KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 11 November 2011

KAMPUNG PECINAN KETANDAN YOGYAKARTA

Seperti kota-kota besar lain di dunia, Kota Yogyakarta memiliki china town. Di Yogyakarta, perkampungan yang sebagian warganya adalah keturunan etnis Tionghoa ini disebut Kampung Pecinan Ketandan.  Meski demikian ada juga penduduk pribumi, bahkan luar Yogyakarta yang berada di sana sejak jaman dulu. Di kawasan Kampung Ketandan ini banyak terdapat rumah bertingkat dengan arsitektur Tionghoa, walaupun sudah mulai tergerus modernisasi .

Kampung Ketandan yang dibatasi oleh Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryataman, Jalan Suryotomo dan Jalan Los Pasar Beringharjo ini, merupakan pusat permukiman orang pecinan pada jaman Belanda. Menurut sejarah, Kampung Ketandan muncul akhir abad 19 hingga awal abad 20 sebagai permukiman Tionghoa. Pada masa itu, Pemerintah Belanda sedang menerapkan aturan yang membatasi pergerakan (passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal mereka (wijkertelsel). Dengan izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, warga Tionghoa tersebut akhirnya dapat menetap di tanah yang terletak di utara Pasar Beringharjo, dengan harapan aktivitas pasar terdorong oleh perdagangan mereka.

Arsitektur bangunan di kawasan ini memang didominasi dengan nuansa tempo dulu. Rumah-rumah di kawasan ini kebanyakan dibangun memanjang ke belakang, dan digunakan sebagai toko oleh para pemiliknya yang kemudian disebut sebagai rumah toko atau ruko. Para penghuninya kebanyakan bermatapencaharian sebagai pedagang. Banyak dari mereka yang berdagang emas dan permata, tetapi jauh sebelum itu para warganya juga membuka toko kelontong, toko jamu juga berbagai toko penyedia kebutuhan pokok. Menjelang tahun 1950-an, hampir 90 persen penduduknya mulai beralih usaha ke toko emas.

Masyarakat Tionghoa Yogyakarta sudah sejak 200 tahun yang lalu, menempati kawasan Malioboro. Mereka tinggal, seperti di kampung Ketandan, Beskalan dan Pajeksan. Kawasan Ketandan yang dibangun bersamaan dengan Pura Pakualaman itu kini telah semakin ramai dengan berbagai aktifitas di sekitarnya. Predikatnya sebagai salah satu kawasan penting yang memiliki banyak peninggalan sejarah bercirikan Tionghoa, semakin tidak terdengar lagi karena perkembangan bidang niaga di sekitarnya, seperti di kawasan Malioboro, jauh lebih berkembang. Oleh karena itu, berbagai upaya pelestarian terus dilakukan. Pemerintah Kota Yogyakarta sendiri kemudian menetapkan Kampung Ketandan sebagai kawasan Pecinan yang akan dikembangkan terus menerus. Bangunan-bangunan di kawasan ini akan dibuat berarsitekstur Tionghoa, sementara bangunan yang masih berasitektur Tionghoa akan tetap dipertahankan.

Ketandan juga merupakan saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa, keraton dan masyarakat Yogyakarta. Di kawasan inilah banyak masyarakat Tionghoa tinggal dan membangun kehidupan, sehingga akhirnya masyarakat umum  mengakui Ketandan sebagai kawasan Pecinan kota Jogja.

Perubahan Kampung Ketandan terlihat dari perubahan fisik, ekonomi, dan sosial. Bila dilihat dari perubahan fisik Kampung Ketandan dikarena tuntuntan perkembangan zaman daerah sekitarnya yang terus terdorong oleh arus modrenisasi, bentuk bangunan dengan arsitektural modern mudah ditemukan karena tuntutan eksistensi masing-masing pemilik bangunan, maupun karena memang bangunan berarsiteksyur Tionghoa sudah rapuh, sehingga perlu direnovasi. Namun sayang, tidak semua renovasi tersebut mempertahankan arsitekstur khas Tionghoa.

Bangunan-bangunan di Kampung Ketandan yang asli, memiliki atap yang berbentuk gunungan, namun seiring perkembangan, atap-atap tersebut direnovasi menjadi berbentuk lancip. Dari perubahan bentuk atap tersebut, akan tercermin akulturasi budaya Cina dengan kebudayaan Jawa menambah keunikan tersendiri, dan menambah keragaman kebudayaan di kota Yogyakarta yang memang terkenal dengan kota dengan budaya.

Arsitektur bangunan berbentuk ruko (rumah toko atau shop house) sering menjadi ciri rumah di kampung pecinan, karena orang cina rata-rata berkerja sebagai pedagang yang melibatkan rumah pribadi sebagai tempat usaha, sehingga rumah bagi mereka mempunyai dua fungsi sebagai tempat usaha dan bertempat tinggal. Untuk memenuhi kedua fungsi tersebut biasanya rumah-rumah di daerah kampung pecinan terdiri dari dua lantai atau lebih.

Pada umumnya bagian lantai dasar digunakan sebagai toko, sedangkan pada lantai di atasnya digunakan untuk tempat tinggal. Salah satu ciri khas rumah Cina adalah jangkar yang ada di dinding.

Sejak tahun 2006, seiring dengan era Reformasi di Indonesia, setiap menyambut Tahun Baru Imlek, di Kampung Ketandan diadakan Pekan Budaya Tionghoa. Daerah ketandan dihias dengan ornamen-ornamen dan Gapura berarsitektur Tionghoa. Festival yang digelar Pemerintah Kota Yogyakarta ini, digelar sebagai upaya untuk mempertahankan identitas Kampung Ketandan Pecinan.
 
Sumber Artikel: Google Search Engine


ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA