Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya ke dalam rumah. Pak Petani menyelimuti telur itu dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap hangat. Setelah itu dia pergi ke pasar untuk bekerja.
Pak Petani membuat telur itu menjadi hangat setiap hari sampai telur itu menetas. Ternyata telur itu adalah telur Burung Camar, mungkin induknya menjatuhkannya ketika hendak pindah ke tempat yang lebih hangat. Pak Petani merawat Burung Camar kecil itu dengan penuh kasih sayang. Dia selalu membagi setiap makanan yang diperolehnya dari bekerja di pasar. Ketika harus meninggalkan Burung Camar itu sendirian, Pak Petani akan meletakkannya di dalam kardus dan menyalakan perapian agar Burung Camar tetap hangat.
Hari-hari berlalu, Burung camar kecil tumbuh semakin besar. Pak Petani sadar, Burung Camar ini tidak selamanya akan tinggal bersama dirinya. Dengan berlinang air mata, Pak Petani melepaskan Burung Camar itu agar pergi ke selatan, ke tempat yang hangat.
Suatu hari, Pak Petani terbaring sakit karena kedinginan, dia tidak punya uang untuk membeli obat, kayu bakar dan makanan.
Tok…tok…..tok……., terdengar suara dari pintu rumah Pak Petani.
Ternyata Burung Camar itu kembali, diparuhnya terdapat benih tanaman.
Pak Petani heran Burung Camar itu masih mengingatnya, dibiarkannya Burung Camar itu masuk dan memberinya minum. Sambil memandang benih yang dibawa oleh burung Camar, Pak Petani bertanya-tanya… benih apakah ini ? dapatkah aku menanamnya di tengah musim dingin ini ? tanyanya dalam hati.
Burung Camar keluar dari rumah Pak Petani, membuat lubang di halaman rumah Pak Petani lalu menanam benih itu . Ketika hari menjelang senja Burung Camar itu pergi meninggalkan Pak Petani.
Esok harinya, keajaiban terjadi, benih yang ditanam Burung Camar tumbuh menjadi Pohon lengkap dengan buahnya hanya dalam sehari !!!! Pak Petani sangat terkejut melihatnya.
Karena lapar, Pak Petani memakan buah pohon itu. Ajaib, tubuhnya menjadi kuat dan dia tidak merasa sakit. Karena Keajaibannya, Pak Petani menamakan Pohon itu Pohon Dewa, karena buahnya dapat membuat Pak Petani menjadi sehat kembali.
Pak Petani merawat pohon itu dengan baik. Meskipun musim dingin, pohon itu terus berbuah dan tidak menjadi kering. Pak Petani menjual buah itu dan mendapatkan banyak uang.
Sekarang Pak Petani tidak lagi kedinginan dan kelaparan. Meskipun demikian , Pak Petani tetap murah hati, dia ingat bahwa apa yang diterimanya sekarang adalah buah dari ketulusannya menolong sesama makhluk hidup. [Vina Koh / Pangkal Pinang / Bangka / Tionghoanews]