KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 27 Agustus 2011

SHI TAO, PELUKIS DAN PENYAIR TERKENAL ZAMAN DINASTI QING

Shi Tao (1642–1718), terlahir sebagai Zhu Ruoji ialah seorang pelukis lanskap dan penyair Cina pada permulaan zaman Dinasti Qing (1644–1911).

Dilahirkan di Kabupaten Quanzhou di Provinsi Guangxi, Shi Tao ialah anggota istana kerajaan Dinasti Ming. Dia nyaris terkena bencana pada tahun 1644 ketika Dinasti Ming jatuh akibat serangan Manchuria dan pemberontakan sipil. Setelah berhasil menyelamatkan diri, Shi Tao mengambil nama Yuanji Shi Tao sebelum tahun 1651 ketika dia menjadi seorang rahib Buddha.

Dia pindah dari Wuchang, Hubei ketika dia memulai pengajaran keagamaannya, ke Anhui pada dasawarsa 1660-an. Pada dasawarsa 1680-an dia menetap di Nanjing dan Yangzhou, dan pada tahun 1690 dia pindah ke Beijing untuk menjumpai pembimbingnya demi promosinya dalam sistem biara. Kecewa karena gagal menjumpai pembimbing, Shi Tao mengganti keyakinannya menjadi Taoisme pada tahun 1693 dan kembali ke Yangzhou di mana dia menghabiskan sisa hidupnya sampai tahun 1707.

Shi Tao memiliki lebih daripada 24 nama alias selama hidupnya.

Nama yang paling lazim di antara nama-nama yang digunakan adalah Shi Tao (Gelombang Batu), Ku Gua Heshang (Rahib Labu Pahit), Yuan Ji (Penghulu Keselamatan), Xia Zun Zhe (Sang Buta Yang Terhormat, buta terhadap hasrat duniawi), Da Dizi (Sang Suci (atau terbersihkan).

Sebagai mantan Buddhis, dia juga dikenal dengan nama kerahiban Yuan Ji.

Nama Da Dizi digunakan ketika Shitao meninggalkan ajaran Buddha dan memeluk Taoisme. Itu juga menjadi nama yang digunakan untuk rumahnya di (Da Di Hall).

Shi Tao adalah salah seorang pelukis individualis paling terkenal dari permulaan zaman Dinasti Qing. Seni yang dia ciptakan dapat dikatakan revolusioner, karena perbedaannya dari teknik dan gaya yang telah baku dan kaku yang sebelumnya dianggap indah. Peniruan dihargai melebihi terobosan, dan meskipun Shi Tao jelas-jelas dipengaruhi oleh para pendahulunya (Ni Zan dan Li Yong), seni yang dia ciptakan menyelisihi cara-cara mereka dalam beberapa cara baru dan mempesonakan.

Terobosan-terobosan resminya dalam melukis meliputi perhatiannya kepada tindakan pelukisan itu sendiri melalui penggunaan cara penipisan dan penebalan, sapuan kuas yang impresionistis, juga minatnya dalam pendekatan subjektif dan penggunaan ruang putih atau negatif untuk menyatakan jarak. Terobosan gaya Shi Tao adalah sulit menempati konteks yang sedang berlaku pada periode itu. Dalam sebuah tanda penerbitan (kolofon) yang berangka tahun 1686, Shi Tao menulis: "Dalam seni lukis, terdapat mazhab Selatan dan Utara, sedangkan dalam seni kaligrafi terdapat metode-metode Dua Wang (Wang Xizhi dan puteranya Wang Xianzhi). Zhang Rong (443–497) pernah berkata, 'Saya tidak menyesal ketika saya tidak berbagi dengan metode-metode Dua Wang, melainkan Dua Wang itu tidak berbagi dengan metode-metode saya.' Jika seseorang bertanya apakah saya (Shi Tao) mengikuti Mazhab Selatan atau Utara, atau apakah kedua-dua mazhab itu mengikuti metode saya, saya menahan tawa dan menjawab, 'saya selalu menggunakan metode saya sendiri!'

Puisi dan kaligrafi yang menyertai lukisan-lukisan lanskapnya begitu cantik, agak nakal, dan cerah seperti halnya lukisan yang mereka sertai. Lukisan-lukisannya menjadi contoh pertentangan dan ketegangan internal bagi seniman-seniman amatir-terpelajar, dan mereka ditafsirkan sebagai cercaan melawan penyakralan seni yang bersejarah.

"10.000 Titik Tinta Buruk" adalah sebuah contoh sempurna dari prinsip-prinsip estetik ironis dan perlawanan yang diberikan Shi Tao. Karya unik aperseptif ini menantang baku-baku keindahan yang sudah melembaga pada waktu itu. Karena lanskap dilukis secara hati-hati bergerak memburuk ke dalam percikan Pollock-esque, pemandang dipaksa mengakui bahwa lukisan ini tidak transparan (segera -dalam pengertian yang paling harfiah- tanpa media) menurut cara yang dimaksudkan sejak semula. Semata-mata karena mereka dinamai "buruk", titik-titik tinta bermula untuk mengambil sejenis keindahan abstrak.

"Peringatan Qin-Huai" adalah lukisan unik Shi Tao lainnya. Seperti banyak lukisan dari penghujung Dinasti Ming dan permulaan Dinasti Qing, lukisan ini berkenaan dengan tempat manusia di alam. Bagaimanapun, pada pandangan pertama, puncak terjal dalam lukisan ini tampak distortif. Yang membuat lukisan ini begitu unik adalah bahwa lukisan ini terlihat menggambarkan gunung yang membungkuk. Seorang rahib berdiri tenang di atas perahu yang mengambang di sepanjang Sungai Qinhuai, menatap kagum batu raksasa yang tengah berlutut. Ekonomi rasa hormat yang berulang alik antara manusia dan alam digali di sini menurut cara yang canggih, mengingatkan pada surealisme atau realisme magis, dan berbatasan dengan kekonyolan. Shi Tao sendiri pernah mengunjungi sungai itu dan kawasan di sekelilingnya pada dasawarsa 1680-an, tetapi tidak diketahui apakah album yang berisi lukisan ini menggambarkan tempat-tempat tertentu. Representasi itu sendiri adalah satu-satunya cara perasaan saling hormat yang Shi Tao coba gambarkan dalam lukisan ini yang berhasil dikomunikasikan; subjek gunung yang dipersonifikasikan membantah apapun yang lebih sederhana. [Meilinda Chen, Jakarta, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA