Provinsi Jateng terdiri 35 kabupaten/kota. Tiap daerah rata-rata ada dua tempat ibadah klenteng/kuil kecuali Semarang ada 10 klenteng lebih. Sehingga diperkirakan di Jateng saat ini terdapat 80 klenteng. Mayoritas (mutlak) umat yang beribadah di klenteng adalah masyarakat/warga Tionghoa.
Di Banjarnegara, sejak dulu hanya ada satu klenteng. Tapi 20 tahun ini umat yang beribadah di kuil ini kian menyusut. Sebab para generasi tua Tionghoa setempat banyak yang tiada. Generasi muda, sudah beralih keyakinan. Mereka tak kenal lagi tata cara/budaya sembahyang di klenteng.
Saat ini klenteng Banjarnegara betul-betul kehabisan umat. Tak ada segelintir orang sembahyang di klenteng itu. Keadaan klenteng kini merana. Tidak punya "pengurus klenteng" yang bertugas menyelenggarakan ritual sembahyangan dan merawat (bangunan) klenteng.
Menurut informasi, klenteng Banjarnegara akan dijual. Sebab jika dibiarkan terlantar, akan sia-sia tak berguna. Jika itu terjadi, pukulan telak menimpa warga Tionghoa, khususnya PTITD Jateng. Seakan-akan membiarkan hal menyedihkan terjadi di klenteng tersebut.
Kita sangat malu jika benar klenteng Banjarnegara ditutup dan akhirnya dijual. Sebab dalam sejarah Indonesia, baru kali ini terjadi tempat ibadah bangkrut kehabisan umat akhirnya gulung tikar. Harus ada Orang Tionghoa Kuat menolong klenteng Banjarnegara, ujar seorang pengurus TITD Jateng. [Jeni Wang / Semarang / Tionghoanews]