KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 10 September 2011

NASIB TRAGIS DUA GENERASI TIONGHOA PERANTAUAN INDONESIA (1)

Mewakili ayah mengundurkan diri dari keanggotaan Partai Komunis yang telah disandangnya sejak tahun 20-an.

Ayah saya Chen Xinpan (pernah memakai nama : Chen Fujin, Chen Fulien, Chen Ximing) lahir di Indonesia, di masa remajanya pergi ke RRT untuk bersekolah. Dimulai menuntut ilmu di sekolah Jimei yang didirikan Chen Jiageng (Di Asia Tenggara terkenal dengan nama Tan Kahke) di Provinsi Fujian, kemudian menjadi pengikut Kepala Sekolah Chen (pada dokumentasi foto yang tersimpan di museum Chen Jiageng terdapat gambar ayah saya) serta pernah bersekolah di Beijing, terakhir tercatat sebagai lulusan Universitas Jinan.

Tiongkok era 1920-an berada dalam masa kekacauan perang, rakyat hidup sengsara, aneka ragam ideologi berkembang, berbagai kekuatan politik bersaing memperluas pengaruh dalam era kekacauan tersebut, memperebutkan kaum muda. Ayah adalah sesepuh kalangan elite marga Chen yang kaya serta berpendidikan tinggi, ditambah lagi lahir di Indonesia dan mempunyai hubungan ke luar negeri, tentu saja telah menjadi target perebutan PKT.

Termakan oleh rayuan propaganda manis yang menyesatkan, ayah tertipu masuk menjadi anggota Partai Komunis Tiongkok, kemudian aktif mengadakan berbagai kegiatan perhimpunan petani di kampung halaman Haideng dan daerah Anxi di Provinsi Fujian (Hokkian), dengan tujuan merebut kekuasaan melalui kekerasan. Tahun 1927, PKT mengobarkan kekacauan di mana-mana, memanfaatkan kesempatan merebut kekuasaan negara dan kekuasaan militer, yang mengakibatkan pertama kali pecahnya kerjasama Kuomintang dan PKT. Kuomintang (KMT, Partai Nasionalis Tiongkok) memulai mengadakan aksi pembersihan internal partai, menumpas anggota PKT yang bersembunyi dalam KMT, penangkapan anggota PKT dilakukan di seluruh negeri.

Ayah yang merupakan tokoh menonjol di Kabupaten Haideng langsung saja ditangkap, beruntung kakek pada masa itu adalah pengusaha kaya di Jakarta, melalui perantara asosiasi pedagang Huaqiao (perantau Tionghoa) Jakarta, ayah dapat tertolong keluar penjara dan pulang ke tanah asal – Indonesia, sejak saat itu ia melepaskan diri dari organisasi PKT.

Menurut peraturan organisasi PKT, bila seorang anggota tertangkap dan dipenjara, maka secara otomatis keanggotaannya gugur, segala hubungan diputuskan, jika bisa keluar dari penjara, setelah melalui pemeriksaan dan penilaian ulang baru bisa masuk kembali sebagai anggota partai.

Sekembalinya ke Indonesia, ayah terjun dalam bidang kebudayaan dan pendidikan komunitas Tionghoa luar negeri; pada 1928 mengambil alih Sekolah Xin Hua Jakarta yang diambang kebangkrutan, menjabat sebagai Kepala Sekolah ke-5, mengganti sistem sekolah tersebut menjadi sekolah umum.

Dengan menggalang sumbangan dana dari berbagai pihak serta kerjasama dengan segenap guru pengajar, bekerja keras menghidupkan kembali sekolah yang sekarat, menjadikannya sebagai salah satu sekolah Tionghoa ternama di Jakarta, bersamaan dengan pengelolaan sekolah, ayah bersama teman-temannya menciptakan pula kegemilangan, dengan menerbitkan harian Nanqiao Singapore dan Shenghuo Indonesia serta menjadikannya sebagai harian ternama di Singapura dan Indonesia.

Sebagai keturunan Tionghoa, ayah saya menyebarkan tradisi budaya lampau bangsa Tionghoa, yang membawa pengaruh baik bagi keharmonisan masyarakat serta menggerakkan kebaikan dalam hati masyarakat. Perbuatan tersebut telah memperoleh sanjungan dan penghormatan dari orang-orang. Selain itu, dalam masa perang Jepang, dengan menanggung risiko keselamatan jiwa, ayah menolong sejumlah cendekiawan Tiongkok yang melarikan diri ke Indonesia, seperti Chen Jiageng, Hu Yuzi serta beberapa tokoh lain.

Sebagai orang yang sudah tidak menyandang keanggotaan PKT, ayah saya sering kali bersama dengan orang-orang non-PKT membantu PKT, menjadi simpatisan diluar partai. Peristiwa Xi'an (1936, dimana Chiang Kai Sek ketua KMT sempat ditahan beberapa waktu oleh PKT) memberi PKT kesempatan untuk mengatur napasnya sejenak, mengatur strategi untuk merebut kekuasaan, menggunakan kesempatan untuk menghidupkan kembali nyawanya. [Chen Difei, Surabaya, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA