KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 10 Maret 2011

KISAH TIGA GENJIA

Pada suatu tempat, terdapat tiga orang yang memiliki nama sama yaitu Genjia dengan pekerjaan yang berbeda, satu sebagai kepala suku, satu sebagai tukang kayu dan yang terakhir sebagai kepala pelayan.


Genjia yang berprofesi sebagai tukang kayu menikah dengan wanita yang sangat cantik. Genjia kepala pelayan menaruh hati pada wanita ini. Siang malam dia bermimpi untuk memilikinya. Tapi dia adalah seorang wanita tegas dan tidak membiarkan Genjia kepala pelayan mendekatinya. Akhirnya, terdorong nafsu keinginan ia berusaha mencari beberapa cara untuk menyingkirkan Genjia si tukang kayu. 


Suatu ketika, bapak dari Genjia kepala suku meninggal. Genjia kepala pelayan melihat ini adalah saat yang tepat untuk melenyapkan tukang kayu. Diam-diam, setiap hari ia mempelajari kaligrafi kitab suci Buddha dan berhasil membuat tulisan kuno dengan gaya yang hanya bisa dibuat oleh orang-orang tertentu. Dia kemudian menulis sebuah surat, menyerahkannya kepada Genjia kepala suku dan berkata, "Tuan, saya menemukan surat ini, tidak mengerti sepatah kata pun isinya dan supaya mengerti saya khusus bawakan ke sini untuk Anda. "

Genjia kepala suku juga tidak mengerti isi surat tersebut, kemudian memberikan surat itu kepada sekretarisnya. Setelah membaca isi surat itu, sekretarisnya berkata, "Surat ini berasal dari bapak Anda yang adalah kepala suku terdahulu. Di dalam surat ia mengatakan bahwa ia telah naik ke surga dan sekarang menjadi seorang pejabat di sana, tetapi ia tidak memiliki rumah. Meminta untuk mengirim seorang tukang kayu yang paling terampil untuk mengkoordinir pembangunan disana. "

Genjia kepala suku terus-menerus memikirkan bapaknya dan prihatin mendengar bapaknya tidak punya rumah di surga. Genjia kepala suku memanggil Genjia tukang kayu, menunjukkan surat tersebut dan memerintahkan dia untuk segera pergi ke surga.

Genjia tukang kayu sangat terkejut. Bagaimanapun dia tidak berani menolak, dan hanya bisa meminta waktu, " Tuan! Bagaimana mungkin saya tidak mematuhi perintah anda, tapi saya perlu waktu untuk mempersiapkan diri. Saya membutuhkan waktu tujuh hari. Setelah itu, silakan mengadakan Upacara pembakaran ranting di ladang jerami belakang rumah saya. Lalu saya akan naik ke surga membangun rumah besar bagi kepala suku terdahulu. "

Dianggap wajar, Genjia kepala suku menyetujui permintaanya dengan senang hati.

Kemudian Genjia tukang kayu berkeliling melakukan penyelidikan. Dia mencari tahu dari mana kepala suku mendapat gagasan tersebut. Akhirnya dia menemukan bahwa itu berasal dari surat kuno yang dibawa oleh Genjia kepala pelayan. Dia menyimpulkan bahwa Genjia si kepala pelayan punya rencana jahat untuk melenyapkannya.

Dia pulang dan berunding dengan istrinya. "Saya diperintahkan pergi dan membangun sebuah rumah di surga untuk kepala suku terdahulu. Ini terjadi karena Genjia kepala pelayan memberikan surat palsu kepada kepala suku. Tapi saya tidak berani menolak, tetapi telah meminta waktu sebelum Upacara pembakaran di belakang rumah. Waktu yang ada sangat membantu, ada satu cara untuk tetap bisa bertahan hidup. Kita berdua menggali terowongan di bawah tanah di malam hari dari belakang rumah ke kamar tidur kita, dan kamu dapat menyembunyikan aku di sana nanti.

Sang istri terkejut mendengar kisah yang diceritakan suaminya. Dia bersedia melakukan apa pun untuk menyelamatkan suaminya. Jadi, setiap hari ketika malam tiba, mereka berdua menggali terowongan secara diam-diam dan selesai pada hari ketujuh. Mereka menutup pintu masuk dengan sebongkah batu dan di atasnya dilapisi tanah, sehingga orang tidak akan menyadarinya.

Hari kedelapan tiba, hari untuk tukang kayu naik ke surga. Ketua rombongan dan kepala pelayan datang dengan hiruk-pikuk, suara terompet dan drum membelah langit, kepala suku datang untuk mengirim dia pergi. Mereka membuat tumpukan kayu bakar dan jerami di lapangan dan meminta Genjia tukang kayu untuk membawa kotak peralatan dan membawa tas ditangannya. Mereka menyuruh dia berdiri di tengah, dinyalakan dan melihat tumpukan kayu bakar "mengirimnya ke surga".

Pelayan Genjia takut begitu kayu bakar dinyalakan, si tukang kayu akan merusak semuanya dengan menangis dalam ketakutan. "Ayo!" ia berseru kepada orang banyak. "Tiuplah terompet dan pukul drum Anda! Tertawalah dan bersorak! Genjia tukang kayu sedang dalam perjalanan ke surga untuk membangun sebuah rumah besar kepala suku terdahulu kita. Bukankah itu sesuatu yang luar biasa!"

Kepala suku datang untuk melihat-lihat. Genjia kepala pelayan gembira melihat asap yang keluar dan berkata, "Tuan, Anda lihat, ada kuda telah membawanya pergi. Genjia tukang kayu sedang dalam perjalanan ke surga."

Kepala suku senang akan hal ini.

Pada saat kayu bakar menyala dan asap mulai membumbung ke langit, Genjia tukang kayu mengangkat lempengan batu dan melarikan diri melalui terowongan bawah tanah menuju kamar tidurnya sendiri.

Dia bersembunyi di rumahnya selama setahun. Istrinya berusaha keras untuk mencari susu dan makanan bergizi untuknya, dan karena dia tidak bekerja, Genjia si tukang kayu bertambah gemuk dan berkulit lebih bersih dari sebelumnya.

Sementara itu, Genjia kepala pelayan mencoba seribu satu cara untuk merayu istri tukang kayu, dan ia juga dengan seribu satu cara menghindarinya. Genjia kepala pelayan gagal sepenuhnya dalam mencapai tujuannya.

Sementara Genjia tukang kayu bersembunyi di rumah, ia rajin mempraktekkan kaligrafi dari kitab suci Buddha. Ia mempersiapkan sebuah surat yang ditulis dalam tulisan tangan asli dan menyimpannya. Pada tahun pertama-nya "naik ke surga" ia pergi dan berdiri di titik tempat ia dibakar, kotak peralatan di bahu dan tas yang sama di tangannya. Ia berseru, "Bagaimana keadaan semua orang? Saya kembali dari surga."

Istrinya yang pertama kali keluar. Ia berpura-pura menjadi sangat terkejut dan bergegas melaporkan berita ini kepada kepala suku. 


Kepala suku sangat senang ketika dia mendengar Genjia tukang kayu sudah kembali. Dia memberikan sambutan layaknya pahlawan, datang dengan terompet dan drum, serta mengundangnya untuk tinggal di rumah. Dia ingin mencari tahu bagaimana nasib bapaknya di surga.

Dalam pertemuan dengan kepala suku, Genjia tukang kayu berkata dengan nada suara sangat serius, "Ketika saya sedang membangun rumah di surga, kepala suku terdahulu atau bapak anda memperlakukan saya dengan luar biasa baik, sama seperti yang Anda selalu lakukan Tuan. Itu sebabnya saya dalam kondisi yang baik seperti ini! Rumah besar nan megah itu selesai dan sepuluh kali lebih besar dari ukuran rumah kita! Hanya satu hal yang kurang: seorang pelayan. Kepala suku terdahulu membutuhkan seorang pelayan. Dia sangat ingin pelayan naik ke surga dan mengurus semua hal untuknya. Setelah periode waktu ia bisa kembali. " kemudian, ia segera menunjukkan surat kepada kepala suku dan menambahkan bahwa itu adalah kepala terdahulu yang telah memintanya untuk membawanya pulang kesini.

Kepala suku Genjia membaca surat tersebut dan benar-benar yakin dengan keseluruhan isinya. Akhirnya ia meminta Genjia kepala pelayan “pergi ke surga” dan memintanya bekerja untuk kepala suku terdahulu disana.

Genjia kepala pelayan ketika melihat tukang kayu tampak begitu baik setelah "naik ke surga” dan ketika ia mendengar secara jelas keadaan di surga yang diberikan oleh tukang kayu, ia berpikir "Mungkin aku benar-benar memiliki semacam kekuatan sihir", pikirnya. "Itu ide saya untuk dia pergi ke surga, dan dia benar-benar tampaknya telah melakukannya! Mungkin ia benar-benar pergi ke surga, dan kepala suku terdahulu benar-benar memiliki rumah baru di sana!"

Ia mengikuti jejak tukang kayu dan meminta selama tujuh hari untuk bersiap-siap. Upacara pembakaran ranting diadakan di lapangan jerami belakang rumahnya. Dia berpikir kalau Genjia tukang kayu bisa kembali, dia juga bisa. Pada hari kedelapan, seperti sebelumnya, Genjia kepala pelayan berdiri di tengah kayu bakar dengan kotak peralatan bahu dan tas di tangannya. Sama seperti sebelumnya, ada suara hiruk-pikuk terompet dan drum, dan kepala suku memberi perintah untuk menyalakan kayu bakar dan mengirimnya ke surga.

Tetapi hasil kali ini agak berbeda. Salah satu perbedaannya adalah setelah semua selesai, setumpuk tulang hangus ditemukan di antara abu. Perbedaan lain adalah bahwa Genjia kepala pelayan tidak pernah kembali. Dia tetap “tinggal di surga” selamanya untuk membantu kepala suku terdahulu mengurus rumah besarnya. [Chen Mei Ing]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA