Seorang pelancong mengalami nasib sial. Mobilnya mogok di daerah yang amat tandus dan jauh dari pemukiman penduduk. Yang ada di dekat situ hanyalah sebuah biara, dan alat transportasi yang dapat ditawarkan para biarawan di sana cuma seekor keledai. Kita tahu, keledai dikenal "keras kepala" dan kurang cerdas.
Akan tetapi, karena ia harus tiba di suatu tempat malam itu juga, si pelancong menerima tawaran itu. Biarawan itu pun membisikkan "rahasia" menangani si keledai. Dikatakan, si penunggang harus mengatakan, "Amin, amin," bila ingin supaya keledai itu berhenti. Bila ingin maju, ia harus mengatakan, "Syukurlah, syukurlah."
Perjalanan berlangsung dengan lancar tanpa masalah, sampai suatu ketika tampak jurang menganga di hadapan mereka. Untung, meski dengan gugup, penunggangnya sempat mengucapkan, "Amin, amin!" sehingga keledai berhenti pas di bibir jurang. Namun karena leganya, si penunggang spontan mengatakan, "Syukurlah, syukurlah!" Maka bisa dibayangkan apa yang segera dilakukan si keledai. Keduanya langsung tercebur ke jurang.
Anak buahnya yang tergabung dalam Serikat Rekan Kerja Ibu Teresa, tertawa terbahak-bahak karena joke itu sebenarnya nyerempet Ibu Teresa sendiri, yang gemar sekali mengucapkan "syukurlah" di mana dan kapan saja. [Elisabeth Wang / Banda Aceh]