Awalnya aku lebih menyukai Ira ketimbang Ani, namun karena Eka sudah terlebih niatnya untuk berpacaran dengan Ira, aku terpaksa mengalah dan memilih Ani untuk menjadi kekasihku. Perjuanganku untuk mendapatkan Ani memang terbilang sulit. Ani adalah sosok yang pendiam dan tertutup hingga tak mudah untuk mendekatinya, namun kesulitan ini akhirnya bisa teratasi dengan bantuan Ira, juga Eka.
Hubungan kami masing-masing yang awalnya hanya untuk bersenang-senang, akhirnya berlanjut pada tahap yang serius. Aku dan Ani memang terlebih dulu menikah, karena masa pacaran kami berjalan tanpa hambatan yang berarti. Berbeda dengan Eka dan Ira yang mengalami beberapa hambatan, bahkan hubungan mereka pernah ditentang keluarga Eka, hingga mereka berdua harus mengalami putus sambung selama beberapa kali.
Selain ditentang keluarga Eka, hambatan itu juga muncul dari mereka berdua. Terkadang sifat egois dan keras kepala mereka, terutama Eka, menjadi pemicu pertengkaran. Pernah suatu kali mereka bertengkar hingga terjadi saling tampar, tentu saja Ira menjadi bulan-bulanan Eka. Biasanya sehabis bertengkar mereka akan baikan kembali bahkan menjadi lebih mesra, aneh memang.
Tak jarang pertengkaran mereka berakibat lebih buruk, mereka tak hanya "bubar", tetapi berlanjut pada saling menjelekan, mengungkit bahkan menteror dengan melibatkan keluarga masing-masing. Jika sudah begitu, kami langsung ambil bagian menjadi penengah untuk mendamaikan mereka, bahkan berusaha untuk menyatukan mereka kembali. Kami tahu persis pada dasarnya mereka masih saling mengasihi.
Sudah beberapa kali kami berusaha membantu agar hubungan mereka bisa sampai pelaminan sesuai dengan cita-cita mereka. Aku juga rela mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang tua Eka dan Ira, buat aku berjuang untuk mempersatukan Eka dan Ira adalah sebagai balas budi, karena mereka juga aku bisa menikahi Ani.
Satu tahun setelah aku menikah dengan Ani dan memiliki satu orang anak, pernikahan antara Eka dan Ira akhirnya terwujud, walaupun pernikahan itu penuh dengan kontroversi, karena orang tua mereka tak saling tegur sapa. Begitupun saat akad nikah digelar, mereka tak saling berjabat tangan seperti layaknya mantu dan mertua.
Singkat cerita, walau penuh dengan berbagai kontroversi pernikahan itu bisa bertahan samapai dua tahun lamanya. Setelah dua tahun pernikahan meraka, muncul masalah baru yang cukup rumit. Eka mulai menuntut untuk segera memiliki anak, ia malah sempat mengultimatum Ira, jika dalam dua bulan kedepan ia tak juga hamil, Eka berencana untuk menceraikan Ira, itupun atas desakan orang tua Eka yang sejak awal memang tak menghendaki pernikahan itu.
Berkali-kali Ira datang menemui aku untuk minta nasehat dan jalan keluar yang ternaik agar semua permasalahn ini tak berlarut-larut. Terus terang aku juga bingung harus memberi nasehat seperti apa, karena semua cara telah ditempuh agar Ira bisa segera hamil, mulai dari cara kedokteran sampai cara alternative, tapi hasinya tetap saja nihil.
Entah bagaimana awalnya ide itu muncul, mungkin karena kami sering bertemu dan sering berduaan di rumahku saat Ani bekerja, kami jadi memiliki kesempatan untuk saling memberi dan menerima, terlebih, aku telah lama memendam peresaanku terhadap Ira, sementara Ira tengah berada pada keresahan pada titik tertinggi. Hingga suatu saat kami terlibat hubungan intim layaknya suami istri. Dari hubungan intim itu, Ira akhirnya hamil.
Terus terang, aku sama sekali tak menyangka bahwa hal tersebut justru bisa menolong Ira dari ancaman perceraian. Ira bahkan tak hentinya mengucapkan terima kasih kepadaku. Karena sejak ia hamil, perlakuan kedua orang tua Eka yang awalnya menentang secara perlahan mulai berubah. Mereka tak lagi berusaha memisahkan Eka dengan Ira, justru sebaliknya mereka kini begitu perhatian terhadap Ira dan kehamilannya.
Yang bingung justru aku, aku takut kelak jika anak itu lahir dan ternyata mirip dengan wajahku. Aku bahkan lebih takut jika kelak, aku akan merasa memiliki anak tersebut, dan merasa rindu terhadap anak itu yang nota bene adalah darah dagingku. Bagaimana kelak jika istriku sadar bahwa aku telah berselingkuh dan menghianati cinta dan kesetiannya, Ya Tuhan, kenapa baru sekarang aku menyadari resiko yang bakal aku hadapi. [Vivi Tan / Jakarta] Sumber: Blogger