"Baik," kata Palu, "saya tunduk kepada putusan dan alasan kalian. Tetapi saya hendak menyatakan bahwa saudara Bor juga harus ditindak sebab tugasnya hanya menimbulkan lubang-lubang saja."
Saudara Bor bangkit berdiri, "Baik, saya tunduk pada pendapat kalian. Namun saya hendak menyatakan bahwa saudara Obeng pun harus disingkirkan, sebab ia harus diputar terus-menerus dengan sepenuh tenaga untuk dapat bekerja dengan baik."
Saudara Obeng berdiri dan berkata," Izinkanlah saya mengemukakan pendapat saya. Kalau kalian kehendaki agar saya pergi, baiklah, tetapi saudara Serut (Sugu) juga harus pergi sebab ia hanya mengenal pekerjaan di permukaan saja. Tidak ada sesuatu yang mendalam padanya."
Saudara Serut bangun berdiri dan menyambut, "Saya tuntut agar saudara Penggaris juga disingkirkan sebab pekerjaannya tidak lain hanya mengukur-ngukur pihak lain saja, seolah-olah dirinya sajalah yang terbaik."
Saudara Penggaris bangkit dan protes, "Saya tidak dapat diam. Saudara Amplas juga harus menyingkir dari tempat ini sebab pekerjaannya terlalu kasar. Ia selalu menggosok pihak lain sehingga semuanya kacau balau."
Di tengah-tengah rapat yang mulai menjadi panas, tiba-tiba berjalan masuk Tukang Kayu. Ia akan bekerja pada hari itu. Ia memerlukan semua alat palu, bor, obeng, serut, penggaris, dan amplas. Semua dipakai oleh Tukang Kayu untuk membuat sebuah perabot. Ketika perabot itu jadi, tidak ada satu nama pun yang merasa dirinya berjasa, karena mereka semua telah bekerja sama di dalam tangan Tukang Kayu itu dan masing-masing menyadari tanpa alat yang lain pekerjaan tidak mungkin selesai dan sempurna. [Jasisca Wang / Jambi]