Suatu hari, Leyang menemukan uang emas dalam perjalanan pulangnya, dan ia sangat gembira berlari pulang secepat mungkin dan memberikan uang itu kepada istrinya.
Anehnya, istrinya tidak mau menerimanya dan berkata dengan lembut, "Suamiku, seorang lelaki sejati tidak pernah minum air curian. Mengapa kamu membawa pulang emas yang bukan milik kita? Pasti sang pemilik sedang kebingungan mencari-cari barang ini di tempat yang tadi ia lewati." Leyang tersentuh akan kata-kata istrinya, dan ia mengembalikan uang emas itu ke tempat tadi ditemukan.
Setahun kemudian, Leyang menempuh studi lebih lanjut ke luar daerah, sehingga istrinya tinggal sendiri di rumahnya di desa. Di tengah-tengah masa studinya, Leyang merasa sangat rindu ingin bertemu sang istri, dan ia pulang ke rumah. Istrinya sedang menenun kain di kamar dan merasa kaget saat mengetahui suaminya pulang, bertanya mengapa ia kembali begitu cepat. Suaminya menjelaskan alasannya. Istrinya menjadi marah dan mengambil gunting, diguntingnya putus setengah dari kain tenunannya yang sudah susah payah dibuatnya tadi, membuat suaminya bingung. Istrinya berkata, "Bila sesuatu dihentikan di tengah jalan, bagaikan menggunting kain yang sedang ditenun. Kain hanya dapat berguna saat ia selesai ditenun. Namun kini ia tak berharga, sama seperti sekolahmu."
Leyang sangat tersentuh akan nasihat istrinya. Ia segera kembali melanjutkan studinya, dan tidak pulang sampai ia lulus dan mendapat pekerjaan yang baik. Kisah ini sering diceritakan di kalangan rakyat Tiongkok agar anak-cucu memiliki semangat memperjuangkan cita-cita. (*)
http://yinnihuaren.blogspot.com
Disalin oleh: Chen Mei Ing - Jakarta