KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 01 Oktober 2012

MANAJER ITU ANAK TERBUANG

Sejak pertama, kehadiranku memang tidak dikehendaki. Empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan sudah dirasa cukup oleh orangtuaku, sehingga kelahiranku sendiri sama sekali tanpa sambutan layaknya anggota keluarga baru. 

Sebagai anak bungsu, aku sama sekali jauh dari sentuhan kasih sayang, apalagi pasca kelahiranku, usaha papa mengalami kemunduran. Parahnya, aku dianggap sebagai pembawa sial dalam keluarga. Akhirnya tanpa pernah aku sempat memahami apa yang tengah terjadi, aku sudah memperoleh 'keluarga baru' alias orangtuaku memberikan aku yang kala itu masih bayi kepada sepasang suami istri, pemilik warung kecil di kotaku, Palembang.

'Orangtua baru'ku ini memang sangat mendambakan anak setelah delapan tahun menikah. Karenanya saat ditawari untuk mengasuhku, mereka menerimanya dengan tangan terbuka. Sungguh, bagi mereka, sebuah anugerah bisa diberi kesempatan membesarkan seorang anak. Selanjutnya, aku hanya mengerti bahwa merekalah orangtuaku, tidak ada lagi orangtua yang lain.

Secara ekonomi, aku memang tidak tidak dilimpahi banyak materi, namun aku mendapatkan begitu banyak kasih sayang dari kedua orangtuaku. Tak hanya itu, mereka juga membekaliku dengan ajaran agama yang kuat.

Selepas SMU, ayah dan ibu sudah tidak mampu membiayai sekolahku lagi. aku berkeras ingin merantau ke Jakarta untuk bekerja dan melanjutkan sekolah dengan biaya sendiri. Aku sudah bertekad, bekerja apa saja asal halal dan hasilnya akan kugunakan untuk meneruskan sekolah dan meraih cita citaku menjadi Sekretaris. 

Dengan penuh tangis dan segenap doa baik yang terucap maupun tidak, ayah dan ibu melepas kepergianku ke Jakarta bersama sepupu ayah yang memang sudah sejak lama bekerja di Jakarta sebagai baby sitter. 

Tiba di Kota Metropolitan, Jakarta, aku tinggal serumah dengan sepupu ayah di kontrakannya dan mendaftarkan diri sebagai baby sitter di agen penyalur Baby Sitter 'Setia' yang berlokasi di kawasan Buaran, Jakarta Timur. Setelah dinyatakan lulus, aku mulai bekerja di sebuah keluarga yang memiliki dua orang anak kecil, yaitu Keluarga Pak Hendra. Aku bekerja cukup keras di rumahnya, tidak hanya sebagai baby sitter, juga merangkap menjadi pembantu sekaligus pencuci dua mobil milik Pak Hendra.

Sifat Pak Hendra sendiri sangat baik dan sering memberiku makanan sisa, sedangkan Ibu Hendra bertolak belakang dengan suaminya. Wanita itu sering memakiku dengan kata kata kasar, segala jenis binatang bisa meluncur deras dari bibirnya untuk mencaci makiku. Semua itu tidak membuat aku takut, semua aku terima dalam diam, karena aku membutuhkan uang untuk biaya melanjutkan sekolah. Tidak cukup sampai di situ, Bu Hendra kerap memukul, menyiram bahkan sampai melempar sandal ke tubuhku. Semua itu tidak mematahkan semangatku, tekadku untuk meneruskan sekolah demikian besar sampai mengalahkan rasa sakit apapun yang mendera tubuhku. 

Tanpa terasa sudah dua tahun aku mengabdi menjadi baby sitter sekaligus pembantu rumah tangga keluarga Pak Hendra dan selama itu pula aku menabung seluruh gajiku, hingga akhirnya aku dapat mendaftarkan diri ke Akademi Sekretaris. 

Lulus dari Akademi Sekretaris, tanpa menunggu waktu, aku langsung mencari pekerjaan di semua tempat. Beruntung aku diterima bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan yang baru saja berdiri. Segera kukabarkan berita bahagia ini kepada orangtuaku dan selalu kumintakan doa dari mereka.

Selama dua tahun aku bekerja sebagai sekretaris, mendadak aku dipromosikan menjadi Asistan Manager. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Aku semakin keras bekerja dan semaksimal mungkin menunjukkan kemampuanku, hingga pimpinan perusahaanku senantiasa puas dengan hasil kerjaku.

Sekarang aku sudah menjadi seorang  Sales Manager dengan membawahi 18 orang sales. Penghasilankupun cukup untuk membeli sebuah rumah dan mobil. Kedua orangtuakupun sudah kubawa serta menempati rumah baruku di Jakarta.

Hal yang tidak pernah kuduga adalah, Pak Hendra, mantan bos-ku saat aku masih menjadi baby sitter sekarang menjadi asistenku. Perusahaan dimana Pak Hendra bekerja sebelumnya ternyata bangkrut, ketika melamar di perusahaan tempatku bekerja, ia diterima sebagai Asisten Sales Manager. 

Dari semua anugerah yang berhasil kuraih hingga saat ini, hanya satu hari saja yang tak terlupakan. Yaitu hari dimana orangtuaku mengungkapkan jati diriku yang sebenarnya, bahwa aku hanya anak angkat mereka, anak yang dititipkan kepada mereka. Pada hari itu juga mereka ingin mengenalkan aku kepada orangtuaku yang sesungguhnya, mama dan papaku.  

Aku seperti merasakan kiamat saat itu, tubuhku limbung, dadaku seakan tidak memiliki ruang yang cukup untuk bernafas saat mengetahui bahwa aku hanya anak angkat semata. Aku ingin menolak kenyataan ini, tapi aku hanya sanggup menangis keras. Sulit menerima kenyataan yang sesungguhnya, karena aku hanya tahu orangtuaku adalah mereka yang selama ini aku panggil ayah dan ibu, bukan mama dan papa. 

Setelah kesedihanku reda, aku pasrah ketika ayah dan ibuku mengenalkanku dengan seluruh anggota besar keluargaku yang asli di Palembang. Aku tergugu, tercengang, kaget dan tidak percaya ketika memandangi satu persatu anggota keluargaku. Salah seorang kakak perempuanku adalah Bu Hendra yang hobi mencaci, memukul dan memperlakukanku semena-mena saat aku masih menjadi bebay sitter-nya. Otomatis, kakak iparku, Pak Hendra adalah bawahanku di kantor. Menyadari hal itu, Bu Hendra itu menjerit histeris dan berteriak tidak percaya bahwa aku - mantan baby sitternya - sudah menjadi atasan suaminya. 

Belum lagi berganti hari, keluarga besarku ini mulai melancarkan serangan mematikan. Sadar bahwa posisiku di kantor amat menjanjikan dengan penghasilan yang lumayan bagus, mereka mulai memintaku berbakti secara materi, terutama kepada mama dan papa yang notabene orangtua biologisku.

Aku duduk terdiam, memandangi mereka satu persatu. Aku hanya mengucapkan beberapa kalimat pendek saja, "Kemana kalian ketika aku membutuhkan kasih sayang? Kalian malah membuangku dan sekarang kalian memintaku berbakti secara materi? Aku tidak pernah mengenal kalian sebelumnya, aku cuma mengenal anda sebagai Bu Hendra yang hobi menyiksaku," tunjukku pada salah seorang kakak perempuanku.

Aku hanya mengenal ayah dan ibu sebagai orangtuaku, bukan mama dan papa. Selama ini merekalah yang telah memperjuangkan kehidupanku, yang memberikan kasih sayangnya dengan tulus hingga saat ini, bukan kalian. Dan aku hanya ingin berbakti pada mereka, bukan dengan kalian, kataku tegas sambil berlalu meninggalkan rumah keluarga besarku. [Vivi Tan / Jakarta] Sumber: Kisah-Nyata

PESAN KHUSUS

Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

MENU LINKS

http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA