Warga Tionghoa melaksanakan ritual sembahyang kubur atau yang sering disebut Cung Yuang atau Shi Ku. Saat sembahyang mereka menyediakan persembahan berupa buah–buahan dan lain-lain. Puncaknya yakni dengan membakar kapal kertas.
Salah satu warga Tionghoa Kota Singkawang, Rio Dharmawan menjelaskan tradisi sembahyang kubur diikuti oleh belasan yayasan pemakaman yang ada di Kota Singkawang. Penyelenggaraan ritual sembahyang kubur ini dimulai hari Minggu (31/7/11) sampai dengan (14/8/11).
Untuk Kota Singkawang moment sembahyang kubur selalu diikuti dengan sembahyang rampas yang umumnya dilakukan pada hari terakhir atau puncak perayaan Cun Yuan dengan tujuan berbagi kegembiraan kepada sesama yang kurang mampu. Untuk Kota Singkawang moment sembahyang rampas umumnya dilakukan dimulai pukul 15.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB.
Sembahyang kubur merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada leluhur dan sebagai moment untuk memohon doa agar anak cucu yang hidup di dunia ini diberi kehidupan yang lebih baik dan bahagia.
Selain itu sembahyang kubur juga merupakan kesempatan untuk melimpahkan jasa–jasa kebajikan kepada arwah leluhur agar tenang di alam baka. Moment ini juga menjadi ajang pertemuan antar keluarga yang mengharukan.
Nuansa sembahyang kubur juga terasa disejumlah kawasan pasar Singkawang, khususnya di komplek-komplek pertokoan yang menjual aneka bahan-bahan untuk keperluan ritual tersebut.
Semua perlengkapan untuk sembahyang kubur seperti baju, sepatu, topi, uang-uangan, kapal, pesawat, kotak uang, sepeda, rumah-rumahan, sampai perabot rumah tangga yang dibuat dari kertas karton dipajang memenuhi ruangan toko.
Rio menjelaskan sembahyang kubur Ceng Beng dilakukan sebagian etnis Tionghoa yang menganut ajaran Buddha, Taoisme, Khonghucu serta lainnya. Pada hari terakhir sembahyang Cung Yuan dilakukan upacara penutupan perebutan yang dinamakan Yi Lan Sen Hui (Chiong Shi Ku dialek Hakka, dan Chio Si Kow dialek Tio Ciu).
Pada acara puncak, lanjut Rio dilakukan pembakaran kapal kertas (Jong Son) yang berisi segala kebutuhan sehari–hari yang terdapat di dunia fana ini, baik yang terbuat dari kertas, maupun dari acara Yi Lan Se Hui yakni dari persembahan sembahyang seperti buah–buahan, nenas, keladi, umbi, sayur – sayuran, dan sebagainya.
Tujuan perebutan ini, adalah membubarkan secara halus berakhirnya Yi Lan Sen Hui/Shi Ku yang telah disediakan sepanjang sembahyang kubur.
"Supaya roh kembali ke tempat asal masing–masing dengan tenang dan damai serta dengan harapan akan berkumpul kembali tahun yang akan datang," pungkas Rio. [Widya Wong, Pontianak, Tionghoanews]