Di tengah jalan mereka bersua dengan seorang gadis cantik, sedang bersusah-payah menyeberangi genangan air yang penuh lumpur. Setengah mengibah gadis itu meminta bantuan.
Dengan hati-hati sang pendeta tua mendekati gadis itu, lalu membimbing si cantik ke seberang. Saat itu semua gerak-gerik pendeta tua itu diawasi oleh temannya si pendeta muda. Mata si pendeta muda tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada kemolekan sang gadis.
Setelah membungkuk untuk memberi hormat kepada si wanita, kedua pendeta itu berlalu. Selama perjalanan si pendeta muda diam seribu bahasa, tetapi raut mukanya terlihat cemberut. Perjalanan mereka melewati punggung gunung, merangkak ke puncak di sela-sela tebing yang curam.
Akhirnya beberapa jam kemudian, pendeta muda menghardik koleganya, "Bapa, Anda mestinya menyadari bahwa seorang pendeta pantang menyentuh wanita! Mengapa tadi Anda memegang bahkan menuntun gadis cantik itu?"
Sang pendeta tua itu tersenyum tenang dan menjawab, "Begini Saudaraku, kau jangan memiliki pikiran jahat begitu. Saya sudah menaruh gadis itu di pinggir jalan beberapa jam lalu. Mengapa kamu masih membawanya sampai sekarang?" [Natalia Lim / Cirebon / Jabar Tionghoanews]