Hanya saja ada torehan luka yang tersayat menjelang saat-saat keberangkatanku, tunanganku memutuskan untuk tidak memberikan lagi curahan cintanya kepadaku, jarak yang terlalu jauh katanya, alasan klise yang membuat hatiku hancur, perjuanganku selama ini ternyata sia-sia, pengorbananku terhadapnya terlempar begitu saja. Tapi aku hanya bisa menangis, sampai kacamataku harus rela basah oleh deritaku. Memalukan mungkin, bagaimana mungkin aku menangis disaat usiaku yang sudah menjelang kepala tiga.
Tertatih-tatih di negeri baru, aku tidak peduli, hidup kuanggap sebagai permainan judi, kalah dan menang adalah keniscayaan. Kehidupan baruku terisi dengan kerja dan kerja, profesi perawat di sini ternyata tidak semudah di negeriku sendiri, aku harus mengurus orang-orang tua yang praktis sudah tidak bisa apa-apa, orang-orang tua yang sudah tidak diurus oleh anak-anaknya, yang hanya didatangi jika mereka sudah mati, hanya demi mendapatkan beberapa dari peninggalannya yang masih berarti.
Satu tahun telah berlalu, kehidupanku di negeri asing ini semakin membuat hidupku bertambah rumit dan pelik, kegetiran hidup ketika berada di negeri sendiri ternyata tak menguap begitu saja. Disini aku malah mendapatkan pengalaman sangat pahit dan menjijikan, namun semuanya seperti mencair bak embun dipagi hari. Aku terpaksa mengikuti arus liar yang mengombang-ambingkan hidupku, membenturkan aku pada batu yang bertebaran disisi kanan dan kiri hidupku.
Adalah Melani (bukan nama sebenarnya) yang memperkenalkan aku pada dunia lesbianisme. Saat itu Melani datang ke tempat kediamanku yang dengan tiba-tiba memelukku dan mencium bibirku, "I love you" katanya saat itu. aku yang sama sekali tak menduga mendapat perlakuan tersebut, namun ada rasa lain di hatiku saat ia memelukku, getaran yang bertransformasi menjadi sensasi indah. Aku kaget campur bingung, ciuman itu terasa sangat lain. Geletarnya merambat ke seluruh tubuh...., aku sampai meneteskan air mata.
Demikianlah selanjutnya, aku dan Melanie akhirnya memutuskan untuk hidup bersama, sedari awal aku sudah berusaha menyembunyikan berita ini. Tapi gosip dengan santernya beredar, Bahkan Hasan (nama samaran), yang selama ini sangat dekat denganku, dan aku tahu dia memang menyukaiku, berubah 180% menjadi memusuhiku. Hatiku hancur, arus yang memang sudah kuat membawaku kepadaku, kini semakin deras menyeretku dan merobek-robek pertahananku dengan pusarannya yang dahsyat dan mematikan. Tapi aku berusaha menguasai diriku, apapun yang terjadi, akal harus selalu berada di atas perasaanku.
Kala sendiri di rumah dan Melani sedang kerja, aku sering menangis, mengapa Tuhan membalas ketaatanku selama ini dengan perasaan seperti ini. Tapi sekali lagi aku tidak peduli, apakah Tuhan yang katanya penuh cinta itu akan melarang makhluknya untuk mencintai makhluk lainnya walaupun itu sesama jenis. Dan aku tahu bahwa aku tidak sendiri. Kadang ada pikiran untuk mengakhiri saja hidup ini, tapi ketika kupikir lagi, bukannya menyelesaikan masalah, malahakan tambah memperparah. Tiba-tiba ada keinginan untuk memainkan ponselku, dan mataku terantuk pada sebuah nama, Hendra (bukan nama sebenarnya). Aku meneleponnya...
Rupanya dibalik diamnya, Hendra adalah sahabat yang sangat hangat dan charming, pendengar yang baik dan pengertian. Sehingga dengan itu, aku mendapatkan perasaan untuk bebas mengungkapkan segala keluh kesahku. Akupun cerita panjang lebar tentang masa laluku, dimana aku merasa bahwa kehidupanku sangat dikekang. Apalagi kalau masalah
cinta-cintaan, menerima surat saja disensor habis-habisan. Jika tidak dari keluarga, kemungkinannya kecil sekali untuk sampai ke tangan yang dituju.
Mungkin aku menikmati hubungan sesama jenis sejak aku tinggal di asrama, karena nafsu yang menggebu dan tanpa ada penyaluran sama sekali walaupun lewat surat, banyak di antara kami yang bercinta di antara kami sendiri. Aku tidak tahuangka pasti berapa yang melakukannya, tapi yang pasti cukup banyak di antara sekitar 3.000 an penghuni asrama Hendra masih mendengarkan dengan setia, sambil kadang mengangguk, memberikankku sebuah nasehat yang tak pernah terpikirkan olehkku sebelumnya
Aku memeluk Hendra, dia rupanya kali ini yang kaget...."Terima kasih ya......." Tubuh Hendra begitu hangat, tiba-tiba saja aku mengarahkan bibirku ke bibirnya, dia semula mengelak ke belakang, tapi aku segera menarik tubuhnya kembali. "Kamu gila ya.." bisik Hendra. "Cinta itu tidak sesederhana yang kita rasa," aku kembali memagut bibirnya. Dan sekali lagi aku merasakan ada rasa hangat yang merasuki tubuhku, perasaan yang sama ketika Melani untuk pertama kali mencium dan memelukku, mungkinkah ini cinta, aku sendiri tak pernah tahu, dan cinta menjadi sangat misteri buatku. [Vivi Tan / Jakarta / Tionghoanews.com]
* Ini adalah kisah nyata dan bagaimana tanggapan teman-teman soal ini ? Silahkan beri komentar setelah membaca ...