KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 06 Februari 2012

FIRASAT GELANG PATAH DUA

Sebelum aku menulis kisah ini, perkenalkan nama saya Rumi (bukan nama sebenarnya). Aku seorang ibu dengan tiga orang anak yang semuanya berjenis kelamin perempuan, kami berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Maklumlah, Salman (nama samaran) suami saya,  hanyalah seorang kuli bangunan yang memiliki pendapatan beberapa rupiah saja dan hanya cukup untuk makan kami sehari-hari.

Keadaan itulah yang memicu kedua anakku Rina dan Heni (keduanya nama samaran) untuk ikut membantu mencari nafkah demi menghidupi keluarga dan membantu membiayai sekolah adiknya yang  membutuhkun biaya yang tak sedikit. Awalnya aku dan suamiku keberatan dengan niat keduanya, maklumlah mereka berdua hanyalah gadis-gadis lugu yang tak memiliki pengalaman bekerja dan juga hanya mengenyam pendidikan hingga bangku SMP saja.

Namun karena mereka terus mendesak, kami tak dapat lagi mencegah. Rina anak kami yang pertama terlebih dulu berangkat ke kota J, sementara Heni kelak akan menyusul jika Rina sudah mendapatkan pekerjaan. Dengan begitu kami masih bisa memberikan kesempatan buat Heni untuk bisa berfikir lebih jauh tentang niatnya itu.

Satu minggu, dua minggu, hingga sebulan lamanya kami tak mendengar kabar Rina. Aku dan suamiku mulai was-was dengan keadaan ini, namun begitu kami tetap membesarkan hati kami dan berharap serta berdoa agar keadaan Rina baik-baik saja. Dua bulam kemudian kabar tentang Rina datang dari sahabatnya yang kebetulan satu kampung dengan kami, ia memberi tahu bahwa Rina saat itu ada di negeri tetangga dan bekerja sebagai TKW yang katanya memiliki upah yang lumayan besar.

Senang bercampur kahwatir mendengar kabar itu, senang karena Rina sudah memiliki pekerjaan dan khawatir karena kami banyak mendengar tentang keadaan para TKW di negeri seberang yang mendapat perlakuan tak manusiawi dari para majikannya, namun untunglah Rina mendapatkan majikan yang baik. Setahun kemudian Rina bertemu dengan lelaki yang akhirnya menjadi suaminya. Ia sekarang hidup berbahagia dan tinggal di Pulau S.

Saat itu kehidupan keluarga kami yang awalnya sangat susah, berangsur-angsur mulai membaik. Tapi keadaan itu tak membuat Heni mengurungkan niatnya untuk bekerja, justru malah sebaliknya, ia semakin tak sabar untuk pergi merantau ke negeri tetangga. Apalagi setelah melihat kakak kandungnya telah berhasil menggampai impian dan telah berhasil pula membantu perekonomian keluarga.

Akhirnya Heni juga berangkat ke Kota J dimana dulu kakaknya singgah. Seperti Rina, Heni juga akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan, juga sebagai seorang TKW. Namun tidak seperti kakaknya yang mendapatkan pekerjaan di negara tetangga, Heni mendapatkan pekerjaan di negeri yang sangat jauh. Sama seperti saat Rina berangkat, saat kepergian Heni kekhawatiran juga menggelayuti kami.

Selama Heni dalam perantauan, aku sering mendapat firasat yang tak mengenakan, hampir setiap hari jantungku selalu ebrdebar-debar tak karuan, Salman sering mandapati gelas yang dipegangnya mendadak terjatuh dan pecah. Aku juga sering memimpikan Heni yang sedang berada di pojokan rumahku dalam keadaan tanpa sehelai benagpun menempel ditubuhnya.

Selama dua tahun kami tak mendapatkan kabar tentangnya, kami juga tak tahu harus bertanya kemana dan kepada siapa. Rasa was-was ini semakin menjadi-jadi ketika aku mendapatkan gelang yang kupakai secara mendadak terpotong menjadi dua bagian tanpa sebab yang jelas. Hari itu kami berusaha untuk melenyapkan prasangka-prasangka buruk tentang keadaan Heni.

Dua hari sejak patahnya gelangku, Heni mendadak muncul dengan keadaan yang sangat memperihatinkan. Tubuhnya tampak kurus, tatapan matanya kosong, tak ada senyum mengembang yang biasanya selalu ia tampakan. Aku buru-buru memeluknya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Belum sampai kedalam, suara tangisan meledak dari mulut Heni, ia juga terkulai lemah dalam pelukanku, "Buu, maafkan Heni ya bu, Heni ngga bisa ngebantu seperti kakak, Heni cuma bisa menyusahkan ibu dan bapak," kata-kata itu yang akhirnya membuatku juga ikut menangis.

Dari mulut Heni meluncur pengakuan yang membuatku terkulai lemas. Selama dua tahun itu Heni sebenarnya tidak bekerja menjadi TKW seperti yang pernah ia kabarkan. Ia justru bekerja di Kota J sebagai pemuas nafsu laki-laki. Ia mengaku terpaksa melakukan hal itu karena tak kunjung mendapat panggilan untuk berangkat menjadi TKW. Hal lain yang membuatku shok adalah saat pulang ia tengah hamil dua bulan, dan terpaksa pulang karena tak sanggup lagi hidup di Kota J.

Rupanya firasat-firasat yang selama ini selalu tergambar jelas di mataku merupakan kabar buat kami tentang keadaan Heni sebenarnya. Saat itu kami tak bisa berbuat apa-apa, kami cuma bisa memeluk Heni erat-erat dan memberinya kata-kata yang meghibur agar ia bisa bersabar menerima semuanya. Saat aku bercerita tentang kisah pilu ini, anak yang dikandung Heni telah dilahirkan. Dan kami masih diselimuti rasa was-was jika kelak sang jabang bayi menanyakan keberadaan ayahnya. [Vivi Tan / Jakarta]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA