KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 27 Juli 2011

INI TIDAK GILA!

Cerpen: Ini gila!

Akhirnya ia meninggalkan aku sendirian.
Aku harus memuaskan diri sendiri lagi.
Akhirnya dia kutinggalkan sendirian.
Padahal aku sangat ingin.


AKU melepaskan sandal di depan pintu kaca lebar itu. Aku melangkah masuk ke ruangan berukuran kurang lebih enam kali lima meter itu. Tidak terlalu besar. Tidak juga terlalu kecil. Ada sebuah sofa kecil, meja pendek, karpet kecil dengan dua buah bantal untuk sandaran punggung. Lalu ada sebuah televisi dua puluh sembilan inci lengkap dengan sound system dan DVD. Di sebelah ujung, ada sebuah bar kecil dengan kulkas tanggung. Di bagian tengah ada sebuah cermin besar seukuran dinding dan empat peralatan fitness. Di lantai vinyl yang bercorak cokelat kayu tergeletak beberapa barbel tangan berukuran satu kiloan.

Sungguh luar biasa! Aku berdecak kagum dalam hati. Menyenangkan sekali mempunyai ruang gym pribadi seperti ini. Setiap saat, kapan saja, saat hendak menggerakkan tubuh, tinggal menuju lantai bawah rumahnya, tempat ruang gym ini terletak.

***

Aku masuk ke ruang gym-ku. Kunyalakan lampu. Kunyalakan air conditioner. Bunyinya mendengung halus. Kunyalakan televisi. Ada film tentang anjing yang cerdas tampak di layar televisi.

Aku duduk di lantai vinyl-ku yang berwarna cokelat. Duduk santai sambil menekukkan kedua tungkai kakiku untuk tempat bertopang daguku. Aku duduk sedikit mengangkang.

Aku memandangnya.

Setiap hari Selasa dan Kamis aku mengajar senam aerobic dan body language di sebuah pusat kebugaran di Surabaya. Pesertanya sudah pasti semuanya perempuan. Perempuan-perempuan kaya, sudah tentu. Karena hanya perempuan-perempuan kaya yang bisa menjadi anggota di pusat kebugaran yang serbalengkap ini. Pusat kebugaran ini mempunyai kolam renang yang luas, studio senam dan body language, fitness centre, sauna, sampai massage. Bukan cuma menawarkan diri sebagai pusat kebugaran, tetapi juga mempunyai fasilitas sebagai salon perawatan dan mempercantik diri. Ada spa, slimming program, whitening program, pengencangan buah dada, sampai manicure dan pedicure. Pokoknya perawatan dari ujung rambut ke ujung kaki. Ini pusat kebugaran terlengkap dan termewah di Surabaya.

"Tahan napas, tarik... tarik... tarik... lepas...," begitu aba-abaku kepada perempuan-perempuan itu untuk menarik napas dalam-dalam dan menahan perutnya.

Tubuhnya luar biasa. Liat tetapi lentur. Berisi tetapi tidak kekar. Dia tidak terlalu tinggi. Kulitnya kuning gading. Aku bisa melihat kemulusannya dengan leluasa karena ia selalu mengenakan baju senam ala tank top yang memperlihatkan keseluruhan leher jenjangnya sampai ke pundak. Ia mempunyai pundak yang melengkung indah. Turun sedikit ada dada yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, tetapi menggiurkan seperti gundukan bakpao. Kalau ia melompat, maka guncangan kecil itu akan membuat dadanya juga melompat-lompat dengan indah. Kemudian perutnya landai rata. Dan baju senam yang menempel lekat sewarna kulit membentuk pinggul bulat dan pantat yang menungging dengan cantik. Paha dan betis seindah kijang. Ia sempurna sebagai perempuan!

"One...two... three... four..., satu, dua, tiga, empat...," begitu ia memberi aba-aba sambil meliukkan pinggulnya ke kanan ke kiri dengan gerakan hentakan lembut.

Lalu aku mengenalnya.

Ia salah satu peserta senam aerobic di tempat aku menjadi instrukturnya.

Lalu aku memintanya menjadi instruktur senam pribadiku.

Aku menginginkannya.

Ia masih kelihatan muda dengan dandanan yang trendi. Wajahnya cantik tetapi tampak muram. Ia menarik perhatianku bukan karena ia kelihatan cantik, justru karena ia terlihat muram. Ia mengenakan jeans ketat dan tank top yang membuat mataku bisa menjilati kuduknya yang dipenuhi anak-anak rambut halus, karena rambutnya pendek setengkuk. Bulu-bulu halus di tengkuknya membuatku merinding karena membayangkan adanya kegairahan yang ingin meniup dan menghirupnya.

Ia anggun sekali. Ia memotong potongan sandwich tuna itu dengan memakai garpu dan pisau. Lalu mengangkat potongan itu membawa ke mulutnya yang setengah terbuka dan memasukkannya dengan gerakan lembut. Membuatku teringat adegan film 9 171 weeks yang menjilat dan mengulum buah anggur dengan caranya yang seksi.

Itu membuatku menahan napas dan melepas desah diam-diam.

Ia duduk di depanku sambil mengisap float avocado ice dari sedotan dengan bibirnya yang indah. Lidahnya kelihatan mengintip-intip dengan warna merah muda yang menawan. Membuat aku membayangkan, bagaimana bila berciuman dengannya. Bibir yang mengulum bibirnya yang kecil tetapi penuh. Dan lidah beradu lidah dengan geliatnya yang mendetam-detamkan gairah. Ia banyak tertawa. Ia banyak bercerita. Ia selincah gerakan pinggulnya yang menghentak-hentak di ruangan senam.

Ia bercerita tentang dirinya yang masih melajang walaupun sudah di usia tiga puluh lima. Katanya ia putus cinta dengan banyak laki-laki. Laki-laki tidak bedanya dengan para bedebah yang lalu lalang sejenak hanya sekadar untuk bermain cinta. Ia suka bermain dengan laki-laki.

Pantas saja kalau begitu tubuhnya indah sempurna. Ia belum pernah mengandung yang membuat perut membesar, lalu kulit perut meretas. Ia belum pernah melahirkan yang membuat vagina menjadi longgar karena dilalui sebuah kepala bayi. Ia juga belum pernah meneteki. Tentu puting buah dadanya masih kecil dan berwarna merah muda.

Aku gemetar ketika membayangkannya.

Keperempuananku membasah dan mekar seperti kelopak mawar.

Sudah dua minggu aku menjadi instruktur senam pribadinya. Aku ke rumahnya setiap hari selain hari Selasa dan Kamis. Hari-hari pertama, aku memang memberikan instruksi gerakan-gerakan senam aerobic yang dinamis, lalu berlatih body language, juga mempergunakan semua alat gym yang ada di ruang gym-nya itu.

Hari-hari selanjutnya, kami tidak sekadar mengisi waktu dengan hanya gerakan-gerakan aerobic atau senam body language semata. Ia menahanku lebih lama untuk menemaninya makan malam. Atau memintaku datang lebih pagi untuk menemaninya berjalan-jalan di mal.

"Sebetulnya, aku butuh teman dan kesibukan," tukas perempuan ayu itu.

"Kalau begitu, kamu lebih cocok latihan senam di fitness centre itu. Di sana kan jadi banyak teman," sahutku.

"Tetapi aku tidak suka terlalu banyak orang. Aku lebih suka bertukar cerita seperti kita saat ini."

Dia memintaku untuk ber-aku dan ber-kamu. Supaya lebih akrab, begitu katanya. Ia tidak suka aku memanggilnya "bu" atau "mbak", membuatnya merasa sudah tua, begitu alasannya.

"Sebetulnya, aku memang sudah tua ya...aku hampir empat puluh tahun. Anak-anakku sudah besar. Dua orang. Mereka semua sekolah di Aussy. Aku dahulu kawin muda. Masih sangat muda," ia tertawa renyah, serenyah kentang goreng yang kukunyah.

"Suamiku sibuk. Sangat sibuk. Ia pengusaha yang sukses. Sering ke luar kota dan ke luar negeri. Sekarang ia sedang di Singapura dan lusa akan ke Amerika selama seminggu, pulangnya ke Jakarta meeting dengan pimpinan cabang perusahaan kami di Jakarta. Lalu entah ke mana lagi. Dalam sebulan, paling-paling ia hanya berada di rumah dua tiga hari," sambungnya ringan.

Seringan ia melemparkan pandang ke manik mataku yang membuat aku serasa menggelepar karena kutangkap ada gairah di sana.

Aku menanyakan kepadanya, kenapa ia suka bermain dengan laki-laki. Kenapa suka bermain-main saja? Apakah ia tidak mencari cinta? Padahal ia cantik dan seksi. Tentu tidak sulit untuk mencari laki-laki yang menginginkan dirinya.

"Laki-laki memang menginginkanku. Tetapi aku yang tidak menginginkan laki-laki. Laki-laki hanya asyik diajak bermain-main. Untuk hidup? Ah..., tidaklah...," cetusnya santai.

"Aku tidak tahu kenapa aku tidak berpikir hidup dengan laki-laki. Mungkin karena aku suka kebebasan. Dengan laki-laki membuat aku merasa terikat. Apalagi dengan perkawinan."

Tetapi apakah dia tidak rindu mempunyai suami dan anak-anak?

Tidak rindu mempunyai rumah?

"Suami? Semua laki-laki bisa menjadi suami bukan? Anak-anak? Hm..., apakah perlu mempunyai anak jika hanya sekadar untuk meneruskan keturunan? Kasihan sekali anak-anak yang dilahirkan hanya dengan alasan itu."

"Rumah? Rumah itu adalah kebebasan. Di mana setiap saat pintu dan jendela selalu terbuka untuk menerima sinar matahari pagi yang menerobos kelambu, juga angin malam yang menyelip di sela-sela ketiak daun jendela."

Oh, ternyata ia bukan sekadar cantik dan seksi. Tetapi juga berfilosofi.

Ia semakin menggairahkan.

Aku berair memikirkannya.

Lalu tanpa kuminta ia bercerita tentang kehidupan rumah yang membosankan. Rumah besar dengan lima pembantu dan tiga sopir pribadi yang siap melayani. Rumah besar dengan tiga kamar di bawah dan lima kamar di atas, taman yang luas, piano, akuarium yang berisi ikan-ikan berwarna-warni emas, tiga ekor anjing pudel berwarna putih. Rumah besar yang bisa membuat bunyi seperti ledakan meriam bila sebatang jarum jatuh di lantainya.

Ia juga bercerita tentang kamar tidurnya yang besar dengan lemari berpintu delapan setinggi plafon dengan seluruh cermin di pintunya sehingga bayangan orang yang bercinta akan memantul di sana, kamar mandinya yang mewah dengan bath tub ukuran double dan shower berikut body soap dari luar negeri, ranjangnya yang empuk dengan bed cover dan seprei yang wangi.

Wow! Aku membayangkan bercinta di kamarnya!

Wah! Aku ingin berkecipak di kamar mandinya!

Ah! Bagaimana kalau aku bergelut di atas ranjangnya?

Mendadak saja tanpa diminta ia menceritakan apa yang kubayangkan dan kuinginkan. Suaminya benar-benar pencinta ulung, katanya. Laki-laki itu sanggup bercinta di mana saja. Di ranjang, di sofa, di karpet, di bath tub, di shower, juga di atas rerumputan di halaman rumah mereka. Ia mampu bertahan sekian lama untuk melanjutkan ke percintaan babak selanjutnya. Laki-laki itu bukan saja mencium bibirnya atau memeluk tubuhnya, tetapi juga menggigit puting dadanya, mencakar punggungnya, melipat kedua tungkai kakinya, membalik-baliknya seperti memanggang satai! Lalu cairan itu akan meledak..., bukan saja di selangkangan, di paha, di perut, di dada, di mulut. Tetapi juga di lantai, di sofa, di kasur, di lemari, di bath tub, di tembok.

Di mana-mana.

Ke mana-mana.

Aku bergairah mendengarnya. Semakin berdegup ingin merasakannya.

"Tidak adakah percintaan dengan jari-jari dan lidah yang lembut?" ujarnya parau dan sengau.

Lagi-lagi sambil memandangku dengan gelepar di matanya.

Musik mulai berdentam ketika aku mematikan film di televisi. Bunyi dengung halus air conditioner tidak terdengar lagi.

Ia mulai meliuk-liukkan tubuhnya dengan lentur di depan cermin sebagai pemanasan. Ke kanan ke kiri, tangan terangkat ke atas ke bawah, kaki direntangkan setengah lebar, lalu pinggul mulai menghentak ke depan ke belakang.

Aku menatap semua gerakannya yang indah. Berdesir aliran darahku berdenyar-denyar mengikuti liukannya. Berdetak lebih cepat pompa jantungku. Bibirku terasa kering. Aku seperti mengawang.

Sudah berapa lama aku tidak menikmati keindahan dan kelembutan?

Sehari, dua hari?

Tidak.

Sebulan dua bulan?

Tidak juga.

Setahun dua tahun?

Tidak. Tidak. Tidak.

Sepuluh tahun?

Tidak. Iya. Tidak.

Lebih dari sepuluh tahun?

Aku tidak tahu. Aku lupa.

Yang pasti aku merasakan setiap selesai persetubuhan itu, tubuhku lebam dan tidak bisa berjalan untuk beberapa hari. Aku hanya tergeletak tidur dengan linu di sekujur tubuhku. Lalu bila di sela-sela itu, aku mencari kenikmatan di dalam kelembutan apakah aku salah?

Aku menginginkannya.

Ia mulai melepas ikat pinggangnya, lalu melorotkan celana jinsnya, sambil terus menghentak-hentakkan pinggulnya. Yang tampak celana senam mini ketat membungkus pantatnya yang menungging seksi. Lalu mencopot kancing atasannya seirama musik yang berdentam. Ia tinggal memakai tank top yang cuma menutupi buah dadanya, memamerkan perutnya yang landai dan pinggang yang berlekuk.

Ia menoleh padaku, melempar senyum, ah, tepatnya melemparkan kegairahan.

"Ayo...," ujarnya.

Aku tidak tahan. Aku bisa gila kalau menahannya.

Aku benar-benar menginginkannya!

Ia benar-benar anggun!

Bukan sekadar anggun. Tetapi juga indah.

Aku melihatnya bulat-bulat. Ia melepaskan pakaiannya, termasuk pakaian senamnya lolos di atas lantai vinyl.

Untuk perempuan berusia hampir empat puluh tahun yang telah mempunyai dua anak, tubuhnya bisa dikatakan masih sempurna. Ia merawatnya secara rinci. Buah dadanya tetap kencang dan terangkat, tidak tampak gurat-gurat di perutnya, kulitnya mulus dengan anak-anak halus yang kelihatan meremang di sekujur tubuhnya.

Pantas saja laki-laki yang menjadi suaminya ingin melumatnya habis di dalam ledakan gairah.

Aku pikir, semua laki-laki juga akan demikian.

Ia mendekatiku.

Ia merabaku.

Bayangan kami memantul dari cermin besar di hadapan kami.

Dua tubuh saling merapat.

Oh! Aku bisa gila!

Aku menyentuhnya!

Akhirnya aku menyentuhnya!

Aku merasakan dengus napas halusnya, sentuhan kulitnya yang lembap, gesekan dada dan sela-sela pahanya.

Aku menginginkannya.

Aku ingin jari-jarinya.

Aku ingin lidahnya.

Aku ingin kelembutannya.

Aku ingin nikmat dan puas.

Aku sungguh menginginkannya!

Aku sungguh bisa gila.

Bukan sekadar bisa gila.

Tetapi bisa gila sungguhan.

Napasnya, kulit lembapnya, gesekan dada, dan sela pahanya.

Sensasinya gila, rasanya gila.

Ini sungguh-sungguh gila!

Ini memang gila.

Tidak mengapa gila.

Siapa bilang gila?

Ini tidak gila!

Akhirnya kutinggalkan dia sendiri.

Padahal aku sangat ingin.

Akhirnya ia meninggalkan aku sendirian.

Aku harus memuaskan diri sendiri lagi.

Ini tidak gila! [Meilinda Chen, Jakarta, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA