KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 17 April 2011

MEREKA MEMPERKOSA KEKASIHKU (30-32)

Banyak hal dari sikap orangtuanya, terutama papahnya, yang sebenarnya tak disetujui Lili. Beberapa kali dia ingin mengritik atau membantah – terutama soal pasangan hidup –  tapi selalu mengurungkannya. Lili pun akhirnya tak terlalu memikirkannya. Suatu saat nanti dia akan mengajaknya diskusi.

Toh, waktu itu dia juga belum memikirkan soal pasangan hidup. Yang penting orangtuanya belum melakukan pelarangan-pelarangan tak berdasar dan masih memberi kebebasan bergaul dan beraktivitas. Bahkan dia pulang malam tak pernah dipersoalkan, meski itu lebih karena aktivitasnya sebagai demonstran. Lili selalu beralasan banyak tugas yang harus dikerjakan bersama rekan-rekannya setiap pulang terlambat.

Beruntung orangtuanya tak pernah curiga. Jika tahu anaknya terlibat dalam gerakan mahasiswa, sudah pasti dia akan dilarang karena dianggap tak akan berguna dan bisa mengancam bisnis keluarga. Lili terpaksa berbohong, karena tak menemukan cara lain untuk memberi pengertian kepada orangtuanya. ***

Kali ini Lili agak heran ketika Malam minggu ini dia tak boleh keluar seperti biasanya. Orangtuanya ingin mengajaknya bicara. Lili sendiri tak tahu apa yang akan dibicarakan, sehingga terus menduga-duga. Bisa jadi soal bisnis, bisa soal hubungannya dengan Baskara. Nah ini yang dia khawatirkan.

Yang membuatnya penasaran, tak biasanya papahnya sampai minta waktu untuk bicara. Biasanya segalanya dia komunikasikan kapan saja setiap bertemu, saat bangun tidur, mau tidur, saat sarapan, atau ketika di toko atau rumah makan mereka, dan kesempatan lain. Terkadang hanya lewat HP. Kakaknya yang hidup bersama istri di rumahnya sendiri di Grogol, juga diundang. Pasti ada hal penting.

Harapannya bukan tentang hubungannya dengan Baskara, karena dia belum siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Sesuai rencananya, dia ingin berinisiatif menceritakan hubungannya dengan Baskara secara pelan-pelan. Terutama lewat mamahnya yang lebih lunak. Meski kemungkinannya kecil, Lili berharap keluarganya bisa menyetujuinya. Jika orangtuanya yang berinisiatif lebih dulu menanyakan hubungan mereka, gelagatnya bisa buruk.

Jangan dulu. Jangan sekarang. Kalau mereka menentang, pasti akan ada “peperangan”, karena aku akan mempertahankan cintaku. Haruskah aku melakukan “peperangan” sekarang? Ah, semoga hanya tentang masalah bisnis.

“Mei Li, Papah harap Sabtu nanti tetap di rumah. Papah dan Mamah, juga Koh Seng An, ingin bicara seusai makan malam,” begitu pinta papahnya yang langsung disetujui Lili. Di keluarga, nama yang berlaku adalah nama Cina. Nama versi Indonesia cukup sebagai formalitas menuruti peraturan Orde Baru, juga menjadi nama pergaulan dengan orang lain.

Keanehan makin dirasakan Lili ketika malam yang direncanakan itu tiba. Makan bersama yang biasanya akrab, tiba-tiba menjadi kaku. Masing-masing miskin bicara, seolah ada sesuatu yang serius. Begitu selesai makan, papah-mamah Lili dan kakaknya langsung menuju ruang keluarga. Lili sempat masuk kamar sebentar, sekadar menelepon Baskara semoga bermalam Minggu dengan indah meski tanpa dirinya. Dia juga sempat mengabarkan akan melakukan pertemuan keluarga. Begitu keluar dari kamarnya, dia makin heran, karena suasana di ruang keluarga tampak tegang. Sedikit terasa formal. Lili pun segera bergabung dengan masih membawa rasa penasarannya.

“Ehm, Mei Li, Papah-Mamah dan Koh Seng An sudah bicara, membahas kamu. Kami sepakat ini saat yang tepat untuk membicarakan masalah ini denganmu,” papahnya membuka pembicaraan. “Memang ada masalah apa, Pah. Tumben begitu serius?” tanyanya. “Masalahnya dirimu.” "Memang Lili salah apa?” "Langsung saja, siapa Baskara yang sering mengantarmu itu?” begitulah papahnya. Sebagai orang sibuk, dia biasa to the point. "Dia teman Lili, wartawan harian nasional.” "Oh, cuma wartawan. Miskin, dong?” "Kalau dibandingkan dengan konglomerat, jelas miskin. Tapi dia kaya budi. Itu yang langka,” "Apa hubunganmu dengannya, Papah kira bukan sekadar teman.”

Lili tak menyangka akan ditanyakan dengan cara seserius dan seformal itu. Apalagi, hubungannya dengan Baskara belum lama, meski perkembangannya begitu pesat. Ah, kepalang tanggung. Sekarang atau nanti sama saja. Mending diceritakan apa adanya.

“Mei Li sebenarnya ingin cerita, tapi masih selalu menunda-nunda karena belum saatnya. Lagi pula Mei Li sibuk dengan tugas-tugas kuliah. Tapi kalau Papah, Mamah, dan Koh Seng An memaksa, saya akan menjawab apa adanya. Memang, kami berpacaran secara serius sejak dua bulan ini.”

Jawaban yang dirasakan papah-mamah dan kakaknya bagai guntur. Wajah mereka pun langsung menampakkan ketegangan luar biasa. Bahkan rona merah mulai mewarnai wajah-wajah mereka. Lili pun menjadi semakin tegang, tapi mencoba menenangkan diri dan tetap menjaga sikapnya.

“Ya, kami sudah menduganya.” “Memang ada apa, Pah?” Lili pura-pura tidak tahu, meski sudah punya banyak dugaan. “Mei Li, Papah dan Mamah selalu berusaha memenuhi segala kebutuhanmu sepanjang kami bisa memenuhi. Bahkan kami tak pernah mengusik kegiatanmu, karena kami lihat kamu tumbuh sebagai wanita yang dewasa dan bertanggung jawab. Tapi tidak semua hal bisa kami penuhi, terutama kalau itu sudah menyangkut prinsip keluarga.”

“Memang apa yang saya langgar?” Lili masih pura-pura tak tahu. “Mei Li, bukankah Papah sering mengatakan, di mana pun kita berada, sebaiknya mengingat akar dan bibitnya. Bagaimanapun kamu punya akar dan bibit yang ditanam di Cina. Maka jangan lupakan itu dan hormati leluhurmu. Tetap menjaga kemurnian bibit dari akar leluhur termasuk sikap menghormati leluhur kita. Berpacaran dengan orang Jawa, berarti kamu melupakan prinsip itu.”

Lili mulai terpukul. Dia tahu arah pembicaraan papahnya. Hubungannya dengan Baskara tidak mereka setujui. Dia tahu, keluarga besarnya memang tak ada yang menikah dengan ras lain. Tapi baginya itu hak mereka masing-masing. Dia punya haknya sendiri dan ketika dia menggunakan haknya untuk mencintai orang lain yang kebetulan orang Jawa, baginya itu harus dihormati siapa saja. Dia tahu, papahnya juga sangat menekankan agar anaknya nantinya menikah dengan orang satu ras, syukur-syukur satu marga, kerabat, atau satu komunitas.

Tapi baginya itu pandangan tradisional yang harus ditinggalkan. Sebab itu dia selalu dengan bangga membawa Baskara ke rumahnya dengan harapan agar keluarganya mulai terbuka dan punya reaksi positif, karena Baskara selalu menunjukkan sikap sopan, gentle, dan hormat. Jika prinsip itu masih dipakai, dia siap menjadi orang pertama di keluarganya, bahkan keluarga besarnya, untuk mendobraknya.

