Bukan saja karena tingkahnya tersebut, tetapi juga karena ia seolah-olah tak menghargai keberdaanku sebagai istrinya
Aku, sebut saja namaku Rini (nama samaran), saat ini sedang merasa gundah karena suamiku, sebut saja namanya Deni (nama samaran) belakangan ini memiliki sifat mata keranjang. Hal itu mungkin tak terlalau aku risaukan jika saja Deni melakukannya saat aku tak ada disampingnya.
Aku memang yakin bahwa Deni tak akan melakukan perselingkuhan, karena selama ini ia tak pernah menunjukan tanda-tanda yang mencurigakan. Namun belakngan sifat mata keranjangnya sudah sangat keterlaluan.
Ketika aku memutuskan untuk menikah dengannya aku memang sudah melihat gelagat kurang baik itu, namun saat itu aku berpikiran bahwa hal itu hanya sebuah kebiasaan yang mungkin kan hilang jika ia sudah menikah.
Selain itu, aku juga merasakan kasih sayangnya yang begitu tulus dan setia. Faktor lain yang membuatku memutuskan untuk menikah dengannya ia sangat tampan dan juga mapan.
Belakangan setelah kami dikarunia satu orang anak, sifat mata keranjangnya kembali muncul, bahkan sudah sangat keterlaluan. Deni tak bisa sedikit saja melihat perempuan yang cantik, kalau belum menghilang dari pandangannya, matanya akan terus menatap perempuan tersebut, layaknya seekor kucing yang sedang mengincar mangasanya.
Yang membuat aku malu, suamiku itu sama sekali tak perduli siapa yang diliriknya. Satu minggu lalu saat aku mengajaknya ikut sebuah acara di rumah salah satu temanku, matanya jelalatan menatap setiap teman-temanku yang menggunakan baju seksi.
Apalagi ketika Mita, salah satu temanku yang paling cantik datang dengan dandannya yang sangat seksi, mata Deni seolah-olah mau keluar menatap pemadangan itu.
Ia bahkan tak pernah melepaskan tatapan matanya ke bagian paling seksi dari tubuh Mita. Sampai-sampai sang pemiliki tubuh merasa sangat risi dengan kelakuan suamiku tersebut. Selesai acara Mita menemuiku dan menanyakan hal tersebut kepadaku,
"Sya suamimu itu kenapa sih, emang nggak pernah liat perempuan cantik sebelumnya?, bilangin tuh jangan kayak gitu dong, bikin malu aja," demikian Mita menegurku.
Terus terang aku merasa sangat malu dengan teguran Mita tersebut. Namun aku tak bisa berbuat banyak selain kembali mengingatkan Deni agar tak berkelakuan seperti tadi.
Sesungguhnya aku memang sangat mencintai Deni, karena Deni juga sangat mencintai aku. Ia memang pernah menyesalkan apa yang menjadi kebiasaan buruknya tersebut dan ia mengakui tak mudah untuk menghilangkan kebiasaan itu.
Tapi rasa menyesal itu tinggalah rasa penyesalan, karena Deni tetap saja mengulanginya terhadap siapa saja. Suatu kali ia juga pernah melakukan hal memalukan terhadap saudara sepupuku sendiri sebut saja namanya Nia.
Sampai-sampai Nia menemui aku sambil menangis melaporkan kelakuan suamiku yang membuatnya merasa sangat malu karena terus-menrus ditatap secara tidak senonoh.
Hal terakhir inilah yang membuatku menjadi mulai ragu untuk meneruskan bahtera rumah tanggaku ini. Namun ada ganjalan dalam hatiku untuk mengambil keputusan tersebut, selain kami telah memiliki anak, aku juga masih mencintai Deni, aku juga masih berharap ia bisa mengurangi kebiasaannya tersebut.
Namun desakan keluargaku dan teman-temanku ternyata lebih kuat agar aku segera saja bercerai. Tapi sampai saat ini aku belum juga mengambil keputusan, karena aku masih dipenuhi kebimbangan. Para pembaca tolong beri saran.. ! [Vivi Tan / Jakarta]