Umurku sekarang sudah 30 tahun namun belum juga aku diberikan jodoh oleh Tuhan. Entah mengapa aku juga belum mendapatkan jodoh mungkin karena aku bukan orang yang mapan dan tampan.
Suatu ketika tepat pukul 10 malam aku hendak pulang ke rumah dengan mengayuh sepedaku. Biasanya aku tidak pernah pulang hingga malam seperti itu namun karena lembur mau tak mau aku harus menyelesaikan tugasku.
Saat itu kota Yogyakarta baru diguyur hujan sehingga rasa dingin seakan menusuk tulangku saat ku kayuh sepedaku.
Dipertengahan jalan, Terdengar isak tangis seorang perempuan. Aku mencari-cari dimana asal suara tangisan yang menyentuh hatiku. Setelah ku selidiki tangisan tersebut dari seorang gadis yang ada di sebuah taman. Entah mengapa gadis ayu tersebut menangis.
Dengan sedikit takut aku pun menghampiri gadis tersebut lalu ku tanya mengapa ia menangis.
"Maaf mbak, kenapa mbak menangis ini kan sudah malam tidak baik seorang perempuan berada diluar malam-malam gini," ucap diriku.
Dan wanita itu pun menghapus air matanya dan berkata padaku.
"Kenapa kamu mempedulikan aku, biarkan saja aku menangis disini, kalau perlu aku akan menangis hingga air mata darah,"kata wanita berambut semampai.
Sebenarnya aku bisa saja meninggalkan dirinya dalam keadaan seperti itu. Tapi aku berpikir dia itu seorang wanita apa jadinya bila kalau wanita itu adalah adiku sendiri atau keluarga ku sendiri sungguh tega aku sebagai laki-laki.
Aku coba mendekati dirinya untuk membujuk agar dia mau ku antar pulang ke rumah. Dan hingga pada akhirnya usaha itu pun berhasil, ku antarlah dia sampai ke depan rumahnya dengan sepeda ontel yang ku bawa.
Ternyata wanita itu adalah seorang anak orang kaya raya. Ku lihat gerbang rumahnya bak pintu kerajaan dan dua pembantu sudah menunggu di depan rumah mungkin karena khawatir majikannya kepada Dinda.
Sebelum Dinda masuk ke dalam rumahnya ia sempat memberikan beberapa uang untuk ku. Di pikiran ku mengapa Dinda memberikan uang seperti itu, padahal aku tulus ikhlas mengantarkannya.
"Simpanlah uang ini, sebagai ongkos agar kamu bisa menyusul ku ke Jakarta bila kamu memang jodohku. Aku sengaja memberikan ini padamu karena aku ingin membuktikan apakah Tuhan telah menakdirkan jodoh manusia,"ucap Dinda yang ku kenal namanya.
Lantas aku bertanya, mengapa secepat itu dia memilihku sebagai jodohnya. Namun ia hanya berkata besok dirinya sudah harus meninggalkan kota Yogyakarta.
Sudah tiga bulan berlalu sejak pertemuan aku dengan Dinda. Setiap hari seusai pulang kerja, aku hanya memandangi uang seratus ribu rupiah yang diberikan dinda untukku.
Sebenarnya bukanlah uangnya yang aku pikirkan melainkan sebuah ucapan yang dilontarkan Dinda kepadaku, yang ingin membuktikan kalau kita memang dijodohkan mungkin kita akan dipertemukan kembali.
Setelah lama aku merenung akhirnya pun aku memutuskan untuk membuktikan ucapan Dinda saat itu. Bergegas aku pun mengemas pakaian ku dan langsung berangkat dengan menggunakan kereta ekonomi pagi.
Sesampainya di stasiun pasar senen aku pun terdiam sejenak. Aku bertanya pada diriku sendiri kenapa aku seperti orang bodoh yah, mengejar cinta yang tidak tahu harus kemana aku cari sedangkan aku saja tidak memiliki alamat tempat tinggalnya.
Untung saja di Jakarta itu aku masih memiliki sahabat yang tinggal di kota Megapolitan, ya cukuplah untuk membantu saya mendapat tempat berteduh gratis.
Darmo adalah teman karibku, saat dulu masih sekolah STM. Untungnya alamat tempat tinggal Darmo masih ku simpan.
Darmo sangat senang dengan kedatangan aku sudah 10 tahun ku tidak bertemunya.
Sesampainya di rumah aku banyak berbincang dengan Darmo, mulai dari masalah pekerjaan hingga membantu aku mencari wanita itu.
Mendegar tujuan ku ke Jakarta, Darmo malah menertawakan ku, dia anggap kalau semua itu mustahil.
Hadirnya aku di rumah Darmo, justru ia menawarkan ku pekerjaan di bengkel mobil dimana tempat ia bekerja. Kalau kata Darmo gaji yang ditawarkan cukup baiklah daripada gaji dimana saat aku bekerja di pabrik.
Tanpa berpikir panjang dan ini sebuah kesempatan buat aku untuk bisa lebih lama di Jakarta jadi ku putuskan untuk terima penawaran itu.
Hari pertama ku bekerja sangat melelahkan lantaran banyak sekali pelanggan yang datang dan hari pertama pun bos bengkel sangat senang dengan kinerja ku.
Hampir sebulan aku bekerja di bengkel mobil itu, dan hampir sebulan pula aku mencari dinda yang katanya bila bertemu ia akan menjadi jodoh ku.
Suatu ketika, aku mendapat tugas untuk mengantarkan mobil ke pelanggan bengkel. Aku mengatar mobil tersebut ke daerah Pondok Indah yang kata orang daerah tersebut adalah pemukiman orang-orang kaya.
Aku mengatarkan mobil tersebut atas nama Puspita Arininda. Sesampainya di rumah yang ku tuju, aku tidak menemui sang pemilik mobil melainkan seorang satpam rumah yang ku temui lalu ku berikan saja mobil itu kepada pihak rumah. Tanpa sengaja bukti surat terima bengkel lupa aku bawa.
Belum jauh melangkah aku pun bergegas kembali lagi ke rumah tersebut. Tepat di depan mata aku melihat dinda masuk ke dalam rumah bersama seorang lelaki.
Ku tanya ke satpam tersebut "maaf pak apakah mbak itu yang punya mobil"
Satpam itupun menjawab " Iya mas itu namanya mbak Dinda yang punya mobil "
Aku bertanya kembali " Itu pacarnya yah pak"
Degan sedikit heran satpam itu menjawab pertanyaanku " Oh mas doni namanya, itu tunanganya"ujarnya
Aku pun terdiam bahkan sepanjang jalan pun terdiam, begitu bodohnya aku mengejar cinta yang belum tentu kebenarannya. Entah siapa yang patut disalahkan.
Terdiam aku pun memutuskan untuk menemui dinda dan memutuskan untuk kembali.
Keesokan harinya aku mencoba untuk menemui Dinda. Hingga larut malam aku menunggu dinda di depan pintu gerbangnya. Akhirnya dinda pun datang, nampaknya ia baru pulang dan diantar oleh tunangannya.
Ketika dinda hendak masuk ke dalam rumah. Aku langsung menghentikan langkahnya lalu ku katakan semua perasaanku.
''Beginikah janjimu selama ini, kamu yang menjanjikan aku, bila ku bisa menemukan mu di Jakarta. Aku akan mendapatkan sebuah kebahagian. Namun apa ternyata ketika ku menemuimu di Jakarta ternyata kau sudah bahagia dengan yang lain. Jadi terimakasih atas janji yang telah kau berikan padaku dan Tuhan memang tidak menjodohkan kita,'' tegas aku .
Dengan senyum yang penuh perasaan kecewa aku melangkah pergi.
Tak ada yang perlu ditangisi untuk semua hal yang telah terjadi, aku berpikir Tuhan memang telah mempertemukan kita namun Tuhan tidak menjodohkan kita.
Keesokan harinya aku pun sudah berpamitan kepada Darmo untuk kembali ke Yogyakarta.
Sebenarnya Darmo dan keluarganya sangat senang aku berada di rumahnya, namun apa boleh buat lebih baik aku pulang untuk menghapus kenagan pahit itu.
Ketika suara kereta api mengisyaratkan tanda akan kemberangkatan dan kereta api pun bergerak menuju Yogyakarta.
Saat berada di Kereta api Aku tak menyangka ternyata orang yang duduk satu bangku dengan ku itu adalah seorang teman ku yang bernama Karsihandi yang biasa dipanggil Karsih.
Aku dan Karsih dulu sangat akrab namun selepas SMP dia memutuskan melanjutkan sekolah ke Jakarta. Sepanjang perjalanan aku banyak bercerita dengan Karsih tentang masa-masa SMP dulu. Karsih yang kini ingin kembali ke Yogyakarta karena ingin berkarir di Kota Pelajar tersebut.
Rumah ku dan Karsih tidak terlalu jauh, begitu sesampainya di Yogyakarta kita masih terus bercerita masa masa SMP. Kehadiran Karsih saat itu membuat melupakan rasa kecewa ku akan Dinda.
Karsih adalah seorang insinyur pertanian ia berencana ingin mengolala lahan milik warisan orang tuanya. Aku diminta Karsih menemaninya dan membantunya dalam mengelola bisnisnya.
Semakin hari aku semakin dekat dengan Karsih, dan Karsih nampaknya senang dengan kinerja aku dalam mengelola perkebunannya.
Suatu ketika aku diajak makan malam oleh Karsih disebuah restoran mungkin itu sebagai tanda terimakasih dia ke aku. Saat makan malam, aku hendak ingin ke toilet tanpa sengaja aku bertemu dengan Dinda.
Aku yang sedikit masih menyimpan rasa kecewa namun aku tidak menampilkan wajah yang seakan akan ku kecewa.
Keesokanya aku tidak tahu tiba-tiba Dinda sudah ada di rumahku dan berbincang dengan ibuku. Dinda meminta ku untuk menemani ia jalan-jalan.
Saat bersama Dinda, dirinya meminta maaf dan menceritakan tentang perjodohannya. Aku mulai memahami permasalahn yang terjadi.
Kini aku dengan Dinda hanya sebatas teman saja. Aku pun juga dikenalkan oleh calon suaminya.
Hari semakin larut, aku pun bergegas pulang ke rumah. Di depan rumah, Karsih pun sudah menyambut ku dengan muka yang masam.
''Kamu lupa yah Yo, hari ini kita kan ada janji dengan Pak Tedjo untuk membicarakan tanah, aku sudah menunggu kamu dari pagi katanya kamu lagi jalan sama cewek cantik'' ucap Karsih.
Aku pun sangat bersalah sekali dengan Karsih. Dengan wajah yang kesal Karsih pun bergegas pulang ke rumahnya.
Entah bagaimana aku meminta maaf kepada Karsih. Berbagai cara yang ku keluarkan untuk meminta maaf dan akhirnya Karsih pun memaafkan ku.
Siang di Kota Yogyakarta, aku bersama Karsih sedang berada dipusat perbelanjaan. Tanpa sengaja pun aku bertemu dengan Dinda lantas sebentarlah aku berbincang denganya.
Tiba-tiba ada sebuah kejadian yang tidak inginkan, Tempat dimana kita berbincang sedang ada pembersihan gedung. Dan sebuah tangga hampir menimpa Dinda dan secara cepat aku pun menyelamatkan.
Pelukan Dinda saat ku menyelamatkan, ternyata Karsih pun melihat kita berdua. Dengan wajah yang cemburu Karsih pun langsung bergegas pergi.
Aku pun mencoba menahan langkah Karsih namun rasa marah Karsih pun tidak bisa mendegarkan ucapan ku.
Dinda pun akhirnya mendekatiku dan berkata ''Sepertinya Karsih mencintaimu, dari sikap dia yang cemburu denganku," ucap Dinda.
Aku yang mengingat ucapan Dinda, apakah benar kalau Karsih cinta denganku. Lalu aku berpikir apa yang diharapkan dari ku. Wajah ku tak tampan, aku orang kampung yang tidak memiliki pendidikan yang baik sedangkan Karsih seorang gadis yang hidup dalam kecukupan.
Aku pun juga masih teringat tentang ucapan Dinda ''Maka kejarlah kalau kamu memang kamu percaya akan jodoh Tuhan, meskipun kita tidak dijodohkan oleh Tuhan namun setidaknya Tuhan telah mengantarkan mu kepada jodohnya''
Pagi yang dingin setelah hujan aku pun bergegas untuk menemui Karsih di rumahnya. Ketika ku sampai di rumahnya, Mbok darmi pengasuh kecil mengatakan bahwa Karsih sudah pergi ke Jakarta belum lama aku datang.
Dengan sepenuh tenaga aku pun mengejar waktu sebelum kereta api yang membawa Karsih meninggalkan Kota Yogyakarta.
Sesampainya disana kereta yang menuju Jakarta telah jalan. Aku sangat kecewa dengan diriku yang tak bisa melihat bahwa cinta ada di dekatku.
Aku terdiam dalam kekecewaanku, aku berteriak untuk meluapkan penyesalanku.
Tak terasa waktu pun sudah mulai gelap sang matahari pun mulai berpisah aku pun hendak pulang walau aku masih mengalaui hatiku sendiri.
Ketika hendak memasuki rumah ku, aku mendengar suara ibu sedang berbincang dengan seorang wanita dan suara itu tidak asing bagiku.
Ternyata wanita yang sedang berbincang itu adalah Karsih. Terkejutlah dengan hati yang berbunga-bunga.
Aku pun bertanya pada Karsih '' kamu bilang kamu sudah di Jakarta'' ucap ku yang masih dengan perasaan senang.
Karsih pun menjawab ''Tadinya aku memang ingin ke Jakarta karena ada urusan bisnis, namun ku dapat telpon kalau klien ku membatalkan meeting''
Karena waktu hari sudah gelap aku pun mengantarkan Karsih pulang. Tanpa disengaja pun aku langsung megang erat kedua tangan Karsih.
''Karsih, sebenarnya aku tidak tahu tentang sikap mu saat itu kepada ku dan Dinda, memang aku dulu pernah mencoba mengejar Dinda namun Tuhan tidak menjodohkan ku. Tetapi Dinda lah yah membukakan mata hatiku, tentang sikap mu saat itu. Sebenarnya aku menyimpan sebuah rahasia hati yang mungkin kau tak mengerti, perhatianmu membuat aku menjadi cinta kepadamu Karsih, tapi aku tak tahu apakah engkau juga merasakan itu'' ucap ku dengan tatapan mata tajam.
Lalu Karsih pun mengatakan semua isi hatinya kepadaku.
''Karyo jujur saja aku sudah menyimpan perasaan yang sama denganmu, namun yang ku takutkan apakah kamu masih mau mencintai seorang janda seperti ku. Aku telah diceraikan oleh mantan suami karena aku tidak mampu memberikan sebuah keturunan. Sudah banyak pria yang mendekati pasca aku bercerai namun kebanyakan mereka hanya ingin memanfaatkan harta yang ku miliki''
Lantas aku pun langsung memeluk Karsih, dan ku katakan padanya.
''Aku tidak peduli dengan semua itu, mungkin Tuhan telah menakdirkan ku berjodoh dengan mu''
Hingga pada akhirnya kisah cinta ku berlanjut hingga pernikahan dan kami pun hidup sederhana disebuah rumah yang sederhana. [Herjuno Raditiyo / Yogyakarta] Sumber: Kisah Nyata
--
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah | Kontak
PESAN DARI ADMIN
Mari kita dukung artikel-artikel kiriman dari teman-teman Tionghoa dengan cara klik "SUKA", kemudian teruskan ke dalam jejaring sosial anda "Facebook, Twitter, Google+, Dll". Ingat ! Anda juga bisa mengirim artikel ke dalam situs blog ini melalui email ini.