Suatu hari, seperti biasa, janda itu membawa brokatnya ke pasar dan menjualnya, brokat itu laku dengan cepat. Lalu ia berberes toko dan hendak berbelanja keperluan dapur.
Tiba-tiba dia berhenti dan berkata, "Oh!.."
Matanya terpana pada sebuah lukisan yang sangat indah tergantung di salah satu toko. Lukisan itu menggambarkan taman istana yang berwarna merah, kuning, hijau dan biru, menjulang langit dan diantaranya terdapat bidadari-bidadari yang bercengkerama menikmati taman.
"Apa kamu suka, Nyonya? Tanya penjual toko. "Ini adalah lukisan Istana Matahari. Letaknya jauh di timur dan merupakan rumah dari para bidadari."
"Cantik sekali", ujar janda itu. "Apakah tempat itu ada? Membuatku ingin berada disana."
Meskipun harganya sangat mahal, janda itu tidak tahan untuk tidak membelinya. Saat ia pulang ke rumah, ditunjukkannya lukisan itu pada anaknya.
"Lihat, Chen! Indah sekali ya, pernahkah kamu melihat yang lebih indah dari tempat ini? Betapa mama ingin hidup di istana itu, atau setidaknya, mengunjunginya!"
Chen memandang ibunya dan berkata, "Ma, mengapa tidak ditenun saja diatas kain brokat? Tempat indah itu akan tercipta disana."
"Wah, Chen, idemu sangat bagus! Baiklah, mama akan mulai hari ini juga."
Dia mulai menenun kain brokatnya. Dia bekerja berjam-jam, lalu berhari-hari, lalu berminggu-minggu sampai kadang lupa makan dan tidur. Matanya mulai lelah dan tangannya letih.
"Ma, istirahatlah!", ujar Chen mengingatkan.
"Oh, Chen, tidak bisa distop. Saat mama menenun, mama merasa berada di istana Matahari, dan tidak mau pergi dari sana."
Karena ibunya tidak lagi menenun kain brokat untuk dijual, Chen terpaksa mencari kayu bakar di hutan dan membelah-belahnya, kemudian dijual di pasar agar dapat membeli beras dan lauk pauk dan memasak untuk ibunya. Bulan demi bulan berlalu, dan mama Chen terus bekerja.
Suatu hari saat sedang membelah kayu, Chen mendengar mamanya menangis. Buru-buru dihampiri ibunya. "Ada apa Ma?"
"Mama sudah menyelesaikannya."
Brokat itu tergeletak diatas lantai, dan, jauh lebih indah daripada lukisan, sebuah taman yang sangat cantik beserta para bidadari yang bercengkerama, benar-benar terlihat hidup.
"Kelihatan sangat hidup Ma..", rasa kagum Chen tak terbendung. "Sepertinya saya bisa melangkah masuk kedalamnya!"
Tiba-tiba, angin bertiup kencang dari jendela, dan menerbangkan kain brokat itu pergi. Chen dan ibunya lari keluar mengejarnya, namun kain brokat itu terbang ke arah timur.
"Hilang!" teriak janda itu dan ia pingsan.
Chen memanggul ibunya dan menidurkannya di ranjang dan menunggui ibunya. Akhirnya mata ibunya terbuka. "Chen, tolong cari brokat itu sampai ketemu..."
"Jangan khawatir Ma, Saya akan cari sekarang!" Mama baik-baik disini ya!" Chen pergi ke arah timur, dia berjalan berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, namun belum ada tanda-tanda keberadaan brokat itu.
Suatu hari, ia bertemu seorang nenek yang menuntun seekor kuda. Ia bertanya kepada nenek itu apakah pernah melihat brokat bergambar istana Matahari.
"Oh ya, aku tahu. Brokat Istana Matahari! Tahukah nak, angin itu ditiupkan oleh bidadari dari Istana Matahari. Mereka ingin membuat brokat juga dengan mencontoh pola brokat ibumu!" "Tapi ibuku menginginkannya kembali! Ia sakit sekarang dan hanya brokat itu yang bisa menyembuhkannya!" "Tolong saya, saya ingin melakukan apapun agar ibu saya bisa mendapatkan kembali brokatnya!"
"Sunggguh anak yang berbakti…Kalau demikian, kamu harus mencoba untuk mengambilnya. Pergilah ke istana Matahari, pakailah kudaku, ia akan menunjukkan jalannya!"
"Terima kasih banyak Nek" ujar Chen.
"Dengar dulu, Chen. Kuberitahu, pergi ke sana itu tidak gampang, nanti kau akan melewati Gunung api. Bila kamu mengaduh atau berteriak sekecil apapun, kamu akan terbakar jadi abu. Setelah itu kamu harus melewati Lautan Es. Sekali kamu mengeluh, kamu akan menjadi es batu. Masih maukah kamu pergi?"
"Saya harus mengambil kembali brokat ibu saya." ujar Chen berketetapan hati.
"Anak baik, Naiklah kuda ini dan pergi." Setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi, Chen dan kuda itu lari kencang menuju istana Matahari. Mereka melewati Gunung Api yang panas membara. Chen merasakan rasa sakit yang amat sangat ketika api menghanguskan kulitnya, namun ia menggigit bibirnya dan tidak berteriak. Kuda itu terus lari kencang menembus api dan akhirnya berhasil keluar dari gunung itu. Ajaib! Luka bakarnya hilang begitu saja ketika ia telah melewati rintangan tersebut.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju lautan es. Kuda itu masuk berenang dan menyelam ke dalam es, Chen merasakan rasa dingin yang sangat menggigit, ia gemetaran dan nyaris pingsan. Namun ia bertahan, tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
Akhirnya lautan itu berujung dan kuda yang ditungganginya itu keluar dari sana, Chen merasakan dirinya kering dan hangat. Berjalan beberapa saat, tiba-tiba dibalik pepohonan, nampaklah istana Matahari. Benar-benar seperti yang terlukis di brokat ibunya!
Chen masuk ke dalam istana, dan bertemu para bidadari yang sedang menenun di suatu aula besar. Brokat ibunya ditaruh di tengah dan sedang dicontoh oleh para bidadari tersebut. Kedatangan Chen mengejutkan mereka, dan mereka saling berbisik-bisik satu sama lain.
Seorang bidadari menghentikan pekerjaannya dan mendekati Chen. "Namaku Li-en, Selamat datang!" "Kamu adalah manusia pertama yang berhasil mencapai tempat ini, apa tujuanmu datang kemari?"
Bidadari itu sangat cantik sehingga Chen terpana beberapa waktu. Li-en jadi salah tingkah dan dengan malu menundukkan kepalanya menatap lantai.
Chen kemudian tersadar dan berkata, "Bidadari, saya mencari brokat ibu saya yang diterbangkan kemari." "Jadi kamu adalah putra janda itu!" ujar Li-en. "Betapa kami kagum pada brokat itu, tidak ada satupun dari kami yang berhasil membuatnya sama persis. Kami masih sedang terus belajar, dan masih ingin meminjamnya disini, sampai kami bisa."
"Tapi saya harus membawanya pulang, atau ibu saya akan meninggal karena sedih memikirkan brokatnya". Li-en kemudian berunding dengan para bidadari lainnya. Kemudian ia berkata, "Tentu kami tidak ingin hal buruk terjadi pada ibumu. Baiklah, kami pinjam sampai nanti sore, sehingga kami bisa selesaikan sulaman kami hari ini. Besok kamu boleh membawanya pulang."
"Terima kasih, Bidadari." Ujar Chen.
