Betapa senang hati Untung melihat jarum tanda bahan bakar menunjukkan bahwa bensin masih penuh, sebab jarumnya menunjuk ke tanda "full". Untung segera mengendarai sepeda motor tersebut.
Setelah kurang lebih berjalan tiga kilometer, motor itu tiba-tiba macet. Untung menstater berkali-kali hingga basah oleh keringat, motor tidak juga berbunyi. Untung membuka dan mengecek businya, sama saja. Untung sudah keburu terlambat. Maka, Untung bermaksud mencari telepon umum hendak menelepon temannya, agar mengambil motor yang macet itu. Untung bermaksud naik bus ke tempat tujuan.
"Mas, itu pasti bensinnya habis!" nasihat abang becak yang di belakang Untung.
"Enggak mungkin Pak! Wong jarumnya saja menunjuk tanda penuh kok!" sahut Untung.
Ketika mencari-cari telepon umum, sambil menuntun motor, Untung melewati penjual bensin.
"Apa salahnya saya mengikuti nasihat abang becak tadi!" pikir Untung. Akhirnya, Untung membeli bensin satu liter saja.
Begitu bensin dituang, Untung mencoba menyalakan mesinnya, "Wruuuuunggg!" Sekali starter langsung bunyi.
Pelan-pelan Untung menjalankan motornya. Ketika Untung melampaui pengemudi becak, yang menasihati Untung dan langsung dibantahnya, Untung mengklakson beliau. Beliau tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. Untung pun mengacungkan ibu jari tangan kirinya lalu melaju kencang menuju tempat pelatihan.
Mendengarkan orang lain, terutama mereka yang barangkali derajat dan status sosialnya lebih rendah dari kita, tidaklah mudah. Padahal, semua manusia bermartabat di hadapan Tuhan. Martabat manusia yang mengalami keindahan hidup sebagai anugerah Tuhan. Dengan mendengarkan sesama kita, sesungguhnya kita belajar mendengarkan kehendak Allah di dalam kehidupan ini. [Renata Koh / Jakarta]