“Papah, Mei Li juga menghormati leluhur. Mei Li tak lupa akar. Tapi, menghormati leluhur dan akarnya adalah hal berbeda dengan mencintai seseorang. Apakah berpacaran atau bahkan jika nanti menikah dengan orang berbeda ras akan mengurangi rasa hormat kita kepada leluhur? Akan melupakan akar? Saya kira tidak!”

“Oh, kamu tidak tahu banyak soal kehidupan. Salah satu cara menghormati leluhur adalah menjaga pohon silsilah. Karena jika pohon silsilah itu terputus atau ada dahan yang tumbang, maka dahan itu tak memiliki makna bahkan kesulitan tumbuh sebagai pohon baru. Kita harus menjaga kemurniannya, juga kualitasnya. Pohon yang baik akan tumbuh dari bibit yang baik. Bibit yang baik adalah bibit murni yang tak tercampur unsur tanaman lain. Jika kamu menghormati leluhurmu, ikutlah merawat pohon silsilah itu agar tetap tumbuh dari bibit yang murni. Jika tidak, kamu sama saja tak menghormati para leluhur. Apakah kamu ingin menjadi dahan yang rontok dan menjadi pohon tanpa akar, rapuh dan mudah tumbang? Itu akan terjadi jika kamu meneruskan hubungan dengan Baskara.”

Papahnya masih berusaha sabar dan lembut. Bagaimanapun, dia sangat menyayangi Lili. Begitu juga mamah dan kakaknya. Lili sendiri sebenarnya tak ingin menyakiti orangtuanya. Tapi baginya ini sudah melanggar haknya yang paling hakiki dengan alasan filosofi yang menurutnya tak bisa diterima. Dia tak ingin mengikuti prinsip yang menurutnya kurang benar, kemudian menanggalkan prinsipnya yang dia anggap benar. Cinta adalah hak esensial yang pantas dia pertahankan dan perjuangkan.

"Papah, hati saya mengatakan cinta kepada Mas Baskara. Setahu saya, dia manusia seperti kita. Dia punya jiwa dan kehormatan yang sama seperti kita, seperti bangsa lain. Dia punya masa depan seperti kita. Punya kebesaran masa lalu seperti kita. Maka, apa salahnya saya berpacaran dengan dia? Seorang manusia yang menurut saya punya kehormatan. Lelaki yang menurut Mei Li akan memberi kebahagiaan, ketenangan, keamanan, dan kedamaian. Apakah orang sebaik dia tak berhak menjadi bagian dari pohon silsilah itu?”

"Mei Li, kamu masih terlalu muda. Papahmu jauh lebih tahu dan berpengalaman. Ikuti saja kata-katanya,” mamahnya mulai ikut menasihati. "Iya, Mei Li. Contohnya Koh Seng An ini. Aku setuju dengan pendapat Papah dan menurutinya. Faktanya aku akhirnya hidup bahagia dengan istiriku. Relasi makin banyak dan bisnisku kian lancar,” tambah kakaknya.

Lili diam saja. Hatinya mulai teremas-remas. Dia sangat menghormati orangtuanya dan tak ingin menyakiti. Tapi, dia juga tak ingin haknya untuk menentukan masa depan yang menurutnya terbaik, tak mau direnggut  begitu saja.

"Lili, pohon silsilah bukan hanya catatan semata. Dia memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan kita. Cara kita menjaga dan menghormati juga akan menentukan kehormatan kita di mata saudara-saudara kita, masyarakat kita. Jika kau langgar, apa jadinya pandangan saudara-saudara kita, sahabat-sahabat ayah, dan kerabat-kerabat kita? Saya kira mereka juga sependapat dengan ayah. Maka jika kamu langgar, kamu akan mendapat hukuman sosial dari mereka. Bisnismu kelak juga akan tersendat, karena minim bantuan dari kerabat dan komunitas kita. Mereka akan berpikir dua kali untuk berbisnis denganmu,” lanjut papahnya. [sebelumnya | selanjutnya]

Disalin oleh: Chen Mei Ing

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA