Menikah dengan mas A (sebut saja begitu) adalah anugerah terindah yang terjadi dalam hidup saya.
Walau usia kamu terpaut 5 tahun, Mas A berusia 35 tahun dan saya berusia 30 tahun, namun kami dapat saling mensejajarkan posisi kami masing-masing.
Saya mengenalnya sejak 15 tahun yang lalu. Ketika itu saya sedang berada di sebuah acara musik di kampus di kota kelahiran saya di kota Y.Mas A adalah seorang vokalis di salah satu band rock yang sedang melakukan pertunjukkan.
Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kemudian kami berkenalan dan sempat beberapa kali jalan berdua. Lalu, kami sama-sama sibuk.
Mas A sibuk dengan kuliah masternya, saya sibuk bekerja di kota J. Lama tak bertemu, 14 tahun kemudian kami bertemu kembali di kota J berkat bantuan sosial media F.
Mas A bekerja sebagai dosen disebuah perguruan tinggi swasta terkenal. Kami saling mengirimkan pesan melalui e-mail dan saling bertukar nomor telepon. Komunikasi kemudian semakin intens dan lancar melalui telepon.
Pada awal masa berpacaran, saya tidak menemukan keganjilan yang ada dalam diri mas A. Saya melihat semua hal positif dalam dirinya. Hubungan kami kemudian berlanjut sangat serius dan kami memutuskan untuk menikah.
Sejak menikah 4 bulan yang lalu, saya berhenti bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan swasta terkenal. penghasilan mas A lebih dari cukup untuk menghidupi kami yang masih berdua.
Mas A dan saya sepakat bahwa saya memang harus mengurus keluarga saja. Hari demi hari saya lalui dengan penuh kegembiraan karena dapat hidup bersama orang yang saya cintai.
Setiap hari saya selalu berusaha untuk bisa menyenangkan hati mas A supaya mas A semakin sayang kepada saya. Namun beberapa bulan setelah itu, kehidupan saya berubah. Kesehatan kelamin saya mulai terganggu.
Saya merasakan gatal yang amat sangat disekitar kemaluan saya. Kulit kelamin saya luka dan terkadang mengeluarkan nanah yang berbau tak sedap. Saya merasa terganggu dengan hal ini dan beberapa kali saya menolak untuk berhubungan suami-istri karena takut mas A mengetahui hal ini.
Tanpa sepengetahuan mas A saya mengunjungi seorang dokter spesialis di klinik P. Dokter yang memeriksa saya mengatakan bahwa ini adalah penyakit kelamin yang menular. Beliau menjelaskan cara-cara penularannya. Penjelasan beliau membuat saya terpukul.
Selama rentang waktu belasan tahun sejak pertama kali saya bertemu dengan mas A, saya memang tidak pernah menanyakan kehidupannya yang dulu.
Bagaimana dia berteman, dengan siapa saja dan sampai sejauh mana adalah pertanyaan-pertanyaan yang terlewat oleh saya. Padahal, pertanyaan itu penting untuk mengetahui perilakunya di masa lalu.
Saya menangis tersedu di kamar ketika mas A pulang dari kampus. Saya menjelaskan tentang kondisi saya yang sebenarnya.
Mas A bersimpuh didepan saya. Dia meminta maaf kepada saya karena sudah menularkan penyakit yang menjijikan itu. Kemudian mas A menceritakan kehidupannya belasan tahun yang lalu ketika masih di kota J.
Dia kerap mengunjungi lokalisasi terkenal di kota itu. Kala itu dia berkata bahwa jiwa mudanya yang membuatnya jajan sembarangan.
Mas A menangis dan meminta maaf sekali lagi. Dia memang sudah tidak melakukan tindakan berdosa itu lagi, namun ternyata akibatnya baru muncul saat dia menikahi saya.
Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan buruk itu lagi karena dia sangat mencintai saya. Sebagai istri saya percaya kepadanya.
