KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 16 September 2011

SELAMAT JALAN, SEMOGA KAMU BAHAGIA

Story: Sedih, pedih, dan entah ungkapan apalagi yang bisa menggambarkan perasaan hatiku saat semua  kebahagaiaan dan mimpi yang kami rangkai selama bertahun-tahun hancur cuma karena perbedaan status yang kami miliki. Aku dan Hengki dilahirkan pada tahun dan bulan yang sama, bedanya aku lahir di rumah sakit elite yang dibantu para dokter berpengalaman, sementara  Hengki lahir di desa yang hanya dibantu dukun beranak.

Beberapa tahun kemudian kami tinggal satu atap, tetapi lagi-lagi diantara kami terdapat perbedaan yang sangat mencolok, di rumah itu aku tinggal dalam segala kemewahan, tidur dalam kamar luas ber-ac, sementara Hengki tinggal dikamar sempit nan pengap bersama ibu dan bapaknya. Meski kami tumbuh bersama, bersisian dan berbagi banyak hal bersama, tetapi aku adalah anak pemilik rumah yang seorang pejabat tinggi disebuah instansi pemerintah, sementara Hengki cuma anak seorang pembantu di rumahku.

Sejak kecil kami memang dekat sekali. Tidak ada yg tahu kenapa… yang banyak orang tahu, hanya di mana ada Hengki, maka gadis kecil dengan rambut ikal, mata hitam bundar, dan wajah menggemaskan itu selalu ada. Dan sebaliknya, di mana ada aku, maka bocah kecil dengan rambut berantakan, kulit agak hitam, dan wajah selalu tertawa itu selalu ada. Namanya juga anak-anak. Belum ada yg keberatan dengan fakta kedekatan kami berdua, meski sebenarnya papa sering melarangku bermain-bermain ditempat kortor bersama Hengki. Padahal akulah yang sebenarnya sering mengajak Hengki untuk main bersama.

Dan begitulah, selama hampir sepuluh tahun kami bermain bersama, memiliki masa-masa yang menyenangkan dan terkadang menyedihkan. Sebelum akhirnya kami harus berpisah karena papa dipindah tugaskan ke daerah lain, sementara Hengki dan kedua orang tuanya tetap tinggal di rumahku, karena papa tak ingin ada orang lain yang mengurusnya, selain kedua orang tua Hengki dan rumah itu rencananya akan disewakan pada pengusaha asing.

Dan waktu berjalan begitu cepat, lima belas tahun kami berpisah dan waktu yang kami nanti-nantikan untuk bisa bertemu kembali akhirnya tercapai. Papa kembali ditugaskan ke kota semula. Aku dan Hengki sudah menginjak usia delapan belas tahun, kami juga tengah menyelesaikan kuliah kami masing-masing, namun demikian ketidak suakaan keluargaku terhadap Hengki tetap saja ada, tetapi mereka tak bisa begitu saja membatasi hubungan kami, karena kami memang sudah sama-sama dewasa.

Singkatnya, kami berdua lulus dan akhirnya bekerja. Saat itu hengki memberanikan untuk melamarku dan sudah bisa ditebak lamaran itu ditolak mentah-mentah. Bahkan Hengki menerima hinaan yang membuat hatinya sangat terluka. Tetapi karena rasa cintanya demikian dalam, Hengki bahkan beberapa kali mengutarakan niatnya itu kepada keluargaku dan berkali-kali pula niatan itu tertolak. Hingga akhirnya Hengki menagih janjiku untuk " dipenuhi.. janji saat mereka sering bersepeda dulu: "aku akan ikut kemana kau pergi…" Tapi tidak, aku tidak bisa meninggalkan papa yangg sakit-sakitan. "Bersabarlah, bang… aku mohon.." kataku meneguhkan hati; "aku akan kembali membujuk Papa," Apa lagi yang bisa dilakukan Hengki selain menunggu?

Tapi kondisinya benar-benar berjalan diluar rencana kami, beberapa bulan kemudian. Bukan karena Hengki kebetulan mendapatkan kesempatan dinas belajar, kursus singkat di London selama enam bulan, karena jarak tak pernah berhasil memisahkan kami.. tapi karena saat Hengki kembali, dia menemukan setumpuk foto-foto dan selembar surat di meja rumahnya. Itu foto-foto pernikahan di Bandung. Dan isi selembar surat itu pendek saja: "Maafkan aku bang.. aku sudah menikah…" dan Hengki manangisi semuanya dengan kepedihan yang luar biasa.

Dan tragisnya Hengki mempercayai apa yang ia lihat, padahal rencana menyebarkan foto-foto itu adalah ulah papaku dan pernikahan itu adalah pernikahan kakak sulungku, tentu saja yang duduk disebelahku adalah kakak iparku. Papa memang memaksaku untuk berfoto berdua dan aku tidak menyangka jika foto itu akan diberikan kepada Hengki beserta surat palsu itu. dan sejatinya pernikahan itu tak pernah ada.

Saat Hengki dulu datang dengan kemarahan ke rumah di hari kematian papa, lelaki yg duduk di sebelahku adalah kakak iparku. Dan jelas, di sebelah kakak iparku tersebut ada kakak perempuanku yang menjadi istrinya. Gelengan kepalaku yang aku lakukan saat itu maksudnya: "jangan sekarang.. nanti saja kita bicarakan soal kita…" Tapi apa hendak mau dikata? Kejam nian kesalahan ini buat kami.. Hengki salah sangka.. dan memutuskan pergi.. menyiram rumput cinta yg tumbuh subur dihati dengan minyak tanah.. membakar habis hingga ke akar-akarnya.

Saat itu juga Hengki hilang ditelan gempita dunia.. meninggalkan jendela kaca yg semakin kusam.. rumput halaman yg meninggi dan menjadi belukar.. langit-langit rumah yg dipenuhi bintik hitam tampias air… dan di atas itu semua, Hengki sudah meninggalkanku dalam kesendirian. Aku memang berkali-kali datang kerumah lamaku berharap Hengki muncul….. tapi kenyataanya setelah bertahun-tahun kabar baru muncul dari Hengki bersama istri dan dua orang anaknya…,  sementara aku tetap sendiri dalam keheningan jiwa yang tercipta…. [Vivi Tan, Jakarta, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA