KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 14 Oktober 2012

ANTARA CINTA DAN KEMERDEKAAN JIWA

Aku perempuan karir, berusia awal tiga puluhan, memiliki seorang putri berusia sebelas tahun. Aku janda, jangan salah sangka dulu, aku tidak pernah mempermasalahkan status ini, karena semua yang berbau materi sudah aku miliki. Aku hanya tidak memiliki pasangan hidup, itu saja. Aku bercerai lima tahun lalu. Sebuah perceraian yang tidak pernah aku inginkan sebetulnya.

Awalnya, pernikahanku dengan Bimo, mantan suamiku lebih kepada sebuah insiden belaka. Aku sudah menjalin hubungan dengan Bimo sejak SMA. Hubungan yang kebablasan, aku hamil. Kami lantas dinikahkan. Untung kejadiannya setelah aku lulus SMA, aku tetap meneruskan keinginanku untuk kuliah. Berdua kami mengasuh Onette, putri tunggal kami. Kehidupan kami sangat sederhana kala itu, Bimo belum bekerja, hanya membantu temannya menangani proyek-proyek yang sifatnya temporary. Sementara aku harus membagi waktu antara kuliah, kerja paruh waktu serta mengurus Onette. Tapi aku bahagia.

Masalah mulai muncul ketika kami tak bisa mengatasi keuangan kami, ditambah lagi Onette mulai sakit-sakitan. Kami saling menyalahkan. Setiap bersitegang, Bimo kerap melontarkan kata cerai. Aku sakit mendengarnya, tapi aku mencoba bersabar. Aku tidak ingin rumah tanggaku hancur, sekuat tenaga aku berusaha bertahan. Tapi usahaku ternyata sia-sia. Pada pertengkaran berikutnya, Bimo tetap menginginkan cerai, padahal aku tahu betul, ia hanya mengujiku. Aku jengkel, aku sanggupi tantangannya untuk bercerai. Semua prosedur perceraian aku yang urus. Selesai dan kami bercerai. Selama proses perceraian, Bimo hanya memandangku tak percaya. Ya, ia tak percaya, aku yang biasanya penurut bisa bersikap dingin seperti ini.

Pada perkembangan selanjutnya, justru Bimo yang memintaku kembali. Ia ingin rujuk. Aku masih mengulur waktu, karena aku masih ingat betul bagaimana wajahnya saat meminta bercerai dulu. Tapi cinta berkata lain, aku memang tidak bisa dipisahkan dari lelaki satu ini. Meski aku tidak mengiyakan tawarannya untuk kembali rujuk, aku meminta waktu untuk membenahi hatiku yang pernah ia sakiti. Bimo setuju. Kami menjalani masa rekonsiliasi damai, layaknya pasangan yang pacaran.

Selama bercerai, Onette ikut denganku, tapi secara teratur, ia aku antarkan ke rumah Bimo agar putri semata wayangku ini bisa dekat dengan ayahnya. Selama bercerai dari Bimo, aku memiliki karir sendiri. Meski tidak bagus, tapi aku berusaha menata kehidupanku sendiri mulai dari nol.

Aku sering berpindah tempat kerja dan dari semua tempat kerjaku, tak satupun yang Bimo setujui. Bimo selalu mengatakan bahwa aku tidak pantas kerja di sini, tidak cocok sebagai anu dan sebagainya. Sementara ia tidak pernah memberikan solusi, tempat yang cocok dan pantas untukku bekerja. Masalah sepele, tapi ini selalu muncul tatkala ia menjemputku pulang kerja. Masa pacaran kamipun lebih banyak diwarnai pertengkaran sepele.

Bimo juga cemburuan. Pernah ia menghapus semua nama temanku yang lelaki dari ponselku, dengan alasan mereka bukan teman yang baik. Padahal, dia hanya kenal seorang saja dari mereka, selebihnya ia tidak tahu. Alhasil, aku kehilangan nomor ponsel beberapa klienku. Menurut Bimo mereka bukan orang penting, jadi nomornya tidak perlu disimpan. "Tentu saja bukan orang penting bagimu, tapi bagi pekerjaanku, mereka orang penting," jawabku sewot.

Perjalanan rekonsiliasi damai inipun tidak berjalan mulus. Beberapa kali hubungan kami mengalami putus sambung. Aku sering disakiti secara batin, tapi Bimo selalu mengatakan bahwa aku yang sering membuatnya marah. Aku semakin sulit diatur, demikian yang selalu Bimo katakan. Makin lama, aku makin tidak bisa memahami Bimo. Segala yang aku lakukan selalu salah di matanya. Sampai aku nyaris tidak percaya diri, apakah yang aku lakukan sudah betul benar ataukah salah?

Terakhir, Bimo yang memutuskan agar rekonsiliasi damai ini tidak perlu diteruskan alias kami putus lagi untuk yang kesekian kalinya. Jujur aku katakan bahwa aku cukup tersiksa selama menjalani proses rekonsiliasi damai ini, tapi aku juga tidak sanggup jika harus berpisah dengannya. Entah apa yang harus aku menangkan dalam hidupku. Memenangkan cintaku dengan resiko aku harus tersiksa batin atau kuabaikan cintaku tapi hati dan jiwaku merdeka lahir dan batin? Aku mencintai lelaki ini, itu tidak diragukan lagi, tapi aku juga membenci sikap posesifnya yang berlebihan.

Hingga detik ini, aku masih bergulat dengan dua dilema ini. Semoga Tuhan memberikan petunjuk, mana yang sebaiknya aku pilih dalam hidupku. Pilihan yang sebenar dan sebaik yang ditunjukkan Tuhan bagiku dan Onette. [Aida Lim / Magelang] Sumber: Temanku

PESAN KHUSUS

Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

MENU LINKS

http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA