Namun demikian aku cukup berbahagia memiliki ibu yang bertanggung jawab dan sangat menyayangi aku. Walau tersendat dan dengan susah payah, ibu berhasil membiayai sekolahku sampai akhirnya aku tamat sekolah. Beberapa bulan kemudian aku juga berhasil diterima masuk kerja disebuah perusahaan farmasi. Dengan gajiku yang tak seberapa besar aku bisa melanjutkan pendidikanku hingga bangku kuliah.
Setlah lulus, kerabat aku memperkenalkan aku dengan seorang laki-laki tampan, sebut saja namanya Acun (bukan nama sebenarnya). Acun adalah anak tunggal dari keluarga yang sangat terhormat dan kaya. Menurut kerabatku Acun sedang mencari calon istri, itu sebabnya kerabatku itu memperkenalkanku dengan Acun dan berharap Acun akan tertarik denganku. Harus kuakui aku juga berharap Acun mau mempersunting aku menjadi istrinya, walaupun kelak aku akan ikut bersama Acun ke negeri seberang dan meninggalkan semua yang aku sayangi.
Entah apa yang membuat Acun akhirnya memutuskan untuk menikahiku. Yang jelas satu bulan setelah masa perkenalan, keluarga Acun datang untuk melamarku. Dihari pernikahan, aku begitu bahagia karena bisa bersanding seorang laki-laki idaman. Tapi ada hal aneh yang kulihat dari suamiku. Ia tak terlihat bahagia, seakan-akan pernikahan ini bukanlah hal yang istimewa baginya. Begitupun saat malam pertama, aku sama sekali tak merasakan keindahan malam pertamaku.
Pada akhirnya, aku menjalani kehidupan rumah tanggaku dengan penuh keganjilan, hingga pada suatu saat aku didatangi oleh seorang perempuan yang mengaku istri dari Acun, sebut saja namanya Amei (bukan nama sebenarnya). Ia datang dengan seribu tudingan terhadapku, tudingan yang menyebutku sebagai perebut suami orang, perampas harta waris yang akan didapat Acun. Ya..ampun aku betul-betul tidak mengerti
Esoknya aku bertanya kepada Acun tentang hal ini dan berharap ia menyangkal semua yang telah aku beberkan. Tapi ternyata Acun membenarkan semuanya, ia mengaku telah menikah siri dengan Amei sebelum ia menikahi aku secara resmi, "Tapi pernikahanku dengan Amei tak mendapat restu dari orang tuaku, dan aku diancam tak akan diakui lagi dalam keluargaku, makanya aku menikahi kamu, agar harta waris itu bisa aku dapatkan, dan aku hanya bisa mencintai Amei,"
Sakit hati, benci, marah dan kecewa bercampur menjadi satu. Aku merasa dibohongi, dikhianati dan ditipu oleh Acun. Bagaimana tidak aku telah mengorbankan banyak hal, termasuk meninggalkan ibu yang aku sayangi, meninggalkan pekerjaanku dan meninggalkan tanah kelahiranku demi menikah dengannya, tapi apa yang kudapat, bukan kebahagiaan yang aku dapatkan seperti harapanku semula, tetapi hanya kebohongan belaka.
Setelah semua yang aku alami, salahkah bila aku menyesal telah meninggalkan semua yang aku sayangi, pekerjaanku, dan kesempatan meraih masa depan yang cerah. Aku tahu, seharusnya kata-kata ini tak seharusnya keluar dari mulutku, karena niatku menikah dengan Acun adalah ibadah. Tetapi kekecewaan ini sepertinya tak bisa menghapus rasa sesal itu, rasa sesal karena Acun menikahiku hanya karena ia takut kehilangan harta warisan keluarganya. Terlebih ia terus menggantung status pernikahan ini, aku seperti hidup dalam neraka.
Terakhir kali aku kembali memintanya bercerai, namun ia bersikeras mempertahankan perkawinan ini sampai orang tuanya memberikan harta warisan kepadanya. Sementara Amei terus menterorku dengan sikap-sikapnya yang sok berkuasa, ia juga mengancamku untuk tak membeberkan hal ini kepada orangtua Acun dan meminta bagian harta warisan yang kelak akan jatuh ketangan Acun. Terus terang aku jadi serba salah menghadapi persoalan ini, disatu sisi aku ingin segera berpisah dengan Acun, tapi disisi lain aku takut ancaman untuk mencelakakan keluargaku benar-benar Amei lakukan
Saat ini usiaku sudah menginjak usia tiga puluh tahun, sebagai perempuan normal tentu aku masih ingin membina rumah tangga lagi. Tapi bagaimana mungkin aku bisa menikah kembali dengan statusku saat ini, aku berharap Acun mau menceraikanku agar statusku bisa jelas. Aku cuma bisa berharap Tuhan memberiku pengganti yang lebih baik, yaitu pria yang benar-benar bertanggung jawab, yang bisa membawa bahtera rumah tangga kearah yang lebih baik dan bisa menyelamatkan aku di dunia dan akhirat. [Vivi Tan / Jakarta / Tionghoanews]