Alkisah, di sebuah gudang milik seorang petani seekor tikus menjumpai sebuah perangkap baginya dengan keju sebagai umpan. Ia pun berlari menemui seekor ayam. "Ayam, aku menemukan sebuah jebakan di gudang. Berhati-hatilah jika kau masuk ke gudang." Namun ayam menjawab dengan tak acuh. "Itu masalahmu. Aku tak terganggu dengan jebakan itu."
Tikus lalu memberi tahu perihal jebakan itu kepada kambing dan sapi. Semuanya menjawab seragam. Bahkan sapi menjawab dengan sinis dan angkuh. "Maaf ya Tikus. Jebakan kecil seperti itu tak berarti banyak bagi tubuhku yang besar."
Begitulah, semua yang diberitahu tikus tak peduli. Seolah jebakan itu jauh di luar kehidupan mereka. Sampai suatu malam jebakan itu seperti memperoleh mangsa. Mendengar bunyi jebakan itu, istri sang petani mencoba melihat apa gerangan yang terjebak. Sayang, gudang terlalu gelap dan yang terjebak ternyata seekor ular berbisa. Alhasil, digigitlah istri petani itu.
Istri petani menjerit dan bergegas sang petani masuk ke gudang dan menemukan istrinya pingsan. Segera di bawa ke dokter. Esok harinya sang istri masih demam sehingga petani itu pun terpaksa menyembelih ayam demi membuatkan sup ayam kesukaan sang istri.
Istri petani sakit berhari-hari. Banyak tetangga menjenguk dan petani pun tak kuasa mengorbankan kambingnya untuk hidangan para pengunjung. Hari berlalu berbilang minggu akhirnya sang istri petani meninggal. Mau tak mau petani menyembeli sapinya untuk menjamu para pelayat.
Begitulah kehidupan. Apa yang menjadi ancaman orang lain bisa saja menjadi ancaman bagi kita juga. [Lily Ng / Padang]