Yang pertama, teman ini kehilangan telepon selulernya di sebuah toilet mall di Surabaya. Ia tersadar ketika sedang jalan-jalan di mall itu dan mau menelepon. Begitu tak ada di kantongnya ia mengingat-ingat kejadian terakhir ia menggunakan telepon. Ternyata saat di toilet ia menerima telepon dan tanpa sadar meletakkannya di wastafel karena ingin cuci muka dahulu.
Karena terburu-buru ia pun tak memperhatikan bahwa teleponnya belum dimasukkan ke kantung celana. Ia pun lapor ke pengelola mall dan meninggalkan nomer telepon lain yang bisa dihubungi.
Selang beberapa lama ia memperoleh kabar bagus. Teleponnya telah ditemukan. Dari kronologis yang didengarnya, telepon itu disimpan oleh tukang kebersihan yang saat itu sedang bertugas membersihkan toilet. Sang teman bersyukur bukan karena nilai teleponnya yang memang bernilai, tapi lebih ke data-data yang belum sempat ia pindahkan.
Kali lain, sang teman kehilangan kembali ponselnya. Kali ini lokasinya di sebuah SPBU di wilayah Jakarta. Sama seperti yang pertama, ia kurang teliti saat meninggalkan lokasi. Waktu itu ia harus membayar sesuatu yang datanya ada di ponsel. Otomatis ia mengeluarkan ponselnya, membuka catatan dan setelah selesai menaruhnya di tempat tak jauh dari mesin ATM. Selesai transaksi, melihat ada yang sudah mengantri, ia buru-buru pergi. Baru sadar ketika sudah jauh dan akan menggunakan ponselnya ia kelabakan.
Kembali ke mesin ATM ternyata ponselnya tidak ada. Namun ia melihat ada CCTV di ruang ATM. Ia bertanya pula ke pemilik SPBU yang ternyata memasang CCTV di luar untuk melihat-lihat rekaman sekitar waktu kejadian ia masuk ATM. Setelah meminta bantuan beberapa temannya, ia bisa melihat rekaman CCTV di ruang ATM dan di luar ATM. Dari rekaman itu, ternyata seorang ibu yang berpakain necis dan mengendarai mobil di belakang dia lah yang mengambil ponselnya. Mungkin karena tahu nilai ponsel maka si ibu yang secara materi terlihat kecukupan itu mengembatnya juga. Padahal, bisa saja ia menitipkan ponsel itu ke penjaga SPBU.
Memang benar peribahasa Amerika tadi. Jangan nilai sebuah buku melalui sampulnya. [Elisabeth Wang / Banda Aceh / NAD / Tionghoanews]