KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 16 September 2011

AKU BUTA TETAPI TIDAK TULI

Story: Tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku bahwa pada akhirnya mataku tak  dapat lagi melihat, lantaran kecelakaan yang terjadi pada diriku beberapa bulan silam. Kegelapan kini menyelubungi hari-hariku, keceriaan tak bisa lagi aku dapatkan secara sempurna. Yang ada hanya kesedihan, kepedihan dan putus asa. Ku akui, secara perlahan aku bisa menerima apa yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Dan ketidak mampuanku melihat ternyata memiliki hikmah buat hidupku selanjutnya.

Hikmah itu berupa kepekaan rasa dari batinku dalam menyingkapi berbagai hal termasuk prilaku suamiku yang belakangan mengusik ketentraman rumah tangga kami. Fachri demikian nama suamiku (bukan nama sebenarnya), awalnya merupakan sosok laki-laki yang sangat aku hormati, karena ia begitu bertanggung jawab dan sangat menghormati aku sebagai seorang istri yang juga memiliki karir dipekerjaan.

Sampai saat ini kami memang belum dikarunia seorang anakpun, sejak kecelakaan itu di rumah hanya kami berdua dan seorang pembantu yang tinggal, setelah sebelumnya adik dan ibuku selama tiga bulan menemani aku yang saat itu baru saja mendapatkan musibah. Namun akhirnya aku memutuskan untuk belajar lebih mandiri dalam menghadapi ujian hidup ini, dengan meminta adik dan ibuku untuk kembali ke tempat tinggal mereka, karena kupikir jika mereka masih disini, aku akan menjadi selalu  tergantung terhadap orang lain.

Hingga praktis di rumah, tinggal suami dan pembantu yang menemaniku, membantu sebagian aktifitasku yang tak bisa aku kerjakan sendiri. Awalnya Fachri memang sangat sabar dan sepertinya juga bisa menerima keadaanku ini. tapi lama kelamaan aku mulai merasakan sesuatu yang tak beres dengan prilakunya. Walau tak melihat, hati dan telingaku bisa merasakan dan mendengar apa yang tengah terjadi dengan suamiku.

Sepeninggal Ibu dan adikku, keadaan rumah kerap menjadi sepi. Hal itu rupanya dimanfaatkan oleh suamiku untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya tak pernah ia lakukan, misalnya saja keluar dari kamar saat tengah malam. Awalnya aku tak pernah mencurigai prilakunya tersebut, namun lama-kelamaan ia semakin sering melakukan hal itu dan akhirnya memunculkan kecurigaan dalam hatiku.

Suatu hari, sekitar pukul dua tengah malam ia kembali keluar kamar untuk yang kesekian kalinya. Sekitar lima belas menit setelah itu, aku yang memang telah menunggu kesempatan untuk mencari tahu apa yang tengah ia lakukan, segera bangun dan keluar dari kamar tanpa mengeluarkan sedikitpun suara. Karena sudah hafal betul tata letak ruangan rumah, walau buta aku dengan mudah dapat menelusuri setiap ruangan.

Saat melewati kamar pembantu, sayup-sayup aku mendengar suara-suara yang membuat tubuhku bergetar. Dari dalam kamar itu, kudengar dengusan dan lenguhan-lenguhan bahkan jeritan kecil dari dua orang manusia yang sedang bergumul. Aku tahu persis suara siapa yang kudengar malam itu, itu suara Fachri dan Sri pembatuku. Mereka berdua menghianati aku, menikam aku dari belakang ketika aku tengah dilanda kesusahan.

Malam itu aku memang tak langsung melabrak mereka, aku masih memberikan Fachri kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Esok harinya aku baru meminta penjelasan Fachri tentang kebiasaanya keluar kamar pada malam hari. Saat kutanya ia terlihat terkejut, dan ia mengelak, "Aku memang buta mas, tapi kamu nggak bisa ngebohongin aku, aku masih bisa mendengar dan merasakan kelakuanmu," ujarku saat itu sambil menangis.

Tak terdengar jawaban dari mulutnya, "Mas dengarkan aku, sekarang aku memang tak bisa melayani mas dengan sempurna karena keadaanku ini, tapi aku ngga mau keadaan ini kamu manfaatkan untuk menyakiti aku, jika kamu ingin memiliki istri yang normal silahkan, tapi ceraikan aku dulu, aku ngga mau punya suami yang pengecut seperti kamu, aku ngga mau mas," sergahku dengan suara yang meninggi.

Sekali lagi aku tak mendengar sepatahpun ucapan dari mulutnya. Tapi sekonyong-konyong Fachri menubruku dan memeluku dengan erat, tak terdengar kata-kata, yang kudengar adalah isak tangis Fachri yang selama ini belum pernah aku rasakan dan aku dengar detik selanjutnya aku merasakan ia berlutut dihadapanku, mencium kakiku dan aku juga merasakan air matanya yang hangat membasahi punggung kakiku. "Maafkan aku ma, maafkan aku," cuma itu yang kudengar dari mulurnya saat itu.

Namun ucapan itu, memang ia resapi dengan sungguh-sungguh. Sampai saat ini, satu tahun sejak ia berselingkuh, tak pernah kudengar dan kurasakan lagi sesuatu yang ganjil dari prilakunya, bahkan pembatu yang ia selingkuhi ia minta untuk tak bekerja lagi di rumahku. Ia kini benar-benar telah kembali seperti semula bahkan lebih menyayangi aku dari sebelum aku buta, semua keperluanku selalu ia persiapkan dengan baik, mengantarku kemana aku mau. Dan aku sadar, Tuhan ternyata selalu memberikan yang terbaik buat umatnya yang bersyukur. [Vivi Tan, Jakarta, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA