Pas ketika Mahatma berencana jalan-jalan bersama teman-temannya ke luar kota, ia ditelepon dari bengkel mengabarkan bahwa mobil sudah selesai. Tanpa memberitahukan hal itu ke Ayahnya, Mahatma menggunakan mobil itu untuk pergi bersama teman-temannya. Kepada sang Ayah ia hanya bilang akan keluar kota dan mobil masih di bengkel.
Hari berikutnya, sepulang dari pergi bersama teman-temannya, Mahatma menjemput Ayahnya di kantor. Setelah keluar dari ruangan dan bertemu dengan Mahatma, Ayahnya berbasa-basi sejenak.
Kemudian ia berkata, "Mahatma, Ayah tahu kamu telah berbohong. Mobil itu sudah selesai dari kemarin. Namun kamu gunakan untuk pergi ke luar kota. Terima kasih mau menjemput seperti pesan Ayah. Namun maaf, Ayah mau jalan kaki saja. Sambil berjalan kaki Ayah mau merenung. Dosa apa yang telah Ayah perbuat. Kesalahan apa yang telah Ayah lakukan. Perbuatan apa yang telah Ayah lakukan sehingga membuat orang lain tak senang. Ayah akan merenung soal itu semua. Mengapa? Kenapa? Sampai kamu, anakku, mau berbohong kepada Ayah."
Mahatma sangat terpukul. Ia yang bersalah, tapi Ayahnya yang menghukum dirinya sendiri. Bukan ia yang didamprat karena telah berbohong dan menggunakan mobil tanpa izin.
Dalam perjalanan pulang Mahatma berjanji untuk tidak lagi berbohong. [Linda Lim / Denpasar]