Setelah kepulanganku dari rumah sakit aku tak pernah lagi mendengar tentang Rangga. Aku kembali pada aktifitasku sehari-hari, sekolah dan membantu ibu berusaha demi mencukupi kebutuhan kami sehari-hari, karena aku tak lagi memiliki ayah sejak umurku tujuh tahun, jadi kupikir aku punya kewajiban membantu ibu.
Di daerah tempatku tinggal, aku juga memiliki sahabat, namanya Rian (bukan nama sebenarnya). Rian adalah anak yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal dunia dalam suatu kecelakaan. Ia kini tinggal bersama orang tua angkat karena di kota tempat kami tinggal, sama seperti aku, Rian tak lagi memiliki keluarga. Walau sama-sama susah, Rian kerap kali membantu aku dan ibuku jika kami sedang mengalami kesulitan. Saat aku dirawatpun Rian banyak membantu, terutama dalam membiayai perawatanku.
Saat usiaku 19 tahun, ibu meninggal dunia karena sakit. Aku tak begitu meratapi kepergian ibu, karena aku sudah terbiasa dengan perasaan sedih dan sakit. Aku juga sudah menganggap kelaraan adalah bagian dari hidupku yang tak bisa aku hindari. Yang aku pikirkan saat itu adalah bagaimana aku bisa menghidupi diriku sendiri tanpa bantuan siapapun. Untunglah ibu memberikan bekal kemandirian buatku, sehingga aku tak banyak mengalami kesulitan dalam memutuskan segala hal.
Bernekal ijazah SMU yang aku miliki, aku bertekad mencari pekerjaan di kota J. Namun maksudku tersebut mendapat tentangan dari Rian. Rian khawatir dengan rencanaku tersebut, karena ia banyak mendengar tentang situasi kota J bagi para pendatang, tetapi aku tetap bersikeras dan akhirnya dengan sangat terpaksa Rian menemani aku merantau ke kota J dengan bekal seadanya.
Ternyata apa yang dikhawatirkan Rian benar-benar terjadi, selama satu bulan kami berada di kota J, kami sama sekali belum mendapatkan pekerjaan. Untuk menutupi semua kebutuhan hidup, kami terpaksa mengamen dari satu bus ke bus lainnya bahkan mengemis. Terkadang kami harus mengamen pada malam hari di kafe-kafe tenda yang banyak bertebaran di kota J. Saat itu Rian sekali lagi menjadi dewa penolongku, menjaga aku dari ancaman kejahatan.
Karena situasi yang tak memungkinkan bagi kami untuk menyewa kamar untuk tempat tinggal, akhirnya kami memutuskan untuk tinggal di tempat penampuangan anak-anak jalanan. Di tempat ini, keadaan memang serba sulit dan mengerikan. Aku pernah mengalami percobaan perkosaan, namun untunglah Rian memergoki dan menolongku. Walau dengan tubuh dan wajah yang babak belur karena dikeroyok penghuni lama. Kami juga diusir dari tempat itu karena mereka menganggap kami tak mematuhi peraturan yang berlaku.
Saat itu kami harus menghadapi situasi yang sangat kritis, kami tak memiliki cukup uang untuk menyewa tempat menginap, memiliki banyak musuh di jalanan, sehingga ruang gerak kami dalam mencari nafkah semakin sempit. Namun semua itu kami hadapi dengan penuh kesabaran. Rian juga berupaya untuk mencari pekerjaan tetap dan akhirnya berhasil. Selama hampir empat bulan Rian membiayai sepetak kamar untuk kami, sebelum akhirnya aku juga mendapatkan pekerjaan di sebuah kafe.
Di kafe itu juga aku akhirnya kembali bertemu dengan Rangga, saat itu aku secara tak sengaja melayaninya, ia memandangku lama sekali. Saat itu aku juga tak berani menyapanya, karena aku masih ragu apakah itu Rangga atau bukan. Kesokan harinya ia kembali datang, kali ini ia mencoba berbasa-basi denganku dan akhirnya pertemuan kedua itu mampu mengurai kembali cerita lama selama satu minggu di rumah sakit. Sejak pertemuan itu, benih-benih cinta mulai bersemi di hati kami. Aku akui bahwa perasaan cinta ini sudah ada sejak kami pertama berkenalan.
Namun rupanya hal itu tak bisa diterima Rian, dengan diam-diam Rian juga ternyata menyimpan perasaan yang sama dengan Rangga. Ia akhirnya mengungkit semua kebaikannya padaku, bahwa selama ini ia mau berkorban karena ia memiliki rasa cinta kepadaku, namun ia tak pernah mengungkapkannya kepadaku, karena ia mengira aku sudah mengetahuinya. Aku sendiri menganggap Rian sebagai saudara sendiri, tidak lebih dari itu.
Hal ini akhirnya membuat aku merasa bingung, di satu sisi aku tak bisa mengabaikan persaan cintaku kepada Rangga, di sisi lain aku juga tak bisa begitu saja melupakan jasa-jasa Rian selama ini. Sampai saat ini aku belum bisa mengambil keputusan. Sementara sikap Rian kepadaku semakin hari semakin berubah. Ia seolah membenciku, apa lagi saat Rangga ada di sisiku. [Agnes Koh / Cikarang]
--
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah | Kontak
PESAN DARI ADMIN
Mari kita dukung artikel-artikel kiriman dari teman-teman Tionghoa dengan cara klik "SUKA", kemudian teruskan ke dalam jejaring sosial anda "Facebook, Twitter, Google+, Dll". Ingat ! Anda juga bisa mengirim artikel ke dalam situs blog ini melalui email ini.