KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 19 November 2012

AKU ANAK YANG TERBUANG

Aku anak pertama dari dua bersaudara. Sebut saja namaku Lara (bukan nama sebenarnya). Aku terlahir dalam keluarga yang awalnya harmonis walau sangat sederhana. Namun keharmonisan dan kebahagaiaan terenggut dari kehidupanku saat aku duduk di kelas enam sekolah dasar, saat ayah yang selama ini menjadi penopang utama kehidupan kami meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas.

Sejak peristiwa itu semuanya mulai berubah. Rumah yang kami miliki terpaksa kami jual demi untuk menutupi biaya hidup. Apalagi ibuku baru saja melahirkan adikku yang sudah jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena tak memiliki lagi biaya untuk mencari tempat tinggal yang layak, kami terpaksa tinggal di rumah orang tua ibuku.

Namun bukan kedamaian yang kami dapatkan terutama untuk diriku, karena nenek, kakek, tante-tante serta om-omku bahkan sepupu-sepupuku sangat jelas menampakan ketidaksukaannya terhadapku. Aku sendiri sampai saat ini masih bingung dengan perlakuan diskriminatif mereka terhadapku.

Sejak pindah dan aku mulai duduk di bangku SMP,  sebagian kebutuhan yang awalnya ditanggung oleh orang tuaku terpaksa aku cari sendiri. Dari menjadi pembantu di warung makan sebelah rumah, sampai menjadi tukang cuci pakaian terpaksa aku lakoni. Dari penghasilan itu aku bisa memperoleh biaya tambahan untuk keperluan sekolahku.

Ironisnya, mengetahui aku memiliki penghasilan famili-familiku yang lain justru malah membebaniku dengan berbagai tanggung jawab. Aku diminta membantu membayar rekening listrik, telepon dan juga air PAM, aku juga dibebankan untuk membantu mencuci sebagian pakaian sepupu-sepupuku dan saudara-saudaraku yang lain. Padahal mereka tahu aku sedang dalam kondisi kesulitan setelah ditinggal ayah.

Beban-beban yang menederaku terus berlanjut hingga aku duduk di bangku SMU. Apalagi setelah ibu kembali menikah dan tega meninggalkan aku bersama adikku, penetrasi kedalam kehidupan pribadiku semakin dalam. Aku yang saat itu tumbuh menjadi gadis yang banyak disukai para lelaki dimanfaatkan oleh mereka untuk mencari keuntungan, agar kehidupan mereka bisa terbantu

Berkali-kali aku harus meninggalkan laki-laki yang kucintai lantaran mereka berasal dari keluarga yang sama seperti aku, sementara kakek, nenek dan familiku yang lain menghendaki aku memiliki seorang kekasih yang bisa membantu kehidupan ekonomi mereka. Aku memang mengikuti saja apa yang mereka mau, sampai akhirnya aku terbawa arus pergaulan yang serba glamour, yang semuanya hanya bisa dinilai dengan uang semata.

Perubahan gaya hidupku itu justru memicu pro dan kontra dalam keluarga. Sebagian menuduhku sebagai perempuan yang tak bermoral, menyusahkan dan membuat malu keluarga. Sampai-sampai ibuku yang jauh di seberang lautan ikut menuduhku sebagai anak yang tak bermoral, tak beragama dan sangat menyesal memiliki anak perempuan seperti aku. Padahal apa yang terjadi dengan diriku adalah hasil didikan mereka, hasil dari keinginan mereka yang berusaha aku wujudkan.

Dalam keadaan yang tak memiliki jatidiri, muncul keinginanku untuk menikah. Mungkin dengan menikah aku bisa meninggalkan lingkungan yang membuatku tak lagi memiliki harapan untuk bisa meraih kebahagiaan yang sudah lama menghilang dari kehidupanku. Kebetulan calon suami yang kudapatkan adalah seorang pengusaha yang cukup kaya.

Namun untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, suamiku ternyata memiliki perangai yang sangat buruk. Selama tiga bulan menjalani kehidupan rumah tangga aku sama sekali tak mendapatkan apa yang kuharapkan yaitu kedamaian dan kebahagiaan. Malah sebaliknya, siksaan lahir dan bathin yang justru aku dapatkan. Keuangan memang mengalir bak sebuah sungai, tapi rasa sakit akibat siksaan membuatku memilih untuk mengakhiri drama rumah tangga yang baru saja aku lakoni.

Pulang dalam keadaan luka dan lebam di sekujur tubuhku tak membuat keluargaku merasa prihatin. Mereka justru malah memnyalahkanku atas perceraian yang terjadi. Bahkan ibu tak mau dilibatkan atas kehidupan tragis yang menimpaku. Luluh lantak perasaan yang saat itu aku miliki. Sengaja aku mengadu agar mereka mengerti dengan keadaanku, jstru aku yang mereka jadikan tersangka dengan tuduhan sebagai perempuan bodoh meninggalkan laki-laki yang bisa menopang kehidupan keluarga.

Aku merasa bahwa aku memang tak pernah dikehendaki berada dalam lingkungan keluarga dari ibuku. Tetesan keringat bahkan darah yang telah aku tumpahkan demi meraka tak dapat membayar keinginan mereka. Aku masih tetap menjadi anak yang terbuang, menjadi anak yang dicap sebagai aib keluarga dan aku hanya bisa pasrah dan menerima semuanya, ah andai saja ayah masih ada.. [Vivi Tan / Jakarta] Sumber: Kisah-Nyata


Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah

PESAN KHUSUS

Teman-teman juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa di kota tempat tinggal Anda atau artikel-artikel bermanfaat lainnya ke alamat email ini.

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA