KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 12 Maret 2011

JIKA KAU

Cerpen: Jika kau merasa hidupmu tidak bahagia, kau salah. Begitu kata sahabatku. Sejak kau dilahirkan kau telah diberi kesempatan menghirup udara di bumi ini dengan bebas. Bumi tak menuntut apa-apa darimu. Dia memberikan segala yang ada dengan ikhlas. Mungkin kau akan mengutuki ke dua orangtuamu, mereka telah 'menerbitkan' engkau ke dunia ini dengan segala dosa warisan yang kau sendiri tidak pernah tahu, tapi itu bukan urusan bumi. Sebab tatkala mereka mencitakanmu, bumi tidak dilibatkan, dia hanya menjadi saksi bisu saat orangtuamu berpacu dengan peluh dan cinta yang membara.

Jika kau merasa dirimu penuh derita, itu tak betul. Sebab andai saja kau mau menelusuri sisi-sisi kelam kehidupan di kota besar semacam Jakarta, kau akan melihat derita yang paling miris dari semua derita yang pernah diciptakan manusia itu sendiri. Andai kau mengatakan, "Aku bosan dengan hidup ini, suamiku berselingkuh, hartaku habis dirampas perempuan jahanam itu, penyakit kanker payudara menggerogotiku, anakku yang baru menikah empat tahun yang lalu ingin bercerai karena isterinya kedapatan jalan bareng dengan cowok lain, Ibuku lanyap di telan bumi karena sakit hilang ingatan akut, anak bungsuku terkena narkoba, saat ini ia terjangkit virus HIV, anak perem-puanku yang menjadi TKI di Hongkong, pulang dalam keadaan hamil, bayi yang dilahirkannya bermata sipit, dan sekarang, aku tinggal di rumahku sendirian dengan berharap belas kasihan dari para tetangga," Kau lalu memilih mogok makan agar Tuhan segera mencabut nyawamu. Lagi-lagi itu salah!

Dengarlah wahai sahabat, kelamnya kehidupan bukanlah se-buah ironi yang diciptakan Tuhan untuk kita tangisi waktu demi waktu. Kelamnya kehidupan bukanlah sebuah jalan buntu yang menutup semua akal pikiran dalam menjalani hidup dan kehidupan itu sendiri. Ada beragam kisah menarik yang menjadi bahan perbandingan untuk menimbang-nimbang seberapa berat derita yang kau pikul.

Sungguh, saat melihat orang-orang kaya berada di dalam mobil mewahnya melintasi jalanan tol dengan tenang dan penuh percaya diri, kau tak akan pernah tahu kalau beban hutang dalam maupun luar negeri yang dipikulnya, menjadi beban pikirannya sehari-hari. Malam ia tak bisa tidur, mes-ki burung malam dan kemewahan rumahnya menyelimuti tidurnya yang sejuk dalam ruang ber AC, ia akan selalu berpikir dan berpikir, bagaimana mencari celah agar bisnisnya tidak bangkrut, agar keturunannya tidak jatuh miskin. Dia berbuat banyak cara untuk melakukan itu, libas sana, libas sini, menekan sana-menekan sini, bahkan menghabisi saingan bisnisnya dengan perantara dukun santet pun dilakoninya.

Korupsi? Itu sudah biasa dan menjadi mainannya sehari-hari. Sehingga pada akhirnya, di tengah jutaan bahkan lebih dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya, dia menjadi takut dengan dirinya sendiri. Dan ketika dia tertawa di media massa saat menjelaskan limbah beracun yang menghabisi satu desa, dia sebenarnya tertawa dalam ketakutan. Karena yang dihadapinya bukan lagi saingan bisnis yang berujud manusia, namun doa-doa ribuan obyek penderita yang rumah dan sumber kehidupan mereka telah terlarung dalam lumpur lahar limbah beracun yang dicitakannya. Dia takut akan doa-doa itu, sebab jika sewaktu-waktu Tuhan mencabut nyawanya, dia tahu neraka jahanam telah menunggunya, di sana dia akan berkumpul dengan orang-orang yang sama seperti dirinya. Memohon pada Sang Kuasa agar diberi kesempatan untuk balik ke bumi dan membersihkan diri dari dosa.

Kau lihatlah berita di televisi, bagaimana liatnya seorang perampok pajak rakyat mempertahankan harta rampokannya, dia memang terlihat tanpa beban, tersenyum tipis dengan raut innocent di hadapan jaksa. Tapi apakah kau tahu apa yang dirasakannya? Mungkin saja dia akan berkata, semua konspirasi yang membuatnya bisa memiliki paspor palsu, dapat membuatnya melanglangbuana ke negeri yang disuka, bisa menonton cabaret atau striptease di klub-klub dan berjudi di Los Angeles, bisa menonton pertandingan tenis tingkat dunia di Bali, bisa menikmati musik jazz di kafe-kafe bergengsi di sepanjang jalan di kota New York, atau bisa meniduri beberapa wanita dalam semalam, akan berakhir. Sebab, jika sampai ia buka mulut dan konsirasi itu terkuak, maka dia akan disuruh mati dengan menyuntikkan racun sarin ke urat nadinya sendiri.

Kisah ini belum seberapa teman. Kehidupan yang miris memang berbanding terbalik jika kau melihat gemerlapnya kehidupan tetangga yang baru naik pangkat, memiliki mobil baru dan rumah yang juga baru direnovasi. Ada kehiduan malam nan kelam di luar sana yang mungkin saja kau tidak pernah lihat. Kau tahu, ketika kutelusuri kehiduan dini hari di sebuah tempat slum yang dipenuhi manusia-manusia dengan 'aktivitas' menciptakan anak dan anak, mereka memandang kosong sambil berikir juga dengan pikiran 'kosong', hendak diapakan anak-anak yang mereka ciptakan itu. Mereka akhirnya membuat bayi-bayi merah itu menjadi komoditi bisnis di jalanan untuk memberi mereka kehidupan.

Bahaya E-Coli, timbal dan polusi yang dihirup sang bayi yang kelak akan membuat mereka bodoh, idiot, tolol bahkan terbelakang, tidak mereka pikirkan. Sang bayi perlahan-lahan tumbuh besar di jalanan, dan dia semakin eksis dengan dunianya, sehingga tatkala pemerintah tergugah dan tersadar untuk menciptakan metode baru dengan memberikan mereka pendidikan yang bagus, seperti membangun rumah-rumah singgah dengan guru-guru yang bersedia bekerja tanpa dibayar, menyediakan tenaga volunteer dengan idealisme militan, anak-anak itu tidak lagi menikmatinya, sebab karakter mereka sudah terbentuk di jalanan. Mereka menjadi fanatik dengan pikiran, jalanan adalah rumahku, mati dan hidupku di jalanan. Dan pada akhirnya mereka menjadi generasi yang hilang.

Dan kau tahu, di bawah terowongan-terowongan stasiun kereta, kehidupan malam menjadi areal bebas yang nyaman untuk bertransaksi. Di sana ada pelacur cilik berusia belasan tahun yang dengan setia melayani para paedofilia dengan upah lima atau sepuluh ribu semalam, di sana ada homoseksual yang mengincar pantat (maaf), mulut, tangan pengamen-pengamen cilik demi pemuasaan napsu sesaat yang mereka dapatkan dengan harga murah. Di sana ada gembel-gembel dan tunawisma dengan bayi-bayi merah yang mengoak-ngoak karena sang ibu tak lagi mampu mengeluarkan air susu yang bergizi dari payudaranya.

Di sana berkumpul para pelacur remaja dengan gaya Harajuku kelas murahan serta tato kupu-kupu di pangkal lengan, punggung dan atas payudara mereka, di sana ada penderita HIV akibat putaw yang over dosis dan memilih kematian sebagai jalan terbaik untuk melepaskan jerat narkoba dari tubuh mereka. Di sana ada perampok, mantan narapida, mantan pembunuh yang sewaktu-waktu kambuh ingin membunuh kembali karena hidup di luar ternyata lebih sulit dari di penjara, di sana ada asa yang samar yang bisa tercipta nyata atau malah sebaliknya. Di sana ada tangis tanpa suara keluar dari kehidupan yang sangat irasional dan absurd.

Jika kau menangis suamimu dirampok orang, suamimu penganggur yang hanya menjadi parasit dalam hidupmu, atau suamimu bertangan dingin yang kerap menimpa wajahmu dengan tamparan atau tempelengannya, kupikir kau harus berpikir rasional, ada jalan untuk mengajukannya ke lembaga Hak Asasi Manusia, atau malah ke polisi terdekat. Salah bila semua itu kau pendam dan kau mau menjadi obyek penderita seumur hidumu. "Yah biarlah semua ini menjadi tanggunganku, karena ini pilihan hidupku," begitu katamu. Maka aku akan mengatakan kau adalah mahluk terbodoh dari mahluk yang telah diciptakan Tuhan.

Sebab menurutku, sebagai manusia, kau memunyai hak untuk hidup, hak untuk menentukan apa yang terbaik dalam hidupmu. Penjajahan dalam bentuk apapun tak bisa ditolerir. Sebab tubuhmu dalam dirimu, dan dirimu adalah milikmu, dan nyawamu adalah milik Tuhanmu, maka dari itu, sayangilah tubuhmu.

"Aku tak sanggup lagi menghadapi hidup ini, hidupku sudah hancur, suamiku berselingkuh, dia tak menafkahi aku lahir dan batin, sekarang anak-anakku pun kocar-kacir!" Kau menangis tersedu-sedu mengucapkan itu. Dan solusi apa yang terbaik harus kau lakukan?

Sahabat, sebaiknya dalam malam yang pekat, sebaiknya kau telusuri jalanan kelam yang sudah kuceritakan di atas tadi. Kau bisa membandingkan, apakah penderitaanmu lebih berat dari mereka? Ingat, kau punya rumah untuk berteduh, kau masih memiliki tabungan untuk berwirausaha, kau masih memiliki otak yang bernas untuk menggali potensi diri. Cepat-cepat tinggalkan semua duka, tinggalkan semua lara, tangismu tokh tidak akan menjawab semua kesedihanmu. Dan aku yakin, di balik rasa duka yang bertubi-tubi akan muncul sebuah pencerahan yang tak pernah kau sadari sebelumnya. Aku yakin itu."

"Lalu, haruskah kutinggalkan profesiku sebagai pelacur yang telah kugeluti berpuluh-puluh tahun? Haruskah kulepaskan pria yang telah menjadi suami kontrakku? Kau lihat, aku masih memi-liki tiga anak yang butuh biaya. Pendidikanku hanya SMP, bisa kerja apa aku?" tanya seorang teman yang lain dengan profesi PSK. (*v*)

Mobile Upload by - Chen Mei Ing

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA