Setiba di biara, biksu tua melihat bayangan yang bergerak kian kemari, "Eh, kok ada suara di dalam kuil? Di sini, khan hanya ada saya yang tinggal", pikirnya heran. Setelah lebih mendekat, biksu melihat bayangan manusia, hatinya berkata, "Apa mungkin ada pencuri? Aduh, pencuri ini sungguh salah tempat. Saya adalah biksu miskin, mana ada barang untuknya?"
Setelah berpikir sejenak, biksu tua itu memutuskan menunggunya di depan pintu. Dibawah sinar bulan, pencuri itu mengendap-ngendap keluar, tentu kaget bukan kepalang melihat sang biksu telah berdiri di depannya, "Wa..aaah!"
Biksu tua menenangkannya, "Jangan takut, jangan takut !". Pencuri ketakutan berkata, "Ssssaya tidak mengambil apa-apa! Sungguh tidak ambil apapun!". Biksu tua menjawabnya, "Saya tahu, saya tahu". Ketika si pencuri sedang berpikir apa yang akan diperbuat biksu kepadanya, tanpa disangka si biksu tua melepaskan mantel hangatnya dan memberikan kepada si pencuri, "Di atas gunung, udara amat dingin, kenakanlah mantel ini". Sang pencuri berlalu sambil berkata, "In…iniiii … anda sendiri yang memberikan padaku lho ya!"
"Hati-hatilah di jalan!", biksu memandang tubuh pencuri hilang di kegelapan malam. Saat membalikkan tubuh hendak masuk ke biara, biksu melihat sejenak ke arah rembulan, sambil menghela nafas dia berkata, "Hmmm, … ingin rasanya memberikan juga sebuah rembulan untuknya."
Keesokan pagi, ketika sang biksu hendak keluar, di depan pintunya terdapat sebuah bungkusan. "Eei … bukankah ini mantelku?", biksu ini keheranan lalu tersenyum bijak, "Nampaknya rembulan ini telah diterimanya, ha..ha..".
Ternyata lewat tengah malam, pencuri ini mengembalikan mantel biksu ini, sambil menangis di depan pintu biara dan berkata, "Anda telah tua, udara sedingin ini pasti membutuhkan mantel ini tapi telah anda berikan pada saya, padahal mantel ini satu-satunya milik anda….ah…Terima kasih biksu, saya telah menerima hadiah yang terindah dari anda, mulai besok saya akan rajin bekerja dan tidak akan mencuri lagi….Saya akan meneruskan hadiah indah ini kepada yang lainnya!".
Bagaimana adik-adik? Apakah mau menerima hadiah dari si pencuri tersebut, "sebuah hati yang putih bersih bagai rembulan", dan meneruskan memberinya pada yang lain. Jika setiap orang berbuat demikian. Ah, betapa damainya bumi kita ini! (Mei Ing)