KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 13 November 2011

SEMANGAT WAYANG ORANG TIONGHOA

Mari kita nonton latihan opera tradisional Tri Dharma Sam Khau Bun Gei Siah. Ini adalah kelompok wayang orang Tionghoa di Palembang yang berlatih pada Kamis (3/11) malam. Iwan (21) begitu luwes berperan sebagai istri yang akan ditinggal suami pergi untuk menjadi prajurit. Kelentikan jemari seperti penari dan posisi berdiri dengan kaki hampir selalu menyilang jadi bagian dari bahasa tubuh pemuda ini. Dalam wayang orang Tionghoa yang sedang ia mainkan, posisi kaki saat berdiri dan gerak jemari tangan memang diatur.

Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) lima tahun lalu, Iwan sudah bergabung dengan kelompok wayang orang tersebut. Tak ada satu pun dalam keluarganya yang pernah bermain wayang orang Tionghoa itu. Pertunjukan ini pun tergolong langka. Hanya ada satu kelompok pemainnya di Palembang.

Grup opera yang berdiri sejak 1958 ini, menurut wakil ketua pengurus Tan Tiau Guan atau yang biasa disapa Acit, bahkan tinggal jadi satu-satunya opera tradisional Tionghoa di Indonesia. Namun, sekitar 60 orang anggotanya terus bersemangat. Bukan hanya orang-orang tua, anak muda, bahkan anak kecil pun bergabung di dalamnya.

Mereka juga laris tampil dalam acara ulang tahun kelenteng dan beberapa ragam acara lain di Palembang ataupun kota lain. Cerita-cerita klasik Tionghoa mereka tampilkan - umumnya dalam bahasa Hokkian - dengan sentuhan nilai moral yang juga mengena pada kehidupan zaman sekarang.

Secara rutin grup ini berlatih tiga kali seminggu, belum termasuk persiapan bila akan pentas. Sebagian tinggal cukup jauh dari tempat mereka berlatih di aula samping Kelenteng Kwan Im, Jalan A Rozak, Palembang. Padahal, para pemain ini tidak menerima honor. Bila naik pentas - setelah dipotong biaya operasional - masing-masing pemain hanya akan menerima sekitar Rp.70.000.

"Jadi, ini memang hampir seperti sukarela, bagian dari ibadah. Kami persembahkan buat dewa. Malah ada yang sudah pindah ke Jambi, tetapi tetap bersedia datang kalau latihan dan pentas tanpa dibayar," ujar Acit.

Meski sangat kental dengan nuansa Tionghoa, tak jarang kelompok ini membawakan cerita dalam bahasa Indonesia, bahkan bahasa Palembang. "Kami pernah tampil membawakan cerita menggunakan bahasa Palembang ketika diundang tampil saat acara ulang tahun Palembang. Dengan begitu, lebih banyak orang yang paham," kata Acit.

Acit bahkan bercita-cita agar setiap pertunjukan yang dibawakan kelompoknya bisa langsung diterjemahkan di atas panggung dengan memakai teks digital.

Satu hal yang unik dari kelompok ini, semua anggotanya adalah laki-laki. Mereka yang berusia SMP hingga kakek berusia 80 tahunan ini memerankan semua jenis peran, termasuk peran perempuan, seperti yang dibawakan Iwan. Mereka juga saling membantu dalam menyiapkan pertunjukan, termasuk untuk urusan kostum dan tata rias wajah. [Tetty Sung / Palembang / Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA