KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 17 Oktober 2011

ENTAH HUKUMAN APALAGI YANG AKAN AKU RASAKAN

Story: Sebelum aku menceritakan cerita memilukan yang aku alami, perkenalkan namaku Reni (bukan nama sebenarnya). Aku dilahirkan dalam keluarga yang broken home, ayah dan ibu bercerai saat aku duduk di bangku SMP, mereka kemudian memutuskan untuk kembali menikah dengan perempuan dan laki-laki pilihannya masing-masing. dan keadaan itu membuat aku memiliki dua orang ayah dan dua orang ibu.

Sepak terjang mereka sedikit banyak telah mempengaruhi pandanganku terhadap prilaku berumah tangga, dalam arti kata bagiku kawin cerai merupakan hal yang sangat mudah dan bukan merupakan sebuah beban moral yang harus dipertanggung jawabkan. Toh itu bisa dilihat dari keadaan kedua orang tuaku yang sepertinya sangat menikmati kehidupannya yang sekarang mereka jalani.

Buktinya tak hanya sekali saja mereka melakukan kawin cerai, kalau tak  salah ingat ayah dan ibu telah enam kali bercerai dan kemudian menikah lagi. Aku sendiri tak mengerti mengapa meraka berkelakuan seperti itu, apa yang mereka cari, apa yang mereka rasakan, tidakah mereka merasa malu. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu berkecamuk dalam hatiku dan membuat aku sangat penasaran dengan apa yang mereka rasakan.

Pengaruh nyata dari itu semua adalah menjadi begitu mudah buat aku untuk berganti-ganti pacar dan begitu mudahnya pula aku memberikan apa saja yang kekasihku inginkan termasuk kemolekan dan kehangatan tubuhku. Tadinya aku berharap dengan melakukan itu semua mungkin sebagian pertanyaan dan rasa penasaran hatiku bisa terjawab.

Tapi nyatanya, semakin sering aku berganti-ganti kekasih, semakin menumpuk pula rasa penasaran yang ada dalam diriku. Dari sekian banyak laki-laki memang ada beberapa yang membuatku merasa happy jika tidak bisa disebut bahagia, happy karena sebagian dari mereka bisa membuatku terengah-engah, merintih bahkan menggeliat liar bak ular yang berada dijalan aspal yang panas jika sedang bergulat  di atas ranjang.

Sejujurnya aku sendiri tak mendapatkan sesuatu yang berarti dengan gaya hidup seperti itu. bahkan dari kelakuanku  itu semua, aku harus menanggung rasa malu ketika aku harus keluar dari bangku SMU kelas satu lantaran aku hamil. Aku sendiri tak tahu siapa ayah yang kukandung dalam rahimku, tapi aku beruntung bisa mendapatkan kambing hitam atas kejadian memalukan tersebut, sebut saja namanya Amir (nama samaran).

Aku dan Amir akhirnya menikah, tanpa resepsi, tanpa keharuan dan airmata yang biasanya mejadi bagian dari prosesi pernikahan. Pernikahan itupun terlaksana Itupun dengan satu perjanjian, bahwa kami akan bercerai setelah aku melahirkan bayi yang kukandung. Karena walau bagaimanapun juga Amir tahu bahwa anak tersebut hanya merupakan bagian kecil dari 'saham' yang pernah ia tanamkan di tubuhku selain 'saham-saham' temanku yang lain.

Dan begitulah akhirnya, setelah melahirkan aku terpaksa mengurus segela sesuatunya sendiri, walau kuakui kedua orang tuaku masih sering membantu memberikan sedikit uang untuk keperluanku dan anakku. Sementara ayah tiriku yang terakhir tak pernah mau perduli dengan kesulitanku, ia malah menyarankan aku untuk kembali mencari pengganti ayah untuk anakku.

Namun saran itu baru aku laksanakan, dua puluh tahun kemudian, ketika aku menemukan seseorang yang benar-benar membuatku kagum, sebut saja namanya Herman (nama samaran). Laki-laki inilah yang akhirnya bisa membuatku mengerti akan artinya cinta, kasih sayang, kemesraan, romantisme dan kebahagiaan sebagai perempuan. Dari laki-laki ini juga aku bisa merasakan hangatnya air mata, keharuan dan rasa rindu.

Namun kebahagiaan itu hanya sekejapan mata saja bisa kunikmati. Setelah beberapa minggu menikah, aku memergoki suamiku yang sedang bergumul dengan Cindy putriku sendiri. Tak tertahankan rasa sakit yang kualami saat itu. rasa sakit yang sebelumnya belum pernah aku rasakan, pun ketika aku bercerai dengan Amir dua puluh tahun silam, ataupun ketika aku menyaksikan kedua orang tuaku bertengakar hingga akhirnya bercerai.

Dan rasa sakit itu semakin bertambah, ketika aku tak lagi mendapati mereka berdua di rumah sampai saat ini. Anak perempuanku satu-satunya yang telah kurawat selama puluhan tahun ternyata menjadi sebuah hukuman buatku terhadap kehidupan masa lalu yang telah aku jalani. Dan entah hukuman apalagi yang kelak akan menghampiri aku, yang jelas sampai saai ini aku masih merindukan Herman dan berharap ia kembali kepelukanku untuk memberiku  pelepas dahaga akan sebuah kemesraan. [Vivi Tan / Jakarta / Tionghoanews.com]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA