Perkumpulan Barongsai Singa Harapan Siantan Pontianak meraih juara pertama mengalahkan 11 peserta lainnya pada kompetisi Barongsai Tionghoa Fair 2011 di Cafe Nineteen Komplek Auditorium Untan.
Sementara juara kedua diraih Perkumpulan Barongsai Perdamaian dari Pontianak, dan juara ketiga Perkumpulan Barongsai MABT Sambas.
Wakil Manager Perkumpulan Barongsai Singa Harapan Siantan, Deliyanto, mengatakan perkumpulan Barongsai binaannya baru pertama kali ikut serta dalam kompetisi barongsai dan tidak menduga bisa menjadi juara pertama.
"Kita merasa senang dan bangga bisa meraih juara pertama dan ini juga pertama kalinya ikut bertanding. Apalagi para pemain kami melatih sendiri tanpa ada pelatihnya," tuturnya kepada Tribun usai timnya bertanding.
Hal sama diakui pemain Singa Harapan, Hendra. Ia memaparkan, mereka belajar secara otodidak dari rekaman video compact disc (VCD) dan berlatih tanpa ada pelatih yang melatihnya.
Hendra mengatakan, satu di antara kunci permainan barongsai kekompakan semua pemain, baik sesama pemain barongsai maupun antara pemain musik (gendang) dengan pemain barongsai.
Menurutnya, gerak-gerik barongsai adalah mengikuti irama yang dimainkan. "Sedangkan dari mana teknik gerakan itu bisa diciptakan adalah berasal dari imajinasi tingkahlaku atau gerakan yang ada pada binatang," paparnya.
Sementara pemain Barongsai, perkumpulan Perdamaian, Yulius Salim, mengatakan pemain barongsai harus memiliki skill dan keserasian antara pemain depan dan belakang sesuai dengan irama musik yang dimainkan.
Ia mencontohkan, ketika barongsai pada posisi duduk, pemain belakang harus mengoyangkan tangannya yang tepat berada di perut singa. Dengan demikian, akan kelihatan singanya sedang bernapas.
Selain itu, tatapan kedua mata, mulut, dan ekor juga perlu digoyangkan, serta gerakan kedua kaki harus saling mengikuti agar kelihatan serasi.
Menurut Yulius, seiring perkembangan zaman, untuk melestarikan permainan Barongsai terkendala dengan sulitnya mencari bibit pemain. "Sebab, tidak semuanya menyukai permainan barongsai. Di samping perlu latihan yang berat juga memerlukan disiplin yang tinggi. Seorang pemain juga dituntut memiliki inspirasi dan imajinasi yang tinggi," ujarnya.
Ia menambahkan, kendala lainnya, kurangnya perhatian dari pelatih senior, tokoh masyarakat Tionghoa, serta minimnya sponsor. Oleh sebab itu, ke depan diharapkan tokoh atau pengusaha Tionghoa ikut berpartisipasi mendukung perkembangan permainan barongsai, ujarnya. [Widya Wong / Pontianak / Tionghoanews]
Sementara juara kedua diraih Perkumpulan Barongsai Perdamaian dari Pontianak, dan juara ketiga Perkumpulan Barongsai MABT Sambas.
Wakil Manager Perkumpulan Barongsai Singa Harapan Siantan, Deliyanto, mengatakan perkumpulan Barongsai binaannya baru pertama kali ikut serta dalam kompetisi barongsai dan tidak menduga bisa menjadi juara pertama.
"Kita merasa senang dan bangga bisa meraih juara pertama dan ini juga pertama kalinya ikut bertanding. Apalagi para pemain kami melatih sendiri tanpa ada pelatihnya," tuturnya kepada Tribun usai timnya bertanding.
Hal sama diakui pemain Singa Harapan, Hendra. Ia memaparkan, mereka belajar secara otodidak dari rekaman video compact disc (VCD) dan berlatih tanpa ada pelatih yang melatihnya.
Hendra mengatakan, satu di antara kunci permainan barongsai kekompakan semua pemain, baik sesama pemain barongsai maupun antara pemain musik (gendang) dengan pemain barongsai.
Menurutnya, gerak-gerik barongsai adalah mengikuti irama yang dimainkan. "Sedangkan dari mana teknik gerakan itu bisa diciptakan adalah berasal dari imajinasi tingkahlaku atau gerakan yang ada pada binatang," paparnya.
Sementara pemain Barongsai, perkumpulan Perdamaian, Yulius Salim, mengatakan pemain barongsai harus memiliki skill dan keserasian antara pemain depan dan belakang sesuai dengan irama musik yang dimainkan.
Ia mencontohkan, ketika barongsai pada posisi duduk, pemain belakang harus mengoyangkan tangannya yang tepat berada di perut singa. Dengan demikian, akan kelihatan singanya sedang bernapas.
Selain itu, tatapan kedua mata, mulut, dan ekor juga perlu digoyangkan, serta gerakan kedua kaki harus saling mengikuti agar kelihatan serasi.
Menurut Yulius, seiring perkembangan zaman, untuk melestarikan permainan Barongsai terkendala dengan sulitnya mencari bibit pemain. "Sebab, tidak semuanya menyukai permainan barongsai. Di samping perlu latihan yang berat juga memerlukan disiplin yang tinggi. Seorang pemain juga dituntut memiliki inspirasi dan imajinasi yang tinggi," ujarnya.
Ia menambahkan, kendala lainnya, kurangnya perhatian dari pelatih senior, tokoh masyarakat Tionghoa, serta minimnya sponsor. Oleh sebab itu, ke depan diharapkan tokoh atau pengusaha Tionghoa ikut berpartisipasi mendukung perkembangan permainan barongsai, ujarnya. [Widya Wong / Pontianak / Tionghoanews]