KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 24 Februari 2013

PENDUSTA YANG HINA

Entah apa julukan yang tepat untukku. Manusia penuh dusta mungkin sudah yang paling sopan. Ya, aku memang kerap melakukan kebohongan. Bisa jadi setengah dari umurku dan setengah dari waktuku untuk membohongi orang lain.

Aku ditakdirkan sebagai perempuan pas-pasan. Wajah pas-pasan, keuangan pas-pasan, otak pas-pasan. Semuanya. Keadaan inilah yang membuatku memulai kebohongan.

Aku tak ingat persis apa bohong pertamaku. Yang jelas aku selalu berkoar pada teman-teman SD ku kalau aku lebih dari mereka. Aku bisa saja diberi uang jajan puluhan ribu setiap harinya, tetapi ibuku takut aku dirampok. Konyol memang. Padahal aku tak diberi uang jajan, karena ibu ingin aku disiplin mengatur keuangan.

Saat aku menduduki kelas lanjutan. Kebohonganku sampai menjadi-jadi. Apalagi saat melihat teman-temanku sudah mulai berpacaran. Aku sampai bela-belain menulis sebuah surat yang hurufnya acak-acakan, lalu aku taruh di kolong mejaku. Esok harinya aku pura-pura memeriksa, lalu memberitahukan teman sebangkuku, kalau ada pria yang diam-diam menjadi pemujaku. Luar biasa memang kepura-puraanku. Akulah aktris papan atas yang mampu mengelabui semua orang. Hingga sekolah lanjutan pertama, belum ada satupun yang mencapku pendusta. Aku mahir menyembunyikan bau busuknya.

Hingga aku duduk di sekolah lanjutan tingkat atas. Aku mulai mengenal brand-brand mahal. Ingin rasanya mempunyai barang-barang yang mahal, handphone dan membawa mobil kesekolah, minimal diantar motor oleh teman lelaki. Tidak. Aku harus puas naik angkot dan ngiler saat teman-temanku semuanya memiliki telepon genggam.

Tak kurang akal, aku membawa handphone ayahku saat beliau hendak mandi pagi. Karena aku pergi lebih dulu ke sekolah, aksiku berjalan mulus. Setibanya disekolah, aku mengeluarkan handphone ayah yang lumayan model terkini. Teman-temanku pun berebutan ingin melihatnya. Aku jadi bangga. Seketika mulai sifat bohongku, "Aku juga punya beberapa mobil di rumah. Tapi aku takut menyetir, aku sering berebut supir sama ayah," tuturku senang sembari melihat ekspresi kagum teman-temanku. Saat itu juga teman-teman ingin bermain ke rumahku. Aku langsung pucat pasi. Sial, nanti bakal ketahuan bohongku. Aku berkilah bahwa kedua orangtuaku sedang keluar negeri, jadi aku dititipkan ke rumah saudaraku. Selamat, akhirnya mereka mengurungkan niat. Lega, pikirku.

Ternyata tak selamanya wajah pas-pasanku tidak menarik. Buktinya, ada seorang kakak kelas bernama Andri, menyatakan rasa sukanya kepadaku. Aku pun tertarik padanya. Beberapa hari kemudian, kami jadian. Beberapa minggu jalan sama Andri, aku belum berani membawanya kerumah. Bukannya apa-apa, Andri terlanjur mendengar bahwa aku anak orang kaya raya. Duh, ingin rasanya berterus terang padanya bahwa aku hanyalah perempuan biasa. Seketika aku berpikir, kenapa tidak? Dia kan kekasihku. Harusnya dia menerimaku apa adanya. Aku segera mencarinya. Oh, itu dia disana, sedang bersama teman-temannya.

Namun aku seperti disambar petir takkala salah satu karibnya berkata, "Oh, ini cewek lu. Asal lu tau, Ndri. Cewek lu tuh tukang tipu. Sok sok anak orang kaya. Beli bedak aja dia gak mampu. Sok gak mau jajan di kantin karena gak higienis, itu karena dia gak dikasih jajan sama ortunya. Dia tuh miskin. Sekolah disini juga udah untung. Gue tahu dia, ndri. Dia tuh tetangganya sepupu gue. Sepupu gue yang cerita. Cewek kayak gini aja lu bela-belain. Najis banget!"

Akhirnya semua kebohonganku terbongkar. Andri hanya menatapku dengan pandangan kosong. Sejenak bulir-bulir air mataku berjatuhan. Tiba-tiba Andri berteriak, "Apa yang kamu tangiskan?! Telah menyesal berbohong padaku atau karena kebohonganmu terbongkar?!"

Aku tak sanggup berkata lagi. Aku hanya berlari sekuat-kuatnya. Aku ingin pulang ke rumah dan tak ingin balik ke sekolah ini lagi. Karena esok pasti sudah tersebar siapa diriku sebenarnya. Tetapi kedua orangtuaku memaksa aku sekolah. Mau tak mau aku menceritakan apa yang terjadi, mereka hanya mengelus dada. Mereka hanya berkata bahwa aku harus menghadapi setiap kesalahanku, jangan lari menjadi pengecut. Ibu dan ayahku benar. Aku harus menghadapinya.

Aku melangkah ke sekolah dengan sedikit lemas. Benar saja, baru masuk pintu gerbang, aku sudah disindir oleh Margaretha, salah satu anak terkaya di sekolahan. "Aduh, susah ya mau jadi orang kaya aja kudu bohong. Amit-amit, deh," Menyakitkan memang, tapi aku harus menelannya. Aku tak peduli. Aku ingin segera lulus dari sekolah ini. Bertemu dengan orang-orang baru dan memulai semuanya dari awal yang jauh dari kebohongan.

Akhirnya aku mampu lulus dengan baik dan diterima di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Aku bangga sekali. Meski aku anak dari orang sederhana, namun bisa menembus UMPTN dan menjadi mahasiswa di kampus terbaik yang diidam-idamkan setiap orang. Sejenak aku berpikir, aku tak perlu berbohong untuk menjadi superior. Aku bisa menjadi outstanding dengan caraku sendiri. Dan aku bahagia kini. Tanpa kebohongan lagi. [Vivi Tan / Jakarta]

* DA JIA PENG YOU - XIN NIEN KUAI LE - GONG XI FA CHAI *

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA