Pusat Kajian Budaya Tionghoa (PKBT) Universitas Tarumanagara (Untar) semakin intens melakukan penelitian. Itu dilakukan karena tidak banyak lembaga yang khusus meneliti kebudayaan Tionghoa. "Padahal, ini penting untuk mencari akar akulturasi antara budaya Tionghoa dengan budaya lokal," ujar Ketua PKBT Untar Dali S. Naga kepada wartawan. Hasil penelitian PKBT Untar, kata dia, akan dibukukan. Itu bisa menjadi sumber pengetahuan bagi generasi muda dan generasi selanjutnya. Sejauh ini, sudah ada beberapa penelitian yang dirampungkan.
Yakni akulturasi budaya Tionghoa dalam penciptaan jamu dan ragam kuliner mie di Indonesia, wayang potehi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, perayaan Imlek dan Cap Go Meh, serta pemikiran akademisi Tionghoa dari tiga generasi. "Dari hasil peneli tian dan diskusi panjang dengan ahli-ahli yang memahami betul seluk-beluk tentang sejarah dan budaya, ditarik kesimpulan yang kemudian bisa menjadi sebuah naskah dokumentasi," tuturnya. Menurut dia, pengetahuan generasi muda tentang sejarah dan budaya Tionghoa masih minim. Itu sebabnya, penelitian PKBT Untar diharapkan bisa menjadi sumber informasi. Bahkan, beberapa penelitian justru membuka wacana baru bagi masyarakat In donesia.
Contohnya, senam resiliensi. "Senam resiliensi itu merupakan perpaduan budaya Tionghoa, memadukan energi yang ada di sekitar kita. Mirip dengan chi kung dan tai chi. Hanya saja, gerakannya sedikit berbeda," tutur Sekretaris PKBT Untar Viny Christianti. Bukan sekedar meneliti, PKBT Untar membentuk komunitas resiliensi yang rutin senam bersama. "Memang sudah ada komunitasnya sendiri," tambahnya. [Ernawaty Lim / Pontianak / Tionghoanews]
Yakni akulturasi budaya Tionghoa dalam penciptaan jamu dan ragam kuliner mie di Indonesia, wayang potehi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, perayaan Imlek dan Cap Go Meh, serta pemikiran akademisi Tionghoa dari tiga generasi. "Dari hasil peneli tian dan diskusi panjang dengan ahli-ahli yang memahami betul seluk-beluk tentang sejarah dan budaya, ditarik kesimpulan yang kemudian bisa menjadi sebuah naskah dokumentasi," tuturnya. Menurut dia, pengetahuan generasi muda tentang sejarah dan budaya Tionghoa masih minim. Itu sebabnya, penelitian PKBT Untar diharapkan bisa menjadi sumber informasi. Bahkan, beberapa penelitian justru membuka wacana baru bagi masyarakat In donesia.
Contohnya, senam resiliensi. "Senam resiliensi itu merupakan perpaduan budaya Tionghoa, memadukan energi yang ada di sekitar kita. Mirip dengan chi kung dan tai chi. Hanya saja, gerakannya sedikit berbeda," tutur Sekretaris PKBT Untar Viny Christianti. Bukan sekedar meneliti, PKBT Untar membentuk komunitas resiliensi yang rutin senam bersama. "Memang sudah ada komunitasnya sendiri," tambahnya. [Ernawaty Lim / Pontianak / Tionghoanews]
Sumber Artikel: Google Search Engine