Lalu para bidadari itu dengan sibuknya bekerja cepat menyelesaikan brokatnya masing-masing. Chen duduk menunggu disebelah Li-en. Saat ia menenun, Chen menceritakan pada Li-en tentang kehidupannya di dunia manusia, sementara Li-en menceritakan tentang Istana Matahari. Mereka saling tertawa dan bercanda. Kemudian malam mulai tiba, namun karena pekerjaannya belum selesai, para bidadari meneruskan pekerjaannya diterangi cahaya lampu mutiara. Menjelang tengah malam, Chen tidak tahan lagi menahan kantuk dan tertidur di kursinya.
Satu per satu para bidadari selesai dan meninggalkan aula itu. Li-en tinggal sendirian yang belum selesai, karena tadi ia bekerja sambil ngobrol dengan Chen. Akhirnya sudah hampir pagi ketika ia selesai. Ia membawa brokatnya dan diletakkan disamping brokat ibu Chen.
"Punyaku bagus, namun punya ibu Chen lebih bagus lagi. Andainya ia bisa datang kemari dan mengajarkan kami." Kemudian Li-en punya ide. Dengan jarum dan benang, ia menyulam sebuah gambar di brokat ibu Chen, gambar dirinya sendiri di tangga istana. Kemudian ia mengucapkan mantra ajaib. Lalu ia meninggalkan aula itu, dengan senyuman kepada Chen. Saat matahari mulai terbit, Chen bangun dan mencari para bidadari itu, terutama Li-en, namun ia tidak menemukan mereka. Meskipun Chen ingin bertemu Li-en untuk mengucapkan terima kasih dan pamit, namun ia berkata pada dirinya sendiri, "Saya tak boleh buang-buang waktu, harus segera pulang membawa brokat ini pada mama." Ia segera keluar dari istana, naik kuda dan melewati lagi Lautan Es yang dingin dan Gunung Api yang panas. Ia bertemu lagi dengan Nenek tua itu, yang menunggunya dengan cemas. "Cepat Chen! Ibumu sekarat! Segera pakai sepatu ini, ia dapat berlari secepat kilat! Kalau tidak, semuanya akan terlambat!"
Chen memakai sepatu itu dan berlari secepat kilat menuju rumahnya. Dalam sepersekian detik, ia telah tiba di kamar ibunya.
'Ma! Mama!"
Ibu Chen membuka matanya, "Chen? Kamu sudah pulang?"
'Ma! Saya membawa brokatnya!" Chen menggelar brokat indah itu dihadapan ibunya.
"Brokat saya!" ujar ibu Chen sambil tersenyum. Wajahnya yang putih kaku mulai bersemu merah, dan dia kelihatan lebih sehat.
"Chen, ayo kita bawa keluar, supaya lebih terang." Chen menuntun ibunya keluar dan menghamparkan brokat itu diatas batu. Tiba-tiba angin kencang bertiup lagi, dan menaikkan brokat itu ke atas, terbuka lebar dan semakin lebar, menutup pandangan mereka berdua, pemandangan menjadi nyata, istana Matahari terhampar di hadapan mereka, dan di tangga istana nampaklah Li-en.
Li-en melambaikan tangannya dan berkata, "Cepat! Saat angin masih bertiup, ayo masuklah ke brokat!"
Chen menarik tangan ibunya dan berdua mereka masuk ke dalam brokat. Mereka tiba di Istana Matahari.
Li-en menyambut mereka, bersama para bidadari. Dia berkata pada ibunda Chen, "Selamat datang, ibu yang terhormat. Jika berkenan, kami ingin Ibu tinggal disini dan mengajarkan kami rahasia membuat brokat yang indah."
"Ini adalah impian saya menjadi nyata," ujar ibu Chen sambil berlinang air mata. "Tentu saya bersedia, namun, Chen, bagaimana denganmu?"
Chen melihat kepada Li-en dan tersenyum, "Ya, Mama, saya setuju."
Kemudian ibu Chen menjadi guru bagi para bidadari, dan Chen menjadi suami Li-en. Dan orang-orang mengatakan tidak ada brokat yang lebih indah daripada brokat Istana Matahari.
[Yinnihuaren.blogspot.com - Mei ing]
