Hal itu terbukti, karena sampai beberapa waktu kami kesulitan mendapatkan sopir yang kami nilai cukup baik. Ada beberapa pengganti yang usianya lebih muda dari Pak Kirman, namun akhirnya kami tak memperpanjang masa kerjanya, karena kebanyakan dari mereka tak memiliki kecakapan dalam menjalankan tugasnya.
Sampai beberapa minggu lamanya kami terpaksa tak memiliki sopir. Hingga suatu hari, papa kembali membawa seorang sopir. Namanya Robi (bukan nama sebenarnya), usianya tak berbeda jauh dengan usiaku, tubuhnya atletis, wajahnya juga cukup tampan. Sepertinya ia lebih cocok jadi seorang artis ketimbang jadi seorang sopir. Dan aku sepertinya juga langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tak terasa, sudah dua tahun Robi menjadi sopir pribadi di keluargaku, rupanya kami memang telah menemukan orang yang cocok. Apalagi buatku, Robi bukan saja seorang sopir yang menyenangkan, tetapi juga bisa aku "pakai" untuk hal lain, seperti menemaniku saat aku membutuhkan pendamping untuk menghadiri berbagai party yang digelar teman-teman kuliahku. Terus terang penampilan Robi memang tak membuat aku malu untuk membawanya.
Kerena seringnya ia mengantarkanku, benih-benih cinta menjadi sangat subur tumbuh di hatiku, begitu pula halnya dengan Robi. Secara diam-diam kami akhirnya menjalin hubungan yang lebih serius. Aku tahu jika hubungan ini diketahui ayahku, mungkin Robi akan langsung dipecat karena telah berani memacari anak majikannya. Aku tahu betul sifat papa dan mama. Mereka hanya mau menerima lelaki dari kalangan yang setara dengan mereka.
Namun sepandai-pandainya kami menyembunyikan hubungan itu, orang tuaku akhirnya memergoki aku yang sedang berduaan dengan Robi. Saat itu juga Robi langsung diusir oleh papaku. Ia juga tak diperkenankan untuk bertemu denganku, apalagi meneruskan jalinan cinta ini. Betapa pedih hatiku saat itu, karena hubungan itu tengah berada pada titik kemesraan yang menggelora. Aku memang tak kuasa menahan Robi, yang kubisa cuma menangis meratapi kepergian Robi.
Dua hari setelah itu, papa dan mama kembali memberi kabar yang menyakitkan untukku. Untuk yang kedua kalinya papa mencoba menjodohkanku dengan seorang lelaki yang tidak aku kenal, sebut saja namanya Reka (bukan nama sebenarnya) yang masih ada hubungan keluarga dengan kami. Yang membuatku kesal dan sakit hati, keluarga Reka akan segera datang melamarku tanpa memberiku kesempatan berfikir dan memutuskan untuk menerima atau tidak.
Hari itu aku mencoba menghubungi Robi, berharap ia bisa membawaku pergi dan menghindari perjodohan ini. Tapi Robi tak dapat aku hubungi lagi, aku hanya bisa mengurung diri di kamar, karena mama dan papa melarangku keluar rumah. Mungkin mereka melihat gelagat mencurigakan dari gerak-gerikku yang akan kabur dari rumah. Malam itu aku tak bisa tidur, mataku membengkak karena terus-menerus menangis.
Esok paginya, mama datang ke kamarku dan membawakan satu stel pakaian untuk menyambut kedatangan keluarga Reka. Aku memang tak bisa membantah, tapi aku masih memiliki kesempatan untuk kabur dari rumah. Setelah mengetahui aku telah berpakaian rapi, mama akhirnya keluar dari kamar dan kesempatan untuk kabur akhirnya kudapatkan.
Tepat saat keluarga Reka datang, aku mencoba kabur lewat jendela kamar. Namun malang, saat aku mencoba keluar, kakiku terpeleset dan aku jatuh. Secara reflek aku berteriak, karena rasa sakit yang mendera kakiku. Dan karena teriakan itu pula keluargaku dan keluarga Reka yang ada di depan rumah berhamburan menuju sumber suara.
Yang pertama kulihat adalah, seorang pria ganteng dengan senyum yang amat kukenal, "Ran kamu ngga apa-apa?" suara itu juga sangat aku kenal. "Robi..? kenapa kamu ada disini, aku ngga apa-apa Rob," jawabku dengan nada heran. Berturut-turut akhirnya datang keluargaku dan juga keluarga Reka. "Kamu apa-apaan sih Ran?" tanya mama, setelah melihat aku yang sudah berdiri tertatih-tatih dengan baju yang kotor di beberapa bagian.
Setelah semuanya berada di ruang tamu, barulah aku bisa mengerti. Sebenarnya Reka adalah Robi mantan sopir yang sempat bekerja di keluarga kami. Dan ternyata Robilah yang selama ini hendak dijodohkan denganku. Karena aku terus menolak perjodohan itu, membuat papa akhirnya berencana memperkenalkan aku dengan calon suamiku dengan cara yang sama sekali tidak aku sangka, yaitu mempekerjakan Robi sebagai sopir. Dan akhirnya aku memang termakan umpan yang diberikan papa.
Jika aku tahu bahwa aku akan dijodohkan dengan pria ganteng seperti Robi, aku mungkin tak akan berusaha kabur dan mencelakai diriku sendiri. Saat itu walau sangat bahagia aku masih saja mengomel panjang pendek, karena rencana ayah, aku jadi sempat berniat bunuh diri dan akhirnya kakiku keseleo akibat terjatuh dari jendela kamarku. Mendengar rencanaku tersebut mereka cuma tertawa-tawa. [Olivia Li / Bandung] Sumber: Mylove