Akhirnya kami berdua bersama-sama mengunjungi dokter spesialis dan sekarang menjalani pengobatan bersama. [Vivi Tan / Jakarta]
Walau usia kamu terpaut 5 tahun, Mas A berusia 35 tahun dan saya berusia 30 tahun, namun kami dapat saling mensejajarkan posisi kami masing-masing.
Saya mengenalnya sejak 15 tahun yang lalu. Ketika itu saya sedang berada di sebuah acara musik di kampus di kota kelahiran saya di kota Y.Mas A adalah seorang vokalis di salah satu band rock yang sedang melakukan pertunjukkan.
Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kemudian kami berkenalan dan sempat beberapa kali jalan berdua. Lalu, kami sama-sama sibuk.
Mas A sibuk dengan kuliah masternya, saya sibuk bekerja di kota J. Lama tak bertemu, 14 tahun kemudian kami bertemu kembali di kota J berkat bantuan sosial media F.
Mas A bekerja sebagai dosen disebuah perguruan tinggi swasta terkenal. Kami saling mengirimkan pesan melalui e-mail dan saling bertukar nomor telepon. Komunikasi kemudian semakin intens dan lancar melalui telepon.
Pada awal masa berpacaran, saya tidak menemukan keganjilan yang ada dalam diri mas A. Saya melihat semua hal positif dalam dirinya. Hubungan kami kemudian berlanjut sangat serius dan kami memutuskan untuk menikah.
Sejak menikah 4 bulan yang lalu, saya berhenti bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan swasta terkenal. penghasilan mas A lebih dari cukup untuk menghidupi kami yang masih berdua.
Mas A dan saya sepakat bahwa saya memang harus mengurus keluarga saja. Hari demi hari saya lalui dengan penuh kegembiraan karena dapat hidup bersama orang yang saya cintai.
Setiap hari saya selalu berusaha untuk bisa menyenangkan hati mas A supaya mas A semakin sayang kepada saya. Namun beberapa bulan setelah itu, kehidupan saya berubah. Kesehatan kelamin saya mulai terganggu.
Saya merasakan gatal yang amat sangat disekitar kemaluan saya. Kulit kelamin saya luka dan terkadang mengeluarkan nanah yang berbau tak sedap. Saya merasa terganggu dengan hal ini dan beberapa kali saya menolak untuk berhubungan suami-istri karena takut mas A mengetahui hal ini.
Tanpa sepengetahuan mas A saya mengunjungi seorang dokter spesialis di klinik P. Dokter yang memeriksa saya mengatakan bahwa ini adalah penyakit kelamin yang menular. Beliau menjelaskan cara-cara penularannya. Penjelasan beliau membuat saya terpukul.
Selama rentang waktu belasan tahun sejak pertama kali saya bertemu dengan mas A, saya memang tidak pernah menanyakan kehidupannya yang dulu.
Bagaimana dia berteman, dengan siapa saja dan sampai sejauh mana adalah pertanyaan-pertanyaan yang terlewat oleh saya. Padahal, pertanyaan itu penting untuk mengetahui perilakunya di masa lalu.
Saya menangis tersedu di kamar ketika mas A pulang dari kampus. Saya menjelaskan tentang kondisi saya yang sebenarnya.
Mas A bersimpuh didepan saya. Dia meminta maaf kepada saya karena sudah menularkan penyakit yang menjijikan itu. Kemudian mas A menceritakan kehidupannya belasan tahun yang lalu ketika masih di kota J.
Dia kerap mengunjungi lokalisasi terkenal di kota itu. Kala itu dia berkata bahwa jiwa mudanya yang membuatnya jajan sembarangan.
Mas A menangis dan meminta maaf sekali lagi. Dia memang sudah tidak melakukan tindakan berdosa itu lagi, namun ternyata akibatnya baru muncul saat dia menikahi saya.
Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan buruk itu lagi karena dia sangat mencintai saya. Sebagai istri saya percaya kepadanya.
Akhirnya kami berdua bersama-sama mengunjungi dokter spesialis dan sekarang menjalani pengobatan bersama. [Vivi Tan / Jakarta]