KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 11 Oktober 2011

PERNIKAHAN YANG AKU SIA-SIAKAN !

Mungkin aku salah satu dari sebagian orang yang tidak bisa bersyukur, menikmati tiap titik anugerah yag diberikan Tuhan padaku. Namaku Tathia (bukan nama sebenarnya), memiliki sepasang putra putri yang cantik dan manis dari suamiku, Edward. Suamiku ekspatriat yang bekerja di sektor perbankan.

Pernikahan kami yang membahagiakan ini sudah berjalan selama 5 tahun. Namun makin hari hubungan kami makin terasa hambar. Edward kian tenggelam dengan kesibukan pekerjaannya, hingga hampir melupakanku dan anak-anak. Meski urusan materi aku sama sekali tak pernah kekurangan, tapi aku merasa kesepian di rumah kami yang besar ini.

Suatu hari, ketika hujan deras dan aku memilih tenggelam dalam bathub yang dipenuhi air hangat esrta aroma terapi. Anak-anakku sedang sekolah sementara Edward sudah berangkat kerja. Aku merasa betapa sepinya rumah kami. Aku membayangkan kembali masa-masa manis dulu bersama Edward. Betapa ia sangat manis memperlakukanku, tiap sentuhannya mampu membangkitkan gairahku.

Entah karena aku terlalu terbuai dengan lamunanku, sehingga aku tidak memperhatikan langkahku, tiba-tiba saat keluar dari bathub kakiku menginjak genangan air hingga terpeleset. Aku terjerembab dan aku merasa pergelangan kaki kiriku nyeri, terkilir.  Panik aku berteriak minta tolong, sesaat kemudian Pardi, suami pembantuku, yang biasa merawat halaman kami mengetuk pintu."Nyonya, ada apa nyonya?" tanyanya dari balik pintu kamarku. Aku yang masih tergeletak di kamar mandi segera menyuruhnya masuk. Aku sampai lupa kalau saat itu aku tak mengenakan sehelai benangpun.

Tergopoh-gopoh Pardi masuk, namun ia segera berbalik memunggungi saat melihatku. "Maaf…nyonya…," ucapnya terbata. Aku gusar, karena tubuhku mulai merasa dingin, aku segera memintanya mengangkatku ke tempat tidur. Aku lihat ia masih ragu, namun setelah menghela nafas, ia berbalik dan tanpa mengucapkan sepatah kata Pardi mengangkat tubuhku dan meletakannya di tempat tidur sekaligus menyelimutiku.

Sentuhan tangan Pardi di kulitku ternyata menimbulkan sensasi khusus yang lama tak pernah kurasakan. Saat Pardi beranjak, aku menangkap tangannya. Sempat kulihat sinar kaget di matanya, namun itu tak kuindahkan. Kutarik tangan Pardi ke arah dadaku, menyingkap selimutku dan kutuntun tangan kekar itu menelusuri tiap lekuk tubuhku hingga bagian yang paling kuinginkan.  Kejadian selanjutnya, aku merasaka kepuasan yang tak terhingga. Kebetulan kami hanya berdua saat itu.

Kepuasan itu membuatku ketagihan, tak sampai satu jam kemudian, aku kembali ingin mengulangi sensasi itu. Dengan Pardi aku betul-betul memperoleh klimaks yang tak pernah kudapatkan dari Edward. Parahnya, ketika istri Pardi sudah kembali dari kampung, aku tetap tak bisa menghilangkan keinginan tersebut.

Hubugan gelap ini terus berlangsung hingga satu setengah tahun dan aku hamil. Semula aku tenang-tenang saja, toh aku memiliki suami. Tapi saat anak ketigaku tersebut lahir, malapetaka itu baru tiba. Anak ketigaku amat berbeda dengan dua anakku terdahulu, berkulit gelap dan sangat Indonesia sekali. Saat itu aku baru menyadari segalanya, bahwa aku sangat terlena dengan kenikmatan hubunganku dengan Pardi. Ini kesalahanku pertama. Kesalahan kedua, aku tetap bersikukuh bahwa itu adalah anak Edward dan saat Edward menantangku untuk tes DNA aku menyetujuinya.

Hasilnya, bayiku tersebut anak dari hubunganku dengan Pardi. Segera Edward menceraikanku, parahnya dua anakku ikut dibawanya. Aku ditinggal sendiri berdua dengan bayiku yang belum genap berumur sebulan. Sementara Pardi lebih memilih istrinya. Sembari menunduk ia mengatakan, "Maaf nyonya, saya lebih memilih Sumi, karena Sumi mau menerima saya apa adanya." Pardi menambahkan bahwa, istrinya tidak peduli tangannya kotor atau tidak, sudah mandi atau belum. Kalau memang Pardi sedang 'ingin', maka Sumi bisa memenuhinya kapan saja.

"Kalau dengan nyonya, saya harus cuci tangan dulu atau mandi dulu atau menunggu mood nyonya sedang baik, ini justru membuat saya tertekan. Sekali lagi maafkan saya nyonya," imbuh Pardi.  Jawaban Pardi itu membuatku menyadari banyak hal, salah satunya aku lupa bersyukur atas apa yang telah aku peroleh. Kini aku hanya bisa menyesali semua perbuatanku, termasuk pernikahan terbaik yang telah aku jalani hanya dalam jangka waktu lima tahun serta kehilangan dua buah hatiku yang lucu. [Vivi Tan / Jakarta / Tionghoanews.com]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA