KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 16 Februari 2011

SUATU SENJA DI ATHENA RIBUAN TAHUN SILAM (2)

"Wahai warga sekalian! Saya melakukan semua hal ini demi kalian, agar tidak membiarkan kalian, lantaran memutuskan vonis kepada saya, akhirnya berdosa kepada Dewa dan secara salah menyikapi budi luhur yang diberikan Dewa. Saya katakan bahwa saya adalah anugerah Dewa untuk negeri ini, dan ini sama sekali bukan isapan jempol.

Kalian coba bayangkan, selama ini saya tidak melakukan dagang, tidak peduli dengan kelaparan dan kedinginan, sibuk sepanjang hari hanya demi kebahagiaan kalian, dengan mengunjungi kalian masing-masing, bagaikan ayah dan saudara, mendorong kalian untuk meningkatkan moralitas – apakah ini keluar dari niat egois seseorang?"

"Namun sekarang kalian bisa lihat, bahkan mereka-mereka yang menjadi penuntut saya, juga tidak berani menuduh saya pernah memeras harta dan menerima imbalan. Itu jelas tidak berdasar. Sedangkan saya memiliki bukti lebih dari cukup yang membuktikan bahwa perkataan saya ini benar."

Seusai Sokrates berbicara, 500 anggota parlemen dengan hasil 240 lawan 160 suara memvonisnya bersalah. Hakim mengusulkan hukuman mati – dengan cara memberinya secangkir racun untuk diminum.

Setelah vonis dijatuhkan, Sokrates berkata, "Kalian yang telah memvonis saya bersalah, akan saya berikan sebuah ramalan bagi kalian, karena orang yang sudah mendekati ajal memiliki kemampuan meramal. Setelah kematian saya, kalian akan segera menghadapi hukuman yang jauh lebih berat daripada hukuman yang kalian jatuhkan pada saya, sedang menanti kalian.

Jika kalian beranggapan, dengan cara membunuh bisa mencegah orang lain mengutuk tindakan kriminal yang kalian lakukan, maka kalian salah besar. Karena itu merupakan hal yang tidak mungkin sekaligus tindakan yang tidak mulia. Cara termudah dan termulia bukannya melarang orang lain berbicara, melainkan harus mengubah diri kalian sendiri."

* Semua Bersedih Saat Perpisahan

Sesudah mengucapkan perkataan terakhir Sokrates di forum parlemen, Paeanier berjalan dengan lesu. Tak lama kemudian setibanya mereka di penjara tempat Sokrates ditahan, langit sudah mendekati magrib. Hati Aristoteles sungguh tak menentu, selain takut tak dapat menemui Sokrates terakhir kalinya, juga khawatir menghadapi saat-saat perjumpaan sekaligus perpisahan.

Ia mengikuti Paeanier menuruni penjara yang gelap dan basah. Melihat ada sekitar 10 orang sedang berbicara perlahan di sana, dengan gugup Paeanier menanyakan keberadaan Sokrates kepada mereka. Setelah mendengar bahwa ia sedang mandi, maka barulah Paeanier bisa bernafas lega dan kemudian memperkenalkan Aristoteles kepada mereka.

Aristoteles mendengar mereka secara sepotong-sepotong mendiskusikan hasil pembicaraan dengan Sokrates, yakni mengenai tema reinkarnasi dan jiwa yang tidak musnah. Dari nada pembicaraan mereka, Aristoteles dapat merasakan, nuansa kegembiraan menerima petuah, bercampur aduk dengan kesedihan kehi-langan sang arif bijaksana yang bagaikan guru sekaligus ayah, sehingga para hadirin sebentar menangis dan tertawa silih berganti.  

Seorang tua memasuki ruang dan dengan sendirinya menjadi pusat perhatian hadirin. Aristoteles tahu, itu pasti Sokrates, tampak sedang berjalan diiringi oleh keluarga dan kerabatnya. Sokrates memiliki seorang istri dan 3 orang putra, 2 di antaranya masih belia, ia menitipkan mereka kepada salah seorang muridnya bernama Credo. Setelah memasrahkan kedua putranya, ia menyuruh keluarganya pergi dan iapun duduk diantara hadirin. Kala itu senja sudah tiba, mentari akan segera tenggelam, sang malam pun telah datang menghampiri.

* Meneguk Racun dan Tetap Tenang Menjelang Ajal

Dengan sedih sipir penjara menghampiri dan memberi informasi kepada Sokrates bahwa saatnya eksekusi minum racun telah tiba, Credo menghendaki Sokrates meminum racun setelah makan dan minum sepuasnya, Sokrates menjawab: "Orang lain meminum arak sebelum dieksekusi, karena mereka merasa dengan demikian bisa mengulur waktu sedikit. Namun anggapan 'minum arak untuk mengulur waktu' bagi saya tidak berarti apa-apa, namun justru merasa diri sendiri lucu, mengapa begitu terikat dengan kehidupan." Wajah dan mimik Sokrates tampak tenang seperti biasa.

Sipir penjara membawa masuk gelas keramik, Sokrates dengan tabah menerima racun dan meminumnya sampai habis dengan sekali teguk, membuat air mata penonton yang menyaksikan mengalir deras. Sokrates mengatakan: "Apakah yang kalian lakukan? Sahabat-sahabat terkasih, kenapa saya menghendaki para perempuan diungsikan terlebih dahulu, justru karena mereka di saat seperti ini tak mampu menguasai diri. Saya sering mendengar perkataan, ketika seseorang hendak mati, seharusnya dijaga ketenangannya. Itulah mengapa diamlah dengan baik dan tenang!"

Ia menuruti pesan si sipir, berjalan beberapa langkah di dalam sel penjara, tiba-tiba lututnya terasa berat, maka ia merebahkan diri. Si sipir sesekali memegangi kedua kaki dan lututnya untuk memastikan tubuhnya apakah sudah mengeras dari bawah ke atas. Ketika perut Sokrates juga mulai berubah dingin, ia tiba-tiba membuka selimutnya dan berkata: "Hai Credo! Kita masih berhutang seekor ayam kepada si Aigulabise, jangan lupa membayarnya!" Dan itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Sokrates ketika masih hidup……..

Beberapa tahun kemudian, Aristoteles membaca "Artikel Fido" karangan Plato, mengetahui isi pembicaraan lengkap sebelum kedatangannya tempo hari. Ramalan Sokrates tak lama pasca kematiannya telah menjadi kenyataan, orang Athena menyadari kesalahan yang telah mereka perbuat dan menjatuhkan hukuman berat kepada para pemfitnah. Konon ada yang dihukum mati, ada yang dibuang, juga ada yang mengatakan mereka lantaran dikucilkan lantas bunuh diri. 

"Ia adalah nabi, sekaligus seseorang yang arif bijaksana. Julukan orang suci melekat dalam dirinya dan ia lebih berharga daripada seluruh Athena bahkan harta kekayaan seluruh Yunani. Namun orang-orang menghukumnya mati begitu saja!" Aristoteles mengeluh panjang sembari menutup wajahnya dengan kitab itu.
Seiring dengan kematian Sokrates, zaman keemasan Athena diam-diam telah berlalu.

Disalin oleh: Chen Mei Ing

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA