"Tuan, gunakan saya seperti apa yang tuan kehendaki. Saya siap sedia."
"Agar kamu bermanfaat, saya harus membelahmu," sambung tukang kebun.
"Membelah aku? Gunakan aku semaumu, tapi jangan membelahku. Aku bambu yang paling indah dalam kebunmu," bambu itu memohon.
"Bila saya tidak membelahmu, saya tidak bisa menggunakanmu."
Bambu yang paling tinggi dan indah itu tiba-tiba merasa sedih dan pilu. Angin menggoyang-goyangkannya ke sana ke mari. Di sekitarnya ada beberapa kupu-kupu yang gelisah beterbangan. Akhirnya bambu itu membungkuk dan berbisik, "Tuan, bila satu-satunya jalan demikian, belahlah saya."
"Kalau begitu, saya akan memotong dan membelahmu."
Tukang kebun itu memotong dan membelahnya. Kemudian ia membawa dan meletakkannya di antara lahan yang kering dan sumber air. Bambu itu dijadikan saluran yang mengalirkan air ke ladang-ladang, mendatangkan kesuburan, memberikan berkah yang melimpah bagi banyak orang. [Dina Kwek / Ternate / Tionghoanews]