Daun membalas sapaan itu, "Selamat pagi. Ada apa kamu sampai di sini?"
Ulat melamun sejenak lalu berkata lirih, "Aku ingin minta pertolonganmu. Setiap pagi kamu bisa sarapan dari ranting pohon dan tidak perlu pergi jauh-jauh. Sementara itu, aku tidak selalu mudah mendapatkan makanan. Aku lapar. Daun yang baik, itulah alasannya mengapa aku berada di sini."
"Baiklah, aku akan membantu kamu," kata daun dengan simpatik. "Namun masalahnya, saya terikat pada ranting pohon, sehingga saya tidak dapat pergi untuk membantumu mencari makanan."
"Daun, sobatku. Tahukah kamu bahwa kamu mempunyai pakaian hijau yang indah?" tanya ulat.
Daun gembira hatinya karena pujian itu. Kemudian ia mendengar desahan suara ulat. "Seandainya saja aku bisa mendapatkan sebagian dari bajumu itu…"
Pada mulanya daun tidak begitu yakin akan apa yang baru saja didengarnya, tetapi ketika ia melihat sorot mata ulat, ia tak bimbang lagi. Ia menarik napas panjang dan berpikir, "Kasihan, ulat begitu lapar dan lelah. Aku akan memberikan sedikit dari pakaianku. Biarlah, aku tetap akan bisa bergembira meskipun pakaianku berlubang."
Daun memberikan sedikit pakaiannya pada ulat. Ulat pun memakannya. Dia mengucapkan banyak terima kasih.
Daun sekarang berlubang di tengahnya. Ia merenungkan kehidupannya. Ia merasa bahwa hidupnya sangat berguna dan membahagiakan. Pada akhir musim, warna daun berubah menjadi cokelat. Keriput. Lalu akhirnya jatuh gugur ke tanah. [Elisabeth Wang / Banda Aceh / NAD / Tionghoanews]