KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 27 April 2012

SELAMAT JALAN AYAH !

Semuanya terasa indah. Aku terlahir di keluarga kecil di sudut kota. Pagi-pagi sekali, setiap hari aku membantu bapakku membawa daganganya ke pasar. Di usianya yang tak lagi muda,

sungguh aku sedih melihat dia masih berkerja. Aku belum bisa berbuat apa-apa. Tapi ada keyakinan aku, suatu saat nanti semua tanggung jawab akanku ambil.

Aku tinggal dengan ibu, bapak dan adik laki-lakiku Putra namanya. Namaku Wahid, aku bersekolah di sekolah terbuka. Dulu aku bersekolah di STM, tapi aku tidak kuat melihat keadaan keluargaku, dan aku memutuskan untuk pindah sekolah. Di sekolah terbuka aku tidak terlalu tertekan mengenai biaya, dan waktu luangku lebih banyak dan aku bisa membantu bapakku di pasar.

Siang itu, saat pulang sekolah, seperti biasa aku habiskan waktuku dipinggiran jalan. Untuk mencari botol aqua. Memang penghasilan yang aku dapat tidak seberapa, namun aku bersyukur bias membantu ibuku yang sedang sakit dirumah dan bapakku yang selalu menggucurkan keringatnya untuk keluarga kami.

Selesainya aku mencari aqua, aku langsung pulang karena waktu sudah sore. Diperjalanan aku bertemu banyak teman-temanku. Ada yang mengataiku, ada juga yang kagum melihatku. Aku sudah terbiasa dicemooh, sejak aku masih sekolah disekolah formal aku sering di cemooh, karena keluargaku yang dari golongan bawah. Dan saat banyak yang memuji semangatku, aku hanya bisa tersenyum, aku bersyukur atas semuanya.

Suatu hari bapakku jatuh sakit, dan akupun harus mencari biaya untuk obat bapakku. Sudah beberapa hari aku selalu pulang larut malam, tidak seperti biasanya. Aku tetap menjalani kegiatanku itu tanpa meninggalkan pendidikanku. Saat aku baru pulang dari tempat pengepul barang bekas untuk menukar aqua yang aku kumpulkan dengan sejumlah uang., aku melihat kondisi bapakku makin parah, aku dan adikku bergegas membawanya ke rumah sakit.

Andai saja kami menjadi warga yang sah, pasti kami memiliki kartu puskesmas, rumah saja kami buat sendiri di tepian kali, sudah mampu makan saja kami sudah cukup bersyukur. Saat selesai periksa, aku melihat biaya yang harus aku bayar, biaya hari itu menguras pendapatanku selama satu minggu.

Tidak ada yang bisa aku bawa pulang kerumah, sedangkan aku tahu ibuku belum makan. Aku meminta adikku untuk pulang terlebih dahulu, dan akupun pergi warung makanan pinggir jalan berharap ada sisah makannan yang aku temui.

Saat hendak mencari makanan, aku melihat seorang peria yang membawa kabur dompet seorang ibu-ibu dengan paksa. Saat dia berlari kearahku, aku sengaja menabraknya dan dompet itu pun terjatuh.Dia meninggalkan dompet besar itu dan diapun berlari. Aku melihat banyak orang menghampiriku dan bertanya padaku. Mereka menyangka aku adalah salah satu dari komplotan peria itu. Aku coba menjelaskan, tapi gerombolan peria itu tidak percaya dan memukuli aku dan terus memaki aku.

Saat itu datanglah ibu yang dompetnya di ambil paksa oleh peria itu, dan dua orang security, dia melerai dan berkata bahwa bukan aku pelakunya, seolah dia mengetahui kejadiannya. Ibu itu langsung memarahi semua orang itu. Aku masih mampu berdiri, namun wajahku babak belur dan penuh darah. Ibu itu pun mengajakku ke rumah sakit dan disana aku di obati. Aku mengembalikan dompet ibu itu Aku tidak di rawat karena luka yang aku derita hanya bocor di kepalaku dan hanya di jahit dan aku diperbolehkan pulang. Dia bertanya padaku  tentang alamat rumahku, aku mnjawabnya, aku tinggal di bantaran kali. Dia mengajakku makan di salah satu warung pinggir jalan.

Disana aku dan ibu itu berbincang-bincang. Aku menjelaskan bahwa aku sering di sini, untuk mengumpulkan aqua bekas. Sesudahnya aku di belikan makanan, dia bilang untuk aku dan keluargaku di rumah, aku senang akhirnya aku berpamitan dan berterimakasih padanya. Saat aku berbalik, dia memanggilku, aku bertanya padanya kenapa memanggilku? Dia member aku sejumlah uang, bersyukurlah aku di saat ini datang pertolongan  yang tidak aku duga. Saat itu akupun izin untuk pulang kepada ibu itu dan bertrima kasih padanya.

Saat di perjalanan pulang aku melihat ada seorang bapak-bapak rentah duduk di depan kios, dengan memegang perutnya. Aku teringat bapakku yang sakit. Aku menghampirinya dan bertanya padanya. Ternyata dia memegang perutnya karena dia belum makan.
Aku memberikan makanan jatahku padanya. Dia menerima pemberianku, aku lanjutkan kembali perjalananku untuk pulang. Sesampainya di rumah, aku melihat ada bendera kuning berkibar di rumahku. Aku langsung berlari ke dalam, betapa kagetnya aku, aku melihat bapakku sudah tergeletak, dan di doakan oleh tetangga-tetanggaku. Tak kuasa aku menahan rasa sedih dan kagetku, aku menangis tanpa henti disitu, di tempat aku berdiri.

Tak ada lagi senyumnya, tidak ada lagi candanya di gubuk sederhana milik kami. Kulantunkan azan di telingganya. Untuk kedua kalinya aku menangis. Aku belum sempat membahagiakan dia, namun dia sudah meninggalkan kami. Aku berjanji pada diriku, kelak aku akan membawa keluarga ini menjadi lebih baik. Bapak, kau adalah yang akari aku tentang semangat hidup. Bapak, kami mencintaimu dengan tulus. [Vivi Tan / Jakarta]

* Sumber: Google Search Engine

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA