2. Anak tersebut anak yatim piatu dan punya nama marga. Anak angkat jenis ini tidak perlu diberi nama marga, hanya memberi nama saja. Anak angkat ini juga masih bisa tinggal dalam lingkungan keluarganya sendiri.
3. Anak yang dikwepang atau anak asuh. Kategori anak asuh adalah anak yang punya orang tua, punya nama marga dan nama sendiri. Biasanya anak yang di kwepang masih tinggal bersama orang tua aslinya, dan memanggil keluarga orang tua angkat sebagai anggota keluarga dalam. Contoh si A di kwepang oleh keluarga B. Si A memanggil papa dan mama kandungnya sendiri dengan sebutan II Atau Ithio ( Bibi atau Paman). Sementara didalam Keluarga si B ia memanggil Baba dan Mama. Dalam hal ini si A memiliki 2 orang tua.
Dalam Tradisi Tionghoa yang dimaksud dengan anak yang dikwepang adalah anak yang kondisi badannya kurang sehat atau tidak cocok dengan orang tuanya menurut perhitungan Bajinya atau hong shuinya. Biasanya menitip anak asuh tujuannya adalah agar si anak bisa tumbuh dengan sehat dan masih menghormati kedua orang tuanya sendiri dan orang tua Asuhnya.
Ada dua alasan utama urusan angkat anak di budaya Tionghoa.
- Demi pendidikan, masa depan, dan demi kesehatan si anak
- Karena alasan Baji atau hong shui yang bentrok unsur-unsur antara si anak dengan orang tuanya.
Biasanya dalam tradisi tionghoa ada jenis kwepang kepada para dewata terutama Dewi Laut Atau Ma Cho Po, tujuannya adalah agar si anak dilindungi oleh Ma Cho Pho dalam perjalanan hidupnya, tidak mengalami gangguan, dari segi kesehatan, mahluk halus dan sebagainya, sampai ia dewasa. Atau anaknya mempunyai jiwa pengecut, lalu dikweepang oleh Dewa Kwan Kong dengan tujuan agar memiliki keberanian dan sifat tanggung jawab. Kalau sering sakit-sakitan maka dicari orangtua angkat “dewa” panjang umur atau shou xing, kalau anaknya ingin pintar maka dicari Dewa Wenchang dijun.
Tetapi memang ada juga yang kalau menurut perhitungan anak tersebut ada masalah dimasa depannya , maka dicari orang tua angkat yang “dewa” dengan tujuan untuk melindungi si anak. Ada juga yang mengangkat Yuhuang Dadi menjadi orang tua angkat hanya gara-gara masalah bunyi jiujiu atau 99 yang artinya 99 adalah panjang umur.
Secara umum, upacara pengangkatan itu dengan cara meletakkan 1 meja, disebutnya ganpanZi, diatasnya ada teko arak,cangkir, hiolo, dan lilin. Anak yang mau diangkat anak dibimbing untuk kowtow kepada orang tua angkatnya, memberi arak dan makanan sambil berkata “ayah dan ibu angkat silahkan minum dan makan”. Orang yang mengangkat anak lalu memberi nama kepada anak angkat tersebut.
Orang tua anak itu memberi celana, ikat pinggang kepada orang tua angkat anaknya. Orang tua angkat memberi baju untuk anak angkatnya, dibajunya diletakkan 1 jarum yang artinya secara tulus hati mengangkat anak tersebut, dan juga terkadang dikasih bawang yang bunyinya chong yang senada dengan chongming yang artinya pintar, hal ini dilakukan dengan harapan agar anak angkatnya kelak menjadi anak yang pintar.
Tujuan dilakukannya hal-hal tersebut diatas adalah agar anak tersebut kelak bisa menjadi orang yang baik dan sehat selalu. Tidak ada hubungannya dengan hoki berhoki, kecuali anak tersebut diangkat anak oleh seorang yang memang kaya.
Setelah itu masih ada serangkaian kegiatan lagi yang harus dilakukan oleh si anak angkat dengan orang tua angkatnya, dimana semua kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi harapan orang tua angkatnya, agar si anak angkat itu kelak panjang umur, sehat dan kelak berhasil menjadi orang.
Ada tiga hal alasan mengangkat anak :
1. Karena tidak mempunyai keturunan
Kalau masalahnya tidak mempunyai keturunan, biasanya mengangkat anak dari keluarga sendiri dan biasanya laki-laki, yang marganya sama, lalu diasuh sama orang tua angkatnya, dan si anak ini nanti memenuhi kewajiban ( mengurus orang tua) yaitu orang tua angkatnya, bukan kepada orangtua kandungnya.
Kalau yang seperti ini biasanya tidak memakai upacara bermacam-macam, lebih bersifat hubungan kekeluargaan diantara orang tua kandung dan orang tua angkat saja, orang lain tidak perlu tahu, bahkan si anak sendiri seringkali juga tidak tahu. Sehubungan hak waris, sia anak berhak mewarisi dari orang tua angkat, bukan dari orang tua kandung.
Tetapi biasanya juga yang mengangkat anak ini keadaan perekonominya lebih baik dari orang tua kandungnya, atau si anak mempunyai banyak saudara, dimana biaya untuk makan banyak anak juga lebih sulit dibandingkan hanya memiliki sedikit anak, atau si anak bertempat tinggal di kampung, dimana untuk biaya makan saja sudah susah, apalagi ditambah biaya pendidikan dan lain sebagainya.
2. Karena masalah ‘ciong’
Kalau masalah ‘ ciong ‘ diamana tanggal lahir tertentu yang dianggap tidak cocok dengan orang tua kandungnya, katanya bisa menyebabkan sakit, mati atau bangkrut atau apalah yang bisa dibilang jelek-jelek, kemudian di “kias” dengan cara mengangkat anak orang lain.
Kalau yang ini biasanya upacaranya lebih rumit, misalnya: memakai acara merangkak di kolong meja makan, menyuguhkan teh, sembahyang di depan altar leluhur, sembahyang kepada langit dan bumi, makan-makan, announcement sama keluarga dan kerabat dekat bahwa si A sekarang sudah menjadi anaknya si C dan bukan anaknya si B.
Dalam hal ini, nanti si anak tetap tinggal bersama orang tua kandungnya, tetapi panggilannnya diganti, biasanya dipanggil Asuk atau Acek atau Apak terhadap ayah kandungnya sendiri. Jika nanti sewaktu orang tua angkatnya meninggal, dia harus ikut ‘tuaha’ atau memakai baju belacu menurut adat istiadat acara kematian di tionghoa. Tetapi dia tidak punya hak waris dari orang tua angkatnya ( kecuali diberi wasiat) dan tetap punya hak waris dari orang tua kandungnya.
3. Karena masalah ‘mancing’ anak
Mancing anak adalah suatu proses yang dilakukan oleh sepasang suami isteri yang lama tidak mempunyai anak, dengan cara mengambil anak orang lain atau mengangkat anak, dan biasanya anak kerabatnya sendiri, dengan menganggap anak itu seperti anaknya sendiri, dirawat, dipelihara dengan baik, dengan harapan supaya dengan mengambil anak tersebut bisa juga memiliki anak sendiri.
Kalau masalah ‘mancing’ anak biasanya tidak memakai segala macam upacara sembayangan dan makan-makan. Anak tersebut akan tinggal di rumah orang tua angkatnya, juga memanggil mama-papa kepada orang tua angkatnya, disini hanya sementara saja, sampai si orang tua angkat mempunyai anak sendiri, sedangkan si anak angkat boleh tetap tinggal dirumah itu atau dikembalikan kepada orang tua kandungnya, itu terserah orang tua angkatnya, kalau pulang pun biasanya diberi kado atau hantaran seperti sangji, karena berhasil “mancing” anak.
Anak yang bisa “mancing” ini bisa dua-tiga kali mancing yang berarti nanti dia akan mempunyai dua-tiga orang tua angkat pula. Kalau untuk masalah ini si anak tidak mempunyai hak waris dan tidak wajib “tuaha” kalau orang tua angkatnya meninggal.
Jadi tidak semua urusan kweepang berkweepang atau angkat mengangkat anak itu
berbau mistik semuanya tetapi adalah tradisi yang dilakukan atau diwariskan dari generasi ke generasi, untuk kebahagiaan dan kesejahteraan si anak angkat maupun kedua orang tuanya baik orang tua angkat maupun orang tua kandungnya sendiri. Dan biasanya tradisi ini masih dilakukan oleh beberapa masyarakat tionghoa. [Siao Fung / Pematang Siantar / Sumut / Tionghoanews]