KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 08 Februari 2011

SEBUAH KOP SURAT

Pagi masih berembun....

Weker di tempat tidurku berbunyi dengan ramainya. Aku segera terlonjak bangun. Mengucek – ngucek kelopak mataku.

Ah, aku harus segera beranjak dari kasur pembaringanku yang empuk. Rasa ngantuk masih saja  menyerangku. Habis semalam temanku – Woon, asyik meneleponku dengan kartu MENTARInya dapat fasilitas  free talk mulai dari jam dua belas malam. Bayangkan, gendang telingaku panas, gara – gara berbincang  - bincang dengan Woon selama tiga jam. Enggak sangka kami bisa nyambung hilir – mudik. Padahal kami baru saja kenal. Itu pun dikenalkan oleh teman dekatku, Ryan.

Aku terbirit – birit lari ke kamar mandi yang jaraknya cuma dua meter dari kamar tidurku. Maklumlah, rumahku – istanaku tidak begitu besar. Hanya ada tiga kamar. Aku tinggal dengan orang tua, nenek, dan adik. Keluarga kami, sederhana.

Selesai mengguyur air ditubuhku, aku mengenakan seragam kerjaku. Lady in black – begitu julukan tetanggaku – habis pakaian serba hitam. Aku terima saja penghargaan itu.

Detik berikutnya aku sedang berada di dalam sebuah mikrolet biru. Rutinitas itu kujalani setiap hari.

Hups! Aku sampai ke tempat kerjaku. Kuseret langkahku ke bagian security untuk scan jari dan posting kartu absensi. Untung tidak telat, batinku dalam hati. Aku tersenyum dan bercanda dengan Pak Harto – petugas security.

Sehabis absensi masuk, aku melangkah ke kantor di lantai satu. Masih sepi. Kulirik ruangan General Cashier, masih gelap.

Ups! Aku teringat ketika kulihat kalender di meja kerjaku. Hari Rabu. Aku mesti ronda keliling hotel – melakukan pemeriksaan lapangan. Itu bagian dari tugasku. Sebenarnya jabatanku sebagai asisten FC (Financial Controller). Tugas ronda keliling hotel, tugas tambahan yang kujalankan dengan senang hati tentunya.

Kusambar EO (Event Order) yang tergantung di depan kantor FC – Pak Jae, seorang lelaki berpostur tubuh tinggi – berwajah seperti boneka koala – berkaca mata. Beliau belum menampakkan batang hidungnya. Aku meng-copy EO yang kuambil. Kukembalikan yang asli pada tempatnya semula. Ada lima acara banquet, harus kuawasi hari ini, pikirku. Lumayan banyak. Pasti repot. Apalagi saat mataku tertuju pada pax yang banyak. Wuih, pusing. Menghitung orang lagi. Huh, sebenarnya aku benci menghitung orang. Aku tidak suka task ini. Apa boleh buat? Keluhku.

Aku memberi tanda pada kertas EO-ku. Lima acara meeting oleh lima buah perusahaan besar. Aku segera menghitung cangkir yang disediakan untuk coffee break I. Semuanya  pas sesuai dengan EO. Lega hatiku rasanya. Aku balik kembali ke kantorku. Memikirkan cara untuk mengawasi lunch pada saat jam dua belas nanti. Pasti menguras energiku. Turun – naik dari lantai satu – tiga – lima. Jadi enggak usah susah – susah fitness lagi untuk menguruskan badan. Hemat kan?

Aku menenangkan hati sebentar. Mengatur urutan nafas satu – satu. Mengistirahatkan tungkai kakiku. Juga otot – ototku sejenak.

Aku beranjak ke restoran Best Choice yang terletak di lantai tiga. Acara lunch dari perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan. Meja dan kursi telah disiapkan untuk lima puluh orang. Tiba - tiba saja seorang lelaki mendekatiku. Aku menyapanya ramah, karena dia tamuku. Ternyata lelaki ini ingin mengenalku lebih jauh, katanya. Dia meminta nomor ponselku. Aku berpikir sejenak. Kalau hanya untuk menambah teman, tak masalah. Aku suka bergaul dan nambah teman. Aku memberi nomor ponselku padanya.

Saat lunch digelar, Lee, lelaki itu, meng-sms-ku. Dalam sms, dia bilang tertarik padaku: fall in love in the first sight. Aku membalasnya: jangan terlalu cepat tertarik dengan seseorang yang belum kamu kenal. Kita harus saling mengenal background masing – masing. Aku tidak bisa begitu. Meskipun tampangnya ganteng. It take a big risk!

Aku mengayunkan langkah ke lantai satu dan lima untuk mengecek acara lunch lainnya. Kutinggalkan Lee, lelaki berpenampilan modis dan kece, demi tugas kerjaku. Aku takkan mengorbankan pekerjaanku demi orang yang masih asing bagiku. No way! I don't believe him!

Tugasku menghitung orang dan piring terlaksana dengan baik. Hasil hitungan kucatat dalam kertas kerjaku. Untuk laporan hasil pemeriksaan keseluruhan lagi.

Kruyuk... kruyuk... kruyuk...

Perutku berbunyi dengan nyaringnya. Aku telat makan siang kali ini.

@@@

Tingtong! Tingtong! Tingtong!

Jam di dinding ruangan kerjaku berbunyi nyaring. Yups! Sudah hampir jam lima sore. Sudah waktunya untuk pulang. Kurapikan laporan hasil pemeriksaan lapangan hari ini. Untuk diserahkan pada Pak Woon. Aku bernafas lega. Sms dari Lee masuk ke ponselku: " Boleh kuantar pulang ke rumah?"

Kubalas dengan jawaban: "Tidak. Terima kasih."

Aku tidak bisa begitu. Maksudku langsung akrab dengan orang yang baru kukenal. Apalagi aku ini masih gadis. Enggak enak. Di belakang jadi pembicaraan yang enggak – enggak. Atau jangan – jangan dia, orang tidak baik, pikirku. Aku bisa pulang sendiri. Biarpun naik mikrolet umum. Prinsipku: hati – hati dengan tawaran dari orang asing.

Lee mencegatku ketika aku keluar dari area hotel. Aku tertegun: Lee dengan gayanya yang khas dari balik kemudi CRV putih. Gila, apa maksudnya?

Sebuah pisau kecil. Lee mengarahkan pisau itu ke perutku. Aku menggigil. Keringat dingin sebesar kacang hijau berhamburan dari epidermisku. Aku terpaksa naik ke mobilnya. Entah mimpi apa aku semalam? Kok bisa bertemu orang kayak Lee? Jangan – jangan...

Berbagai pikiran negatif berhamburan dari sel – sel neuronku. Aku terpaku diam seribu bahasa. Lee dengan konsentrasi penuh mengendarai mobilnya, melaju dengan kecepatan sedang. Membelah keramaian jalanan sore.

Aku tidak berani melakukan hal – hal yang bisa membahayakan nyawaku. Jika tidak, pisau kecil tadi bisa menusuk perutku. Aku bergidik membayangkan hal itu terjadi padaku. Berarti nafas hidupku tidak lama lagi.

Bayanganku meleset. Lee membawaku ke se buah rumah makan steak. Aku agak kaget. Apa sih maunya orang ini? Ini namanya pemaksaan yang pada akhirnya bisa menjebloskan Lee ke dalam penjara, karena melakukan penculikan terhadap diriku. Aku menurut saja padanya. Agak kaku dan grogi.

"Jangan takut, aku tidak akan mencelakaimu. Aku hanya mau minta tolong padamu. Aku tidak punya jalan lain. Aku terpaksa," sahutnya membuka pembicaraan saat kami telah duduk di meja makan. Wajah Lee agak kusut dan keruh. Aku masih kebingungan melihat sikapnya. Minta tolong padaku? Keningku berkernyit. Waduh, asal tidak membahayakan aku saja, batinku.

Perusahaanku dilanda masalah besar. Tadi ada orang dari Ikatan Dokter Indonesia yang melarang kami mengadakan seminar karena masalah surat izin. Aku hanya mau minta kop surat perusahaan darimu. Kamu bisa menolongku?" Lee menatapku tajam seperti seekor elang yang siap memangsa buruannya. Aku bergidik. Bulu romaku merinding tiba – tiba. Untuk alasan ini dia  membawaku kemari? Ya, Tuhan!

"Jika kamu tahu, hal ini akan menimbulkan masalah besar. Kenapa perusahaanmu melompati prosedur ini?" aku balik bertanya.

"Ini politik. Aku tidak bisa menceritakannya padamu. Ini perintah dari bosku. Aku tidak bisa membantah. Aku ini hanya orang gajian," jawanya pelan. Kali ini tatapannya sudah agak melembut.

"Untuk alasan ini pula, tadi kamu bilang menyukaiku. Kamu hanya maau memanfaatkan aku. Benar kan?"

"Kamu salah aku hanya minta tolong padamu. Itu saja," tekannya dengan nada datar. Ada bias rasa tersinggung memancar dari raut wajahnya. Dia tidak mau mengakuinya begitu saja. Dasar licik!

"Bagiku sama saja. Kamu memanfaatkan diriku untuk menyelamatkan perusahaanmu, dan membahayakan aku?" dengusku geram. Apa kamu pikir aku ini karyawan tolol yang dengan mudah memberikan sebuah kop surat pada orang lain? Jika kemudian hari timbul masalah akibat kop surat tadi, apa lelaki ini mau bertanggung jawab? Aku tidak bisa menjamin. Dia hanya memikirkan posisinya saja, juga perusahaan tempat dia bekerja. Tanpa memerdulikan akibatnya. Otakku berpikir keras.

"Maaf. Aku tidak bisa," tolakku halus. Aku tak berselera menatap steak yang terhidang di hadapan kami. Meskipun aku paling suka makan steak.

"Makanlah. Nanti kamu lapar. Aku takut kamu masuk angin," bujuk Lee lembut.

"Aku tidak lapar," sahutku pendek. Apa dia mau menyogokku dengan cara ini? Huh, sorry saja!

"Makanlah walau sedikit saja," pinta Lee lagi. Kedua bola matanya nampak memelas.

Aku tidak tega. Dengan setengah hati aku memotong steak. Memasukkan potongan – potongan kecil ke dalam mulutku. Aku bertemu dengan orang gila hari ini, batinku dalam hati. Sempt terlintas dalam benakku: bagaimana jika dia membunuhku?

"Kamu jangan kuatir. Aku akan memperlakukanmu dengan baik. Asal kamu memberikan kop surat padaku. Tidak susah, bukan?" sela Lee. Derap – derap harap membuncah dari bola matanya. Sepertinya aku tidak bisa mengabulkan keinginan Lee. Mengiyakan permintaan Lee, berarti dunia kiamat menghampiriku. Bagaimana mungkin aku mengorbankan pekerjaanku demi Lee? Sedangkan aku belum begitu mengenalnya. Apa dia mau memberiku pekerjaan jika sampai – sampai aku di-PHK, hanya gara – gara sebuah kop surat? Perusahaanku bisa dituntut dan penyebabnya: Pamela. Hukum bisa menyeretku ke terali berbau apek dan mengerikan berisi orang – orang immoral lainnya.

Aku masih waras! Aku tidak mau memenuhi permintaan Lee yang gila.

"Kalau aku memberikan kop surat padamu, aku bisa dipenjara, Lee. Kamu paham kan?" tekanku dengan nada sopan. Biasanya suaraku kecil dan lembut. Kali ini tidak, karena dicekam rasa takut yang berlebihan.

"Aku akan menolongmu, Pam."

"Bagaimana aku bisa memercayaimu?"

"Aku memberikan sebuah cek padamu."

"Aku tidak serendah itu. Aku masih punya integritas. Cek kontanmu tidak bisa mengembalikan nama baikku. Aku mau lari ke mana?"

"Aku punya perusahaan di Malaysia. Kamu bisa sembunyi di sana.  Bagaimana?"

Gila. Ini tawaran atau...? tadi dia bilang hanya orang gajian. Sekarang bilang punya perusahaan. Mana yang benar? Orang tak bisa dipercaya. Buaya darat kali! Apa dia kira aku ini idiot?

"Aku bisa membawamu jalan – jalan ke semua negara," sambungnya lagi. Dia hendak meraih jemariku. Aku mengelak. Aku tidak suka padanya. Aku bukan gadis materialistis. Rasa mual tiba – tiba menyerangku.

"Aku tidak mau, Lee."

"Kamu melewatkan kesempatan emas ini?"

"Aku tidak percaya padamu."

Lee tersenyum tipis. "Terserah padamu. Aku akan memberikan waktu padamu untuk berpikir. Walaupun kamu tidak suka padaku, aku tidak peduli. Aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu."

"Aku mau pulang sekarang. Tolong antarkan aku pulang," pintaku memelas.

"Baiklah."

@@@

Malam harinya di pembaringan, aku membenamkan wajahku ke bantal dalam – dalam. Seperti mengalami nightmare saja. Tawaran Lee yang menggiurkan, sekaligus merupakan bahaya maut bagiku. Untung dia tidak mencelakaiku tadi. Atau membawaku ke suatu tempat dan memerkosaku. Aku jadi bergidik. Tuhan masih melindungiku.

Teman SMA-ku dulu Deron, melarangku memberikan kop surat pada Lee. Deron seorang pengacara terkenal. Aku tidak bisa memejamkan mata. Sebentar golek  ke kiri. Sebentar golek ke kanan. Aura kegelisahan bersahut – sahutan panik dari lubuk hatiku. Bagaimana mungkin aku bisa memercayai Lee? Aku mesti mengecek identitas dirinya. Apa perlu? Lelaki ini bermaksud tidak baik padaku. Hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Lebih baik aku menjauhinya.

@@@

Setiba di kantor, aku melirik berita pagi. Mencari informasi tentang kejadian yang menimpa perusahaan Lee. Ternyata sudah santapan bahan empuk pers. Aku memijit – mijit kepalaku yang terasa pusing. Tiba – tiba ponselku berbunyi. Dari Handaru.


"Pam, Lee itu sudah punya istri dan dua orang anak di Malaysia. Dia memang punya perusahaan di sana. Kongsi saham dengan orang lain. Bukan miliknya penuh. Lebih baik jauhi orang itu. Lapor saja pada yang berwajib," nasehat Handaru. Kepalaku makin berputar – putar. Aku tertunduk lemas, mengkaji  kembali pembicaraanku semalam dengan Lee. Loyalitas pada perusahaanku mengalahkan segalanya.

THE END

* Elaine *

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA