usahaku. Begitulah. Setelah sepekan istri dan anak-anakku berada di desa, aku menyusulnya dengan harap-harap cemas. Aku berharap, setelah melihat Sinta tampil polos dan sederhana sebagaimana umumnya perempuan desa, gairahku akan kembali normal.

Tapi aku juga cemas, jangan-jangan gairahku semakin kacau ketika melihat Sinta tampil polos dengan aroma ketiaknya yang kecut-kecut segar khas perempuan desa. Ketika aku tiba di rumah mertuaku Sinta tersenyum menyambutku dengan penampilan yang polos dan sederhana. Bahkan Sinta hanya mengenakan kain batik yang dibelitkan di atas payudaranya, tanpa mengenakan baju, sebagaimana umumnya perempuan desa pada masa lalu ketika sedang berada di rumah.

Amboi! Begitu melihat Sinta tampil dengan kain batik yang dibelitkan di atas payudaranya itu darahku terasa langsung berkobar-kobar. Kubayangkan kecantikan Ken Dedes yang pernah membuat Ken Arok tergila-gila. Aku pun seolah- olah menjelma menjadi Ken Arok yang sedang tergila-gila kepada Ken Dedes.

"Kamu suka dengan penampilanku ini, Mas?" tanya Sinta setelah mengajakku masuk kamar. Tanpa menunggu jawabanku dia langsung memelukku erat-erat dan menciumiku dengan penuh gairah. Amboi! Begitu aku mencium aroma ketiak Sinta yang kecutkecut segar itu gairahku semakin berkobar-kobar dan tak dapat kutahan lagi. Selanjutnya,seluruh gairahku tercurah habis-habisan. Berulang-ulang kunikmati percintaan dengan Sinta yang telah kembali seperti dulu lagi. Terbayang kembali bulan madu kami yang indah.

"Rupanya, setelah manusia sudah mengalami banyak perubahan, pada akhirnya merindukan masa lalu dan ingin kembali seperti dulu sebelum mengalami banyak perubahan, ya Mas?" Sinta berbisik lembut sehabis menikmati romantisme perkawinan kami [Yinnihuaren.blogspot.com] Ing